Rabu, 30 Januari 2013

FW: Jangan Suka Mencari-cari Kesalahan Orang Lain

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Mohammad Faiz Wirawan
Sent: Thursday, January 31, 2013 7:11 AM
To: BDI
Subject: Jangan Suka Mencari-cari Kesalahan Orang Lain

 

Jangan Suka Mencari-cari Kesalahan Orang lain

Entah mengapa, ada dari kita  yang selalu punya kecenderungan untuk menjadi sosok yang gemar sekali mencari-cari kesalahan orang lain. Lihat saja betapa mudahnya seseorang menuntut dan mengkritik orang lain. Sebenarnya boleh-boleh saja mengkritik teman atau siapa pun, tapi dalam menyampaikan kritik, saran atau sebuah koreksi, sebaiknya kita tetap menghormati orang yang kita kritik.  Karena itu dalam menyampaikan informasi yang sifatnya sebuah koreksi, sebaiknya kita menyampaikannya dengan cara yang baik, ramah dan lembut. Dan jangan pernah menyampaikan dengan cara yang langsung menyudutkan dan menyalahkan, tapi kemukakanlah pendapat kita dengan cara yang baik, santun dan bijak.

Berkatalah yang baik atau diam. Ya, kita sebagai manusia memang telah diberikan banyak sekali nikmat oleh Allah SWT termasuk nikmat dapat berbicara. Akan tetapi, banyak yang salah menggunakan nikmat ini. Mereka tidak mengerti bahwa mulut yang telah dikaruniakan oleh-Nya seharusnya dapat dijaga dengan baik dan digunakan hanya untuk kebaikan.

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah, hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (Muttafaq ‘Alaihi)   Lalu dalam hadist lain disebutkan: “Allah SWT memberi rahmat keapda orang yang berkata baik lalu mendapat keuntungan, atau diam lalu mendapat keselamatan.” (HR. Ibnul Mubarak)

Demikianlah, lidah seseorang itu sangat berbahaya sehingga dapat mendatangkan banyak kesalahan. Imam Ghazali telah menghitung ada 20 bencana karena lidah antara lain berdusta, ghibah (membicarakan orang lain), adu domba, saksi palsu, sumpah palsu, berbicara yang tidak berguna, menertawakan orang lain, menghina orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain, dsb.

Dalam mengkritik, kita harus bijak,  kita juga harus memusatkan perhatian pada kemampuan orang yang kita kritik. Carilah satu kelebihan dalam diri orang tersebut. Walaupun tampaknya dimata kita kemampuannya kecil/sepele dan kita masih bisa jauh lebih baik dari orang tersebut. Namun, cobalah bertanya pada diri sendiri, bagaimana bila kita berada di posisi orang yang kita kritik, tanpa mempertimbangkan sedikitpun,  kebenaran dan kemampuannya?

Kita juga harus memeriksa kembali apa motif kita mengkritik (tanyakan dengan jujur pada diri sendiri). Dan tanyakan juga apa keuntungan yang kita raih setelah mengkritik dan mencari-cari kesalahan orang lain. Karena, apabila yang namanya kritik itu, hanyalah sebuah upaya untuk menonjolkan konsep tentang diri sendiri.  Atau kadang untuk membuktikan bahwa kita lebih pintar dari orang yang kita kritik (yang kita cari-cari kesalahannya, kelemahannya). Jika motif kita seperti itu, maka segeralah berhenti untuk mengkritik dan mencari-cari kesalahan orang lain. Ketahuilah, tidak ada orang yang luput dari salah dan khilaf, dan begitupun diri kita.

Seorang ahli hikmah berkata, aku tidak pernah menyesali apa yang tidak aku ucapkan, namun aku sering sekali menyesali perkataan yang aku ucapkan. Ketahuilah, lisan yang nista lebih membahayakan pemiliknya daripada membahayakan orang lain yang menjadi korbannya. (mengutip perkataan, Dr. Aidh Bin Abdullah Al-Qarni. M.A.)

Kita sebagai umat islam tidak berhak untuk mencari-cari kesalahan orang lain lalu menyebarkannya apalagi berusaha mempermalukan orang tersebut didepan umum, dengan menggunakan ilmu/kepandaian kita.

Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: ”Aku peringatkan kepada kalian tentang prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah perkataan yang paling bohong, dan janganlah kalian berusaha untuk mendapatkan informasi tentang kejelekan dan mencari-cari kesalahan orang lain, jangan pula saling dengki, saling benci, saling memusuhi, jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara” (H.R Bukhari, no (6064) dan Muslim, no (2563).

Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hujuraat [49] : 12)

Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: ”Tahukah kalian apa itu ghibah? Jawab para sahabat : Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Maka kata Nabi saw: “engkau membicarakan saudaramu tentang apa yang tidak disukainya. Kata para sahabat: Bagaimana jika pada diri saudara kami itu benar ada hal yang dibicarakan itu? Jawab Nabi SAW: Jika apa yang kamu bicarakan benar-benar ada padanya maka kamu telah mengghibah-nya, dan jika apa yang kamu bicarakan tidak ada padanya maka kamu telah membuat kedustaan atasnya.”(HR Muslim/2589, Abu Daud 4874, Tirmidzi 1935)

Abdullah bin Umar ra menyampaikan hadits yang sama, ia berkata, ” suatu hari Rasulullah SAW naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi :”Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman  itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum  muslimin, janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari cari aurot  mereka. Karena orang yang suka mencari cari aurot saudaranya sesama  muslim, Allah akan mencari cari aurotnya. dan siapa yang dicari cari  aurotnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya (HR. At Tirmidzi no. 2032, HR. Ahmad 4/420. 421, 424 dan Abu Dawud no. 4880.  hadits shahih)  (keterangan: yang dimaksud dengan aurot disini adalah aib/cela atau cacat, kejelekan dan kesalahan. Dilarang mencari cari kejelekan/kesalahan seorang muslim untuk kemudian diungkapkan kepada manusia – tuhfatul Ahwadzi).

Dari hadits di atas dapat digambarkan dengan jelas pada kita betapa besarnya kehormatan  seorang muslim. Sampai sampai ketika suatu hari Abdullah bin Umar ra memandang Ka’bah, ia berkata: ” Alangkah agungnya engkau dan besarnya kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya disisi Allah darimu. (HR Tirmidzi no. 2032).

 

Sumber: http://jalandakwahbersama.wordpress.com/

 

salam,

M.Faiz Wirawan

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar