Senin, 30 Juni 2014

Pelihara Malu

 

Pelihara Malu

Sabtu, 21 Juni 2014, 07:32 WIB

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: TGH Habib Ziadi
Kebanyakan manusia pada hari ini tidak memiliki malu. Sifat malu ibarat barang langka di tengah-tengah masyarakat.

Sedikit sekali ada yang malu berbuat buruk, malu menggunjing, malu tidak amanah, malu karena malas, dan malu suka bohong.

Kenyataan yang lebih parah, banyak orang membuka aibnya sendiri. Entah itu masa lalunya atau hubungan buruknya dengan istri atau mantan kekasihnya di depan publik. Betapa entengnya mereka menyebut pernah berbuat ini dan itu.

Mereka umbar kekurangan orang lain tanpa sensor. Bahkan, isi dapur rumah sendiri dibongkar habis di hadapan media. Seperti itulah lakon para selebritas akhir-akhir ini.

Al-Imam an-Nawawi berkata, “Para ulama mengatakan malu hakikatnya adalah akhlak yang mengantar seseorang untuk meninggalkan kejelekan dan menghalanginya mengurangi hak-hak orang lain.’’

Sifat malu adalah pembawaan dalam diri seorang yang mendorongnya untuk mengetahui perbuatan buruk, meninggalkan prilaku yang tidak pantas dan kurang layak, serta mencegah diri dari kelalaian memenuhi hak dan kewajiban.

Orang kuat keimanannya kuat pula rasa malu dalam hatinya. Sebaliknya, orang yang lemah keimanannya sedikit rasa malunya. 

Maka jika telah hilang sama sekali rasa malu dalam diri seorang manusia, dikhawatirkan hilang pula rasa malunya.

Rasulullah SAW sangat pemalu. Ini digambarkan Abu Sa’id Al-Khudri, “Rasulullah lebih pemalu daripada gadis dalam pingitannya. Bila beliau tidak menyukai sesuatu, kami bisa mengetahuinya pada wajah beliau.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain, beliau menegaskan, “Malu itu kebaikan seluruhnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Muncul pertanyaan, mengapa malu itu semuanya baik? bukankah kita mendapati ada orang yang malu berbuat baik atau meninggalkan maksiat?

Jawabannya, jika rasa malu pada seseorang menghalanginya melakukan kebaikan atau mendorongnya berbuat kemaksiatan pada hakikatnya itu bukanlah malu. Itu merupakan sikap lemah yang melekat pada diri seseorang.

Ibnu Rajab Al-Hambali ketika menjelaskan hadis di atas, mengatakan, malu yang dipuji dalam ucapan Rasulullah SAW adalah akhlak yang bisa mendorong seseorang melakukan kebaikan dan meninggalkan kejelekan.

Sedangkan rasa lemah yang menyebabkan seseorang mengurangi hak Allah ataupun hak hamba-Nya bukan termasuk malu. Tetapi ini adalah kelemahan, ketidakmampuan, dan kehinaan.

Hendaklah kita memelihara sifat malu yang diajarkan oleh Islam. Malu pada tempatnya. Sebab, sifat malu itulah perhiasan hidup manusia di dunia ini. Tanpanya, manusia tidak berbeda dengan hewan.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Khatam dan Tartil

Khatam dan Tartil

Rabu, 25 Juni 2014, 08:47 WIB

Anak-anak tengah membaca Alquran

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mahmud Yunus
Dalam kitab at-Tibyan fi Adab Hamalat al-Quran, Imam an-Nawawi menjelaskan banyak hal etika membaca Alquran. Di antaranya, ada dua keutamaan yang menarik, yaitu khatam dan tartil.

Khatam artinya menamatkan atau menyelesaikan membaca Alquran, dari surah al-Fatihah hingga an-Nas. Tartil adalah membaca Alquran dengan perlahan atau tidak tergesa-gesa.

Khatam dan tartil tergolong utama dilakukan. Namun, karena satu dan lain hal, terutama bagi kebanyakan orang, dua hal tersebut dirasa berat. Mari simak pengalaman ulama salaf terkait khatam dan tartil.

Tentu saja dengan harapan dapat mengambil pelajaran berharga dari mereka. Selanjutnya, mudah-mudahan dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ulama salaf memiliki kebiasaan berbeda menamatkan Alquran.

Ada yang lama, cepat, dan benar-benar cepat. Mereka mempunyai target menamatkannya. Mereka melakukan atas kemauan sendiri.

Ibnu Abu Dawud berkata, sebagian ulama salaf menamatkan Alquran sekali dalam dua sampai satu bulan, 10 malam, delapan, tujuh, dan enam malam.

Sebagian ulama salaf yang lain menamatkan Alquran dalam lima, empat, tiga , dan dua malam. Sebagiannya, ada yang menamatkan dalam satu hari satu malam.

Sebagian ulama salaf ada yang menamatkan Alquran dua dan tiga kali dalam satu hari satu malam. Hebatnya lagi, ada yang delapan kali dalam sehari semalam.

Yakni, empat kali pada waktu malam dan siang. Subhanallah. Di antara yang menamatkan Alquran satu kali dalam satu hari, yaitu Utsman bin Affan, Tamim ad-Dariy, Said bin Zubair, Mujahid, dan asy-Syafii.

Mereka menamatkannya tiga kali dalam sehari, Sali bin Umar, seorang qadhi di Mesir pada masa pemerintahan Dinasti Muawiyah. Abu Bakar bin Abu Dawud menamatkan Alquran tiga kali dalam satu malam.

Selain itu, Abu Utsman al-Maghribi berkata, Ibnu Khatib menamatkan Alquran empat kali pada siang dan malam. Katanya, “Inilah jumlah terbanyak menamatkan Alquran dalam sehari semalam yang saya ketahui.

Di lain pihak, ada sebagian ulama salaf yang mementingkan tartil daripada khatam. Kelompok ini memandang tidak apa-apa kalau tidak khatam dalam waktu singkat. Hal yang penting tartilnya terjaga baik.

Ada sebagian ulama salaf yang mengulang membaca satu ayat agar meresapinya. Cara demikian dilakukan Rasulullah SAW. Di belakang Rasulullah SAW, ada juga sejumlah ulama salaf yang melakukan cara sama.

Ambil contoh, Tamim ad-Dariy. Ia membaca berulang-ulang ayat berikut, “Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu,” (QS al-Jatsiyah [45] : 21). Demikian pula Ibnu Masud, Said bin Zubair, dan yang lainnya.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Bermodal Tekad, Rintis Pesantren di Perbatasan

Bermodal Tekad, Rintis Pesantren di Perbatasan

Wednesday, 25 June 2014, 20:13 WIB

Kawasan Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh.

 

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH – Sejak kelulusannya dari perguruan tinggi dan meraih strata satu (S1) dalam bidang ekonomi, Ustaz Rasbi (25) ingin mengabdikan diri sepenuhnya untuk memberdayakan masyarakat dengan komitmen siap ditugaskan di manapun juga.

“Pekerjaan yang menarik, adalah menjadi dai dan bermanfaat untuk umat Islam,” ujarnya sambil tersenyum.

Setelah mendapat amanah penugasan di Aceh, Rasbi merasa mendapatkan kesempatan berharga untuk membangun kampungnya. Namun, kejutan pertama ia dapatkan saat tugas yang diemban di belahan bumi Aceh perbatasan tidak seperti tempat ia dibesarkan.

Walaupun terkenal dengan julukan Serambi Makkah, yang mayoritas dengan umat Islamnya, tapi tidak dengan daerah ini. Desa Lawe Loning Aman, Aceh Tenggara terletak di km 19 dari perbatasan dan km 25 jika dari pusat Kota Aceh.

Di desa ini, Muslim tergolong minoritas. Di sinilah Rasbi ditempatkan dan mengabdikan diri untuk membangun masyarakat.

Dua tahun sudah, pekerjaannya merintis dan mengajar taman pendidikan Alquran (TPA) setiap sore dilakoni. Mengajar majelis taklim dari masjid ke masjid dijalani. Hingga saat ini semua upaya yang dilakukan mendapat respons yang baik dari masyarakat sekitar.

Merintis sekolah Islam rujukan

Berdakwah di daerah perbatasan tidaklah mudah. Selain dikelilingi minoritas multietnis dan suku, Rasbi terkadang juga dihadapkan dengan keterbatasan.

“Kalau mereka didukung oleh dana dan transportasi yang memadai, sedangkan kita hanya bermodalkan takwa dan tekad yang kuat untuk berjuang demi Islam ini,” ujar dai muda ini.

Walaupun terbilang dai muda, ia banyak mengisi pengajian warga-warga sekitar. Bahkan, beliau setiap pekan ia harus mengisi pengajian di kampung non-Muslim, yang warga Muslimnya minoritas.

Berkat perjuangan Rasbi yang gigih, kini ia diamanahi tanah satu hektar untuk dikelola menjadi pesantren. Aktivitasnya tidak berhenti. Keprihatinan tidak adanya lembaga pendidikan Islam formal, membuatnya bertekad bersama teman-temanya merintis sekolah dasar Islam.

Kini telah berdiri sekolah Islam satu-satunya di daerah tersebut sebagai rujukan umat Islam di perbatasan.

Redaktur : Chairul Akhmad

 

 

NASIHAT MENJELANG BULAN RAMADHAN

NASIHAT MENJELANG BULAN RAMADHAN

 

Oleh

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

 

 

Pertanyaan

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Berkenan dengan datangnya bulan Ramadhan, yang bulan itu sebagai musim ibadah dan ketaatan. Alangkah baiknya jika Anda berkenan memberikan nasihat kepada kaum muslimin berkaitan dengan hal ini. Semoga Allah Azza wa Jalla menjaga, menolong dan memberikan taufiq kepada Anda.

 

Jawaban

Sebuah kalimat yang saya tujukan kepada kaum muslimin, bahwasanya pada bulan ini terdapat tiga macam ibadah yang agung, yaitu zakat, puasa, dan qiyam (berdiri untuk shalat).

 

1. Zakat

Kebanyakan manusia menunaikan zakatnya pada bulan ini. Menunaikan zakat dengan penuh amanah merupakan kewajiban setiap orang. Hendaknya seseorang merasa bahwa zakat merupakan ibadah dan sebagai salah satu kewajiban Islam. Dengan itu, ia bisa mendekatkan diri kepada Rabbnya dan melaksanakan salah satu dari rukun Islam yang agung. Membayar zakat bukan sebuah kerugian sebagaimana yang digambarkan syaitan.

 

Allah Azza wa Jalla berfirman.

 

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

 

"Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir). Sedangkan Allah menjanjikan kepadamu ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lag Maha Mengetahui" [al-Baqarah/2 : 268]

 

Bahkan membayar zakat sebenarnya merupakan keuntungan. Karena Allah Azza wa Jalla telah berfirman.

 

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

 

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui" [al-Baqarah/2 : 261]

 

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

 

"Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka adalah seperti kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat. Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat itu tidak menyiraminya, maka hujan gerimispun (telah cukup baginya). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat." [al-Baqarah/2 : 265]

 

Kemudian hendaknya seorang muslim mengeluarkan zakat yang wajib atasnya, baik dari harta yang sedikit maupun banyak. Selalu mengintropeksi diri dan tidak melalaikan setiap yang wajib dizakati, melainkan ia membayarkannya. Dengan demikian, dia akan terbebas dari tanggungan dan ancaman dahsyat, sebagaimana Allah Azza wa Jalla berfirman.

 

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

 

"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil terhadap harta-harta yang Allah berikan kepada mereka sebagai karunia-Nya itu menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sesungguhnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala urusan(yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan" [Ali-Imran/3 : 180]

 

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman.

 

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ﴿٣٤﴾ يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ

 

"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkan pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, 'Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu" [at-Taubah/9 : 34-35]

 

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ

 

"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang diberi harta oleh Allah Azza wa Jalla, lalu ia tidak menunaikan zakatnya, (maka) pada hari Kiamat hartanya dijelmakan menjadi seekor ular jantan aqra' (yang putih kepalanya, karena banyaknya racun pada kepala itu) yang berbusa di dua sudut mulutnya. Ular itu dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat. Ular itu mencengkeram dengan kedua rahangnya, lalu ular itu berkata, 'Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu".

 

Adapun ayat yang kedua, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menafsirkannya dengan bersabda.

 

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحَ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ

 

"Tidaklah pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya (yaitu zakat) melainkan pada hari Kiamat akan dijadikan lempengan-lempengan di neraka. Kemudian dipanaskan di dalam neraka Jahannam. Lalu dibakarlah dahi, lambung dan punggungnya. Tiap-tiap lempengan itu dingin kembali (dipanaskan dalam neraka Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Hal itu dilakukan pada hari Kiamat), yang satu hari sebanding dengan 50 ribu tahun, hingga diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat (atau akan diperlihatkan) jalannya. Apakah dia menuju surga atau neraka.

 

Demikian juga wajib baginya untuk memberikan zakat kepada orang yang berhak menerimnya. Janganlah membayar zakat hanya sebagai kebiasaan atau dalam keadaan terpaksa. Dan dengan pembayaran zakat itu, (kemudian) tidak (berarti) menjadikan kewajiban-kewajiban selain zakat menjadi gugur. Sehingga dengan demikian, pembayaran zakat akan menjadi amalan yang diterima.

 

2. Adapun Perkara Kedua Yang Dilakukan Kaum Muslimin Pada Bulan Ini, Ialah Puasa Ramadhan, Satu Diantara Rukun-Rukun Islam.

Adapun manfaat puasa, ialah sebagaimana telah disebutkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

 

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa." [al-Baqarah/2 : 183]

 

Maka manfaat puasa yang sesungguhnya, ialah takwa kepada Allah Azza wa Jalla dengan cara melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi laranganNya. Sehingga manusia melaksanakan apa yang diwajibkan Allah Azza wa Jalla kepadanya, yaitu berupa bersuci dan shalat, serta menjauhi yang telah Allah Azza wa Jalla haramkan baginya, seperti berdusta, menggunjing, dan menipu, serta lalai dengan kewajiban-kewajibannya.

 

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

 

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

 

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan masih juga melakukannya, serta melakukan perbuatan-perbuatan bodoh, maka Allah tidak membutuhkan terhadap puasanya, meskipun ia meninggalkan makan dan minumnya".

 

Yang amat disayangkan, kebanyakan kaum muslimin yang berpuasa pada bulan ini, perbuatan mereka tidak jauh berbeda dengan tatkala hari-hari berbuka (saat tidak berpuasa). Terkadang antara mereka dijumpai ada yang masih melalaikan kewajiban atau melakukan keharaman. Dan sekali lagi, ini sangat disesalkan. Adapun mukmin yang berakal, ialah mereka yang tidak menjadikan hari-hari puasanya sama seperti hari-hari berbukanya. Akan tetapi (sudah menjadi keharusan), apabila pada hari-hari puasanya, ia menjadi hamba yang lebih bertakwa dan lebih taat kepadaNya.

 

3. Perkara Ketiga, Yaitu Qiyam (Berdiri Untuk Shalat)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengajak untuk melakukan qiyam dengan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

 

"Barangsiapa yang melaksanakan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan balasan, maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat".

 

Sebagaimana telah dimaklumi, qiyam Ramadhan ini mencakup shalat-shalat sunnah pada malam hari dan shalat tarawih. Oleh karena itu, seharusnya setiap orang supaya memperhatikan dan menjaganya, serta berusaha mengikuti imam shalat sampai selesai. Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

 

مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

 

"Barangsiapa yang shalam (malam) bersama imam hingga selesai shalatnya, akan ditulis (pahala) shalat semalaman".

 

Adapun bagi para imam yang mengimami manusia pada shalat tarawih, mereka wajib bertakwa kepada Allah dalam hal-hal yang berkaitan dengan ma'mum. Mereka harus shalat dengan tuma'ninah dan tenang (tidak tergesa-tergesa), sehingga para ma'mum bisa melaksanakan setiap kewajiabn dan amalan-amalan sunnah sebaik mungkin. Sedangkan yang dilakukan kebanyakan manusia pada hari ini. Mereka shalat secara cepat sehingga tidak tuma'ninah. Padahal tuma'ninah merupakan bagian dari rukun-rukun shalat. Shalat tidak sah kecuali dengan tuma'ninah. Oleh karena itu, tergesa-gesa dalam shalat adalah haram. Sebab (1) mereka meninggalkan tuma'ninah, (2) seandainya mereka (imam) tidak meninggalkan tuma'ninah, maka sesungguhnya mereka menjadikan lelah orang-orang yang di belakangnya serta menyebabkan orang-orang itu meninggalkan tuma'ninah.

 

Oleh karena itu, seseorang yang mengimami manusia, jangan seperti jika ia shalat sendiri. Dia harus menjaga amanah terhadap manusia dan melaksanakan shalat dengan benar. Para ulama telah menyebutkan, bahwasanaya seorang imam dimakruhkan untuk mempercepat shalat sehingga menghalangi ma'mum untuk melaksanakan amalan sunnah. (Apabila demikian keadaannya), maka bagaimana jika imam mempercepat shalat sehingga menghalangi ma'mum dari mengerjakan sesuatu yang wajib?

 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XI/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]

Disclaimer:
The contents of this email, together with its attachments, may contain confidential information belong to Virginia Indonesia Co., LLC ("VICO") and Virginia Indonesia Co., CBM Limited  ("VICO CBM"). If you are not the intended recipient, please notify the sender immediately and delete this e-mail from your system, and you should not disseminate, distribute, copy or otherwise use this email or any part thereof.

Kosmologi Shalat

Kosmologi Shalat

Friday, 20 June 2014, 02:19 WIB

Umat Islam melaksanakan shalat berjamaah

 

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Di dalam Alquran dijelaskan bahwa yang melaksanakan shalat bukan hanya manusia, melainkan semua makhluk, termasuk benda mati.

Secara etimologi shalat berasal dari akar kata shala-yushla, kemudian membentuk kata shalla berarti doa, zikir, dan ketaatan (al-du’a, al-dzikr, wa  al-itha’ah).

Secara terminologi biasa diartikan dengan perbuatan tertentu beserta syarat-syarat tertentu dilakukan dalam waktu tertentu yang unsurnya terdiri atas berdiri, rukuk, duduk, sujud, tasbih, dan tahlil yang dimaksudkan sebagai salah satu bentuk ibadah khusus (mahdhah) kepada Tuhan Yang Mahakuasa.

Dalam tradisi ilmu hakikat shalat merupakan suatu hakikat idhafiyah (sandaran) antara “da’i” dan “mad’u” atau antara hamba dan Tuhan.

Para ahli hakikat memaknai shalat itu sebagai rangkaian secara fungsional dari berbagai derivasi yang muncul dari kata shalat, yaitu wushlah (sambungan), shila (hubungan), washl (tersambung), wishal (ketersambungan), shaulah (sambungan), dan shalaa  (ketersambungan).

Shalat berfungsi sebagai wushlah karena menyambung antara dua bagian menjadi satu yang sebelumnya berpisah. Shalat berfungsi sebagai shilah karena sebagai media penyampaian sebuah pemberian yang dimohon oleh sang pemohon.

Shalat berfungsi sebagai shaulah karena menjadi sarana penghubung antara Sang Mahakuasa dengan sang makhluk yang lemah.

Shalat juga berfungsi sebagai salwu karena menyungkurkan diri sang penyembah kepada Tuhannya yang disembah. Sedangkan, du’au ialah permohonan untuk sampaikan apa yang dimintanya dari tempat berdoa itu.

Menurut Dawud al-Qaishari dalam Syarah Fushush al-Hikam, kata shalawat yang disandarkan kepada Allah SWT untuk hamba-Nya berarti rahmat, shalawat dari malaikat kepada manusia bermakna istighfar, dan shalawat dari manusia kepada Tuhannya berarti doa.

Allah SWT bershalawat kepada hamba-Nya dalam arti memberi rahmat, sebagaimana dicontohkan di dalam Alquran, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS al-Ahzab [33]: 56).

Sedangkan, makhluk bershalawat kepada Allah SWT dalam arti doa disebutkan pada ayat, “Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah, kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS an-Nur [24]: 41).

Shalat dalam arti umum ialah persembahan dari makhluk kepada Sang Khalik. Di dalam Alquran dijelaskan bahwa yang melaksanakan shalat bukan hanya manusia, melainkan semua makhluk, termasuk benda mati. Bentuk dan kaifiyah-nya tentu berbeda satu sama lain.

Malaikat melakukan shalat disebutkan dalam ayat, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.” (QS al-Baqarah [2]: 30).

Para manusia menunaikan shalat disebutkan dalam berbagai ayat, di antaranya dalam (QS an-Nur [24]: 41).

Langit, bumi, bintang-bintang, pepohonan, dan berbagai jenis binatang juga shalat, sebagaimana disebutkan di dalam ayat, “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauhul Mahfuz) Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS al-Hajj [22]:70).

 

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Alkitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS al-An’am [6]:38).

Pada ayat lain, “Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya.” (QS ar-Rahman [55]:6).

Bahkan, makhluk yang selama ini dipersepsikan sebagai benda mati pun shalat. “Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS al-Isra’ [17]:44).

Shalat bagi manusia selain berfungsi sebagai pernyataan kehambaan diri kepada Tuhan, juga untuk membantu mengendalikan diri mereka sebagai khalifah.

Pada bagian pertama dari artikel ini dijelaskan shalat sebagai bentuk persembahan khusus kepada Sang Khalik dari para makhluk-Nya, baik makhluk makrokosmos (alam semesta) maupun mikrokosmos (manusia).

Walaupun bentuk dan cara shalat mereka masing-masing berbeda satu sama lain namun intinya shalat mereka merupakan ekspresi penghambaan diri terhadap Sang Khaliq yang sekaligus sebagai Tuhannya.
 
Manusia sebagai makhluk mikrokosmos, selain kapasitasnya sebagai hamba, juga  diamanati tugas ganda sebagai khalifah, yakni representatif Tuhan di dalam mengelola alam ini.

Karena itu, shalat bagi manusia selain berfungsi sebagai pernyataan kehambaan diri kepada Tuhan, juga untuk membantu  mengendalikan diri mereka sebagai khalifah di jagat raya (khalaif al-ardh).

Hal ini ditegaskan di dalam Alquran surah al-‘Ankabut ayat 45, “Sesungguhnya shalat mencegah kepada keburukan dan kemungkaran.”

Allah SWT juga menjamin orang-orang yang rajin menunaikan shalat akan berdampak positif di dalam penampilannya, yaitu ada bekas sujud tercermin di wajahnya (simahum fi wujuhihim min atsaris sujud) (QS al-Fath [48]: 29).

Dalam Alquran juga disebutkan shalat berpengaruh penting untuk mewujudkan kesadaran dan konsentrasi manusia (aqimis shalata li dzikri) (QS Thaha [20]:14), bahkan shalat menghadirkan ketenangan jiwa (ala bi dzikrillah tathmainnul qulub) (QS  ar-Ra’d [13]:28).

 

Manusia diberi berbagai keistimewaan oleh Sang Pencipta, Allah SWT, seperti satu-satunya makhluk yang  diciptakan langsung oleh kedua tangan Tuhan (khalaqtu bi yadayya) (QS Shad [38]: 75), makhluk-makhluk lain termasuk malaikat hanya diciptakan dengan satu tangan Tuhan (khalaqtu bi yadi).

Hanya kepada manusia berlaku konsep taskhir, yaitu penundukan segenap alam semesta kepadanya (wa sakhkhara lakum ma fis samawati wa ma fil ardli jami’an) (QS at-Jatsiyah [45]: 13).

Alquran menegaskan manusia makhluk paling sempurna di antara seluruh makhluk (laqad khalaqnal insan fi ahsani taqwim (QS at-Tin [95]: 4).

Namun demikian, keutamaan-keutamaan itu hendaknya tidak membuat manusia lupa diri dan semena-mena tanpa batas mengeksploitasi alam semesta di luar ambang batas daya dukungnya karena alam semesta paling taat dan paling ikhlas di dalam mendirikan shalat.

Makhluk makrokosmos tidak pernah mengusik pengabdian kepada Tuhannya dengan membanggakan diri  (istikbar), dengan mengunggulkan asal usul kejadiannya, sebagaimana dilakukan iblis.

“Hai iblis, apakah yang menghalangimu sujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu  menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?” (QS Shad [38]:74).

Makhluk makrokosmos juga tidak pernah mengangkat diri tinggi-tinggi (‘alin), dengan mengunggulkan prestasi spiritualnya, sebagaimana dilakukan Malaikat. “(Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu berfirman  kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku ingin menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’

Mereka berkata, ‘Apakah Engkau akan menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan-Mu?’  Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS al-Baqarah [2]: 30).

Dalam hadis, sebagaimana dikutip dari Imam al-Gazali, disebutkan setelah malaikat mengungkit prestasi spiritual mereka, mereka “diusir” dari halaman Istana ‘Arasy, lalu turun ke miniatur ‘Arasy yang dipersiapkan Tuhan di Baitul Makmur.

Sesungguhnya manusia harus malu kepada makhluk makrokosmos karena ternyata manusia menggabungkan kedua sifat-sifat tercela dari iblis (istikbar) dan malaikat (‘alin).

Sinyalemen banyak ayat dalam Alquran dan dalam kenyataan manusia banyak berperilaku angkuh (istikbar) dan suka mengangkat diri tinggi-tinggi karena prestasi (‘alin).

Manusia harus banyak belajar tawadhu sebagai bekas sujud (atsar sujud) sebagaimana makhluk makrokosmos. Bahkan manusia menambahkan satu lagi sifat tercela, yaitu ambisi.

Hal ini tercermin di  dalam ayat, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh”. (QS al-Ahzab [33]:72).

Lebih khusus lagi manusia tidak boleh membanggakan diri dengan munculnya tanda-tanda hitam di jidat dengan klaim sebagai bekas sujud (atsar sujud) sebab tanda bekas sujud yang dimaksud di dalam Alquran ialah Simahum fi wujuhihim min atsar al-sujud, yaitu tanda bekas sujud tercermin pada keseluruhan wajah (wujuh, bentuk jamak dari kata wajhun), bukannya dikatakan simahum fi jabhatin min atsharis sujud.

Jidat dalam bahasa Arab ialah jabhatun. Sedangkan, penggunaan kata wajhun (wajah) dalam Alquran termasuk lafaz musytarak, yang memilki banyak makna.

Perbuatan dengan sengaja menghitamkan jidat boleh jadi perbuatan dosa karena merusak keindahan ciptaan Allah SWT. Lain halnya kalau tanda hitam itu muncul betul-betul alami karena bekas keseringan sujud maka tentu Allah SWT Maha Mengetahui.

Konsep atsar al-sujud lebih merupakan pantulan atau resonansi shalat di dalam perilaku sehari-hari di kelompok sosial manapun yang kita dikategorikan. Wallahu a’lam.

Redaktur : Chairul Akhmad

 

 

Annisa Muslimah Meninggalkan Kampung Halaman demi Iman

Annisa Muslimah Meninggalkan Kampung Halaman demi Iman

Minggu, 15 Juni 2014, 04:37 WIB

Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Pembinaan mualaf dinilai masih sangat minim.

Lahir dari keluarga Tionghoa, Annisa Muslimah merasa semua yang dijalankannya sebagai penganut Buddha tak lebih dari doktrin dan tradisi.

Sebagai anak tunggal, ia merasa kehilangan bimbingan sejak sang ibu wafat, umurnya ketika itu tujuh tahun. Setelah ayahnya menikah lagi ketika ia SMA, Annisa juga menghadapi hubungan yang buruk dengan ibu tirinya.

Ketertarikan Annisa terhadap Islam berawal dari pembantu rumah tangga yang bekerja di rumahnya kala itu. Ia sering memperhatikan perempuan itu shalat.

Larangan keluarga besar agar mendekati pembantunya itu, ia campakkan. ''Saya diam-diam ke kamarnya. Ya bagaimana, tidak ada ibu, tidak ada yang membimbing,'' ungkap Annisa.

Mendiang ayah Annisa sebenarnya juga tertarik dengan Islam. Namun, keluarga besarnya melarang. Sang ayah kadang menyumbang masjid sebelah rumahnya saat Jumat dan memakai peci.

Sajadah pertama yang dimiliki Annisa setelah menjadi Muslimah, juga diberikan sang ayah. Sang ayah sudah merelakan Annisa memeluk Islam.

Sejak mereka masih bersama pun, ayahnya justru menyuruh Annisa  menikah dengan pria Muslim. Meski tradisi dalam keluarganya, etnis Tionghoa harus menikah dengan sesama etnis.

Pernah juga Annisa diajak ke gereja oleh kakak sepupunya, tapi ia tidak  mengerti apa yang disampaikan di sana. Diakuinya, membaca Alkitab tidak menumbuhkan perasaan apa pun di hatinya. Perayaan Natal juga malah ia manfaatkan sebagai ajang bermain.

Meski mayoritas teman-teman perempuan 30 tahun ini selama bersekolah di sebuah SMA Surabaya pada 1999-2002 beragama Kristen, ia sendiri lebih merasa nyaman dan dekat dengan teman-temannya yang Muslim.

 

Annisa sering memperhatikan mereka berpuasa. ''Pernah ada iklan shalawat di televisi saat itu, saya langsung hafal hanya sekali melihat,'' ungkap warga Jakarta Pusat ini.

Lulus kuliah pada 2005, antara masa jeda setelah ujian dan masuk kuliah, Annisa memanfaatkan layanan percakapan internet yang sedang ramai kala itu, yakni MIRC dan Yahoo Messenger untuk mengobrol dengan banyak orang.

Tak punya banyak teman bicara, ia memilih orang-orang di dunia maya untuk berbagi cerita. Secara acak, Annisa bertemu Fajar yang mengenalkan Islam padanya.

Percakapan online berlanjut menjadi diskusi via telepon. Sekitar dua bulan ia berdiskusi tentang Islam dengan teman yang tak pernah ditemuinya langsung dari bilik wartel. Sampai akhirnya, Annisa bersyahadat via telepon pada 2002.

Meski Annisa yakin ayahnya membolehkan, ia tidak segera mengabarkan keislamannya. Ia khawatir sang ayah akan menerima tekanan ibu tirinya yang tidak suka Annisa berstatus Muslimah. Belum lagi reaksi penolakan kakak sepupunya.

Ia masih ingat, ketika sedang berada di rumah sepupunya, ia sering diminta mematikan televisi saat sesi azan Maghrib berkumandang.

Ia bertanya sendiri, mengapa begitu? ''Susah sekali bahkan untuk sekadar mendengar azan. Saya curi-curi dengar azan di rumah jadinya,'' ungkap Annisa.

Semasa kuliah pun pada 2002-2005, ia lebih dekat dengan teman-teman Muslim. Ia sempat diajak shalat, tetapi urung dilakukan. Ia belum tahu bagaimana melakukan shalat yang benar.

Annisa mengungkapkan, pertama kali shalat, ia menggunakan jaket sebagai pengganti mukena atas dan seprai sebagai pengganti mukena bawah.

 

Ia shalat di atas tempat tidur sambil membaca buku bacaan shalat. Ramadhan ia gunakan untuk ikut berpuasa dan berbuka puasa bersama teman-temannya.

Diakuinya, pembinaan mualaf masih kurang sehingga selepas bersyahadat, mereka yang baru masuk Islam tidak tahu bagaimana harus belajar shalat, membaca Alquran, dan lain-lain. Selama di Surabaya, ia hanya belajar Islam dari buku-buku.

Setelah skripsi pada 2005, ia tak lagi tahan dengan tekanan sanak keluarga di Surabaya. Ia tak punya saudara maupun guru agama untuk bertanya dan belajar di sana. ''Susah, tidak bisa apa-apa jadinya,'' ungkap Annisa.

Tiga tahun menjadi Muslimah, pada tahun yang sama ia akhirnya memilih kabur dari Surabaya ke Jakarta. Ia menyelamatkan keislamannya akibat tekanan tiada henti dari sanak keluarga yang tak rela ia berislam.

Dengan bantuan temannya sesama etnis Tionghoa, ia membulatkan tekad kabur ke Jakarta meski harus berpisah dengan ayahnya. Saat awal pindah ke Jakarta dan kos di Depok, Annisa tidak tahu jika wanita Muslimah wajib berjilbab.

Ia sempat berpikir pasti menyenangkan bisa berjilbab. Ia lalu mencoba menggunakan kerudung dan menemukan kenyamanan serta rasa aman. Ia pun prihatin dan kasihan melihat mualaf banyak yang belum bisa mengaji dan tidak berkerudung. “Harus dibimbing memang,'' kata dia.

Di Jakarta, ia baru bisa belajar Islam secara intensif. Sekitar 2007, ia dikenalkan oleh temannya untuk belajar Islam dengan Herry H Hidayat yang menjadi suaminya sekarang. Ia pernah berhenti bekerja karena atasannya malah memintanya kembali meninggalkan Islam.

Sampai sekarang, Annisa masih terus belajar Islam. Sudah lancar membaca Alquran, suaminya meminta Annisa untuk mengajarkan Alquran juga kepada mualaf lainnya.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Ali Farqu Thoha, Dai Senduro, Lumajang Jawa Timur Dakwah dalam Gigitan Puncak Senduro

Ali Farqu Thoha, Dai Senduro, Lumajang Jawa Timur Dakwah dalam Gigitan Puncak Senduro

Sabtu, 21 Juni 2014, 11:10 WIB


Mualaf Tengger

 

REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Seorang lelaki setengah baya berjenggot tipis duduk di tengah kerumunan orang. Dia  memakai jaket tebal dan berbulu berwarna putih. Tidak hanya itu, karena hawa dingin masih menggigit tubuh, dia menambah dua kaos tipis di bagian dalam. Peci putih kusut kain juga menghias di kepalanya. Sesekali, terlihat badanya menggigil menahan tusukan hawa dingin. 
 
Sejumlah orang di sekelilingnya juga memakai jaket. Hanya bedanya, mereka mengenakan sarung yang diselempangkan di badan. Khas orang gunung. Maklum, di dusun Puncak, Desa Argosari, Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang Jatim, ketinggiannya sekitar 2.000 meter dari permukaan laut. Tak cukup hanya mengenakan satu helai baju untuk mengusir dingin.     
 
Lelaki tersebut adalah Ali Farqu Thoha. Da’i yang telah 20 tahun lebih berdakwah di kampung mualaf Senduro. Pria kelahiran Lumajang 28 Desember 1958 ini pandai berceramah. Isi ceramahnya ringan tapi mengena. Sesekali diselelingi humor cerdas yang mengundang gelak tawa jamaah. Tak jarang, jika tidak sedikit mualaf tertawa lebar.
 
Di sela-sela ceramahnya, sesekali Ali—sapaan akrabnya—bertanya seputar kondisi ibadah para mualaf: “Gimana shalat lima waktu kalian. Tidak pernah bolong-bolong, lagi kan ?”  “Insya Allah, jalan terus pak ustadz meski sering telat,” jawab Sukari, salah seorang jamaah. Ali pun bernafas lega. Berarti, usaha kerasnya selama ini membuahkan hasil meski belum begitu signifikan.
 
Kegiatan itu secara rutin dilakukan Ali. Terkadang sepekan sekali. Atau juga bisa lebih. Tergantung kebutuhan dan undangan mualaf. “Jika mualaf membutuhkan, mau tidak mau, saya harus datang,” ujar ayah dua anak ini. Selain untuk ceramah, terkadang Ali diundang untuk menangani masalah sepele; urusan keluarga, cocok tanam, cekcok sesama warga dan sebagainya. Bagi masyarakat, Ali dianggap seperti keluarga. Tak ada sekat lagi. Masalah apapun diadukan padanya. Masalah kecil atau besar sedikit-sedikit memanggil Ali.

Dusun Puncak merupakan dusun tertinggi di Desa Argosari ketimbang tiga dusun lainnya; Gedok, Pusung Duwur dan Bakalan. Wajar saja jika hawanya lebih menusuk. Selain itu, medannya juga menantang; terjal, licin dan menanjak.

Di tempat ini, jika menjelang siang kabut tebal turun. Tak pelak, sejauh mata memandang hanya kabut putih yang terlihat. Jarak pandang pun hanya sekitar 15 meter sehingga harus berhati-hati. Sebab, jika tidak, bisa jatuh ke pematang sawah yang cukup curam. Sementara, untuk menempuh tiga dusun lainnya, butuh waktu sekitar satu sampai dua jam. 
 
Menurut sumber, warga desa Argosari dulunya mayoritas Muslim. Fakta itu dengan adanya peninggalan sejumlah mushola. Namun, lantaran ditinggal da’i, Islam kemudian perlahan redup hingga lambat laun mati. Sebagai gantinya, mereka memeluk Hindu. Keadaan itu membuat Ali prihatin. Jiwa dakwahnya bangkit. Hatinya tergerak untuk menyadarkan masyarakat kembali pada jalan yang benar, Islam. Ali pun mengepakkan sayap dakwahnya. Dia melakukan pendekatan pada masyarakat sambil mengenalkan Islam kembali. Alhamdulillah, berkat hidayah dari Allah, kini sekitar 80 persen masyarakat telah kembali memeluk Islam.
 
Namun, hasil itu tidak serta merta didapat. Ali membutuhkan waktu sekitar 22 tahun silam. Tanpa kendaraan dan hanya berjalan kaki. Padahal, jaraknya sangat jauh, kelok-kelok, dan mendaki. Kadang melalui jalan terjal yang ditutupi awan tebal. Karena itu terkadang harus pelan. Risikonya perjalanan memakan tempo lama, bisa tiga sampai empat jam.  Objek dakwah Ali adalah mayoritas Hindu. Dia pun harus menggunakan cara yang jitu. Dia memiliki tiga cara yang dia sebut 3 K: Kelihatan, kenal dan kena. Untuk memperakrab, Ali selalu menyapa orang yang dijumpai.
 
Lambat laun, usaha Ali menuai hasil. Keramahannya itu mengundang simpati masyarakat. Mereka mulai penasaran pada agama yang dibawa Ali dan mulai banyak bertanya soal Islam. Meski begitu, Ali sangat berhati-hati dalam menjawab. Aplagi untuk soal yang sensitif, seperti neraka, surga, halal dan haram.
 
“Jangan sampai mereka takut duluan dan lari. Padahal, Islam belum dikenalkan secara baik,” ujarnya.
 
Cara itu cukup jitu. Satu persatu tertarik dan memeluk Islam. Alasanya macam-macam. Tapi, yang paling menarik adalah soal kebersihan dan kesehatan. Seperti kebersihan kala masuk masjid.

“Kalau di Hindu masuk Pura pake sandal. Tapi, di Islam masuk masjid harus dilepas,” tutur Karyo Slamet, mualaf Senduro yang dulunya beragama Hindu.
 
Karyo juga tertarik konsep kebersihan Islam dalam hal sunat ata khitan. Dalam Islam, laki-laki harus dikhitan. Dia menggambarkan seperti pisang: “Biar rasanya lebih enak, kan harus dikoncei kulite,” ujarnya sambil tersenyum malu.
 
Islam juga dirasakan membuat hati lebih damai dan bahagia. Hal serupa dialami Sukari. Mantan tokoh Hindu ini sebelum masuk Islam, selalu merasa tidak tenang. Tapi, usai masuk Islam, hidupnya bisa lebih tenang dan bahagia. “Entah kenapa. Setelah masuk Islam, hidup ini lebih bahagia,” ucapnya. Nampaknya, hal senanda juga banyak dialami orang Hindu lainnya. Karena itu, dari waktu ke waktu, satu persatu dari mereka banyak yang memeluk Islam. Hingga angka mualaf menjadi kian naik drastis.
 
Diancam Dibunuh
 
Hal tersebut nampaknya menjadi ancaman sejumlah pihak. Mungkin saja, mereka takut jika Islam berkembang pesat di sana . Karena itu, Ali pun mulai mendapat teror. Suatu saat, Ali mendapat pesan singkat (sms) bernada ancaman dari orang tak dikenal. Sms tersebut berbunyi: “Hentikan dakwah Islam di Senduro jika tidak ingin istrimu menjadi janda dan anakmu menjadi yatim.”
 
Tidak cuma sekali, menurut Ali sms seperti itu hampir setiap hari masuk di layar ponselnya. Takut? Ternyata, Ali tidak gentar sedikit pun. Dengan tegas dia katakan: “Barang siapa yang menolong agama Allah. Maka dia akan ditolong Allah.” Benar saja, ternyata sms tersebut tidak terjadi. Dia dan keluarganya masih sehat dan utuh.
 
Tidak itu saja. Pernah, ketika selepas pulang dakwah dari dusun Bakalan bersama Sutomo dihadang 70 orang tak dikenal. Tampang mereka sangar. Mirip preman bayaran. “Ali, hentikan dakwahmu! Jika tidak, lihat saja apa yang akan terjadi nanti,” teriak salah seorang dari mereka.
 
Ketika itu, jam menunjukkan pukul 22.00 malam. Gelap gulita. Tak ada seorang pun selain mereka. Jadi, seandainya terjadi sesuatu pasti tidak akan ada yang menolong. Ali hanya terdiam dan berdoa. Tapi, hal itu tak membuat mereka berhenti berteriak. Justru makin berani. Tiba-tiba, tak dinyana, Sutomo bertakbir:“Allahu Akbar.” Aneh, entah kenapa tiba-tiba 70 pria sangar itu lari tunggang langgang setelah mendengar takbir pria yang buta penglihatannya itu.

Berdakwah di Senduro bukan itu saja rintangannya. Alam juga menjadi ujian yang tak kalah beratnya. Pasalnya, medan yang sulit jika tidak hati-hati bisa berbahaya. Suatu malam, sekitar pukul 22.00 Ali pulang dari dusun Gedok ke rumahnya di Lumajang. Dia mengendarai sepeda motor. Karena sepedanya sudah lama, bunyinya seperti kumbang: Ngoongg...ngguungg ngggung. Keras sekali. Apalagi, jika harus melewati tanjakan. Motornya pun sampe terkentut-kentut.
 
Tiba-tiba, dari arah belawanan, ada truk lewat dengan kecepatan penuh. Kebetulan, jalannya sempit dan menanjak. Takut keserempet, motornya diarahkan ke pinggir jalan. Na’as, karena tak seimbang, Ali terjatuh. Dia pun masuk ke jurang. Untung saja tak dalam. Meski taka pa-apa, tapi sekujur tubuhnya seperti remuk.
 
“Sekujur tubuh sakit semua,” tuturnya.
 
Berdakwah di daerah tersebut bukan hal mudah. Selain karena sejumlah rintangan, yang menjadi kendala adalah dana dan jumlah da’i. Parahnya lagi, sangat jarang ada da’i yang rela berdakwah di tempat itu.
 
Ali pun sangat terbantu setelah berkerjasama dengan Warsito, DPD Hidayatullah Lumajang. Berkat kerjasama itu, dakwah di Senduro makin tertata. Jika Ali fokus berdakwah di Senduro, Warsito mencari dana ke sejumlah instansi, terutama Baitul Mal Hidayatullah (BMH), baik di Surabaya maupun Malang . Kini, telah ada seju mlah sarana ibadah; 4 masjid dan 10 mushola. 
 
Tak hanya itu, Warsito sendiri sering berdakwah ke Senduro. Dengan motor Suzuki GX tahun 1995 dia naik turun bukit bersama Ali untuk menyemai Islam di sana.

Nikah Masal Hingga Konversi Ternak

Dalam upaya meretas masalah yang ada, sejumlah program telah digulirkan. Mulai dari nikah masal bagi 68 pasangan muallaf suku Tengger. Mereka yang baru masuk islam di nikahkan di Masjid Nurul Huda, Dusun Tempuran, Kec.Senduro, Lumajang. Maka sebanyak 35 penghulupun didatangkan untuk memimpin prosesi ijab Kabul. Program berlanjut dengan khitanan masal untuk para muallaf, persertanya pun beragam usia, dari remaja hingga usia lansia .

Untuk meretas masalah ekonomi, BMH bekerjasama dengan dai-dai setempat melakukan pemberdayaan dibidang pertanian dengan penanaman bibit bawang serta menggulirkan program

Konversi ternak yang diberikan kepada mullaf suku Tengger Senduro Lumajang. Program ini bertujuan untuk mendorong masyarakat mengganti kebiasaan berternak babinya dengan berternak kambing.

Dai serta tokoh Senduro akan hadir dalam acara Inspirasi Dai Tangguh pada 22 Juni 2014 di SMESCO. Semoga kisahnya meninspirasi kita serta berperan untuk turt mendoakan para pembinasuku tengger disekitar lereng gunung Bromo Jawa Timur untuk tetap istiqomah. Semoga ikhtiar menguatkan hidayah yang terus berkesinambungan ini menjadi jalan meraih kemuliaan.

 

Redaktur : Maman Sudiaman

 

 

Selamat Shiyam Ma'af Lahir Bathin

      Perhatikan sabda sang Nabi,

      "Sesama muslim adalah keluarga"

      "Seperti tubuh, ketika kaki tertusuk duri,

      yang teriak adalah mulutnya,

      seluruh anggota tubuh yang lainnya juga ikut merasakan sakitnya"

      Maka angan-anganku melantur,

      rasanya seolah keluarga mafia lebih baik

      Sedikit saja kulit tersentuh,

      Sedikit saja kulit terluka,

      Sedikit saja teriakan ditelinga,

      Tak dapat diterima di dalam keluarga mafia.

      Nyawa taruhannya bagi si pengganggu.

      he..he..he....

    aku tersenyum senyum sendiri

    "Dulu saja ketika butuh,

      ketika sang kekasih terantuk batu,

      bersegera berlari untuk menolong,

      kalau perlu menjadi bantalan tempat jatuh sang kekasih".

      Setelah menjadi keluarga sendiri

      Ketika sang kekasih terantuk batu,

      yang keluar adalah kata makian,

      "Kamu letakkan dimana … matamu !!!"

      apa mau dikata,

      bagaimana bisa batu menempatkan dirinya diatas emas ?

      bagaimana matahari menempatkan dirinya dibawah bumi ?

       

      batu tetap batu, bagaimanapun tetap lebih mulia emas dari batu"

          bumi tetap bumi dan matahari tetap matahari,

    yang tetap memancarkan sinarnya untuk bumi

      Maka ketika kupandang diriku sendiri,

      aku tak lebih keras dari batu,

      aku tak lebih sinar dari bumi,

      aku tak lebih dari orang awam,

      yang senantiasa kurang sopan,

      berdiri di 'atas' kepala mereka yang lebih paham.

      Selamat Menunaikan Shiyam

      Memohon ma’af lahir dan bathin

Aa Gym: Banyak Orang Berilmu Malah Merusak Bangsa

Aa Gym: Banyak Orang Berilmu Malah Merusak Bangsa

Saturday, 28 June 2014, 15:52 WIB

H Abdullah Gymnastiar memberikan tauziah kepada jamaah yang hadir di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (13/3).

 

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- KH Abdullah Gymnastiar mengatakan, saat ini banyak orang yang berilmu, namun tidak dilandasi dengan nilai-nilai keimanan atau tauhid. Akibatnya, banyak orang yang berilmu tinggi, tetapi justru menjadi perusak sendi-sendi bangsa.

Ustaz yang biasa dipanggil Aa Gym tersebut menyatakan, ilmu pengetahuan hendaknya dilandasi dengan nilai-nilai keimanan atau tauhid. Pasalnya, tanpa tauhid, ilmu pengetahuan yang tinggi ibarat bangunan yang megah dengan pondasi rapuh.

"Sehingga justru membahayakan pemiliknya," katanya dalam pengajian Ramadhan 1435 H seusai shalat Subuh di Masjid Ulil Albab, Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Sabtu (28/6).

Menurut dia, ilmu pengetahuan merupakan pondasi bagi pembangunan peradaban sebuah bangsa. Islam pun mengajarkan kepada pemeluknya untuk senantiasa mencintai ilmu pengetahuan. Bahkan di dalam Alquran, Allah menyebut keutamaan orang berilmu yang akan ditinggikan derajatnya di antara manusia.

“Saat ini tidak cukup jika hanya memberi bekal pengetahuan yang mumpuni kepada generasi muda kita. Mereka juga tetap membutuhkan sentuhan nilai-nilai tauhid agar menjadi cendekiawan yang bermoral dan berakhlak mulia,” kata Aa Gym. 

Menanggapi paparan Aa Gym, Rektor UII Harsoyo menyatakan, kampusnya memang selalu menekankan pendidikan karakter kepada mahasiswanya. Hal tersebut sejalan dengan cita-cita pendiri UII yang ingin melahirkan cendekiawan Muslim dan pemimpin bangsa yang tidak hanya cerdas namun juga berakhlak mulia.

“Kiat-kiat dalam menyeleraskan antara ilmu dan iman adalah lewat berbagai kegiatan Islami yang menjadi bagian dari sistem pendidikan di UII, seperti Orientasi Nilai Dasar Islam (ONDI), pesantrenisasi, dan Latihan Kepemimpinan Islam Dasar (LKID),” tandas Harsoyo.
 

Reporter : Heri Purwata

Redaktur : Erik Purnama Putra

 

 

Menyambut Ramadhan

Menyambut Ramadhan

Sabtu, 28 Juni 2014, 14:28 WIB

Ramadhan (ilustrasi)

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh:  A Ilyas Ismail
Rasulullah SAW dan para sahabat menyambut bulan Ramadhan dengan penuh sukacita. Dalam pidato menyambut datangnya bulan Ramadhan,

Rasulullah SAW bersabda, “Telah datang kepada kalian bulan agung (syahrun 'azhim), bulan kebajikan (syahrun mubarak), dan bulan yang di dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan.” (HR Ibn Khuzaimah dari Salman).

Ramadhan tak pelak lagi merupakan anugerah dan rahmat dari Allah SWT (fadhlun min Allah wa rahmatuh). Sebagai anugerah dan rahmat, kita mensyukurinya. Bersyukur menyambut datangnya bulan Ramadhan dilakukan dengan empat hal.

Pertama, senang dan gembira karena datangnya rahmat Allah. Bagi orang Muslim, kegembiraan itu tak melulu karena adanya nikmat fisik atau kesenangan duniawi, tetapi lebih dari itu, justru karena adanya kenikmatan rohani (spiritual).

Firman Allah, Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS Yunus [10]: 58).

Kedua, mempertinggi ibadah dan amal shaleh. Seperti diterangkan dalam hadis di atas, kita diperintahkan puasa pada siang hari sebagai kewajiban dan shalat malam, yaitu shalat Tarawih, pada malam hari, sebagai anjuran (sunah).

Selain itu, kita disuruh banyak membaca Alquran, berzikir, dan istighfar, memohon petunjuk dan ampunan dari Allah SWT. Ketiga, berbagi dengan sedia membantu fakir miskin dan orang tak mampu.

Rasulullah SAW adalah manusia paling dermawan (ajwad al-nas), terlebih lagi pada bulan Ramadhan. Pada bulan ini, beliau berlari kencang dalam kebajikan, lebih kencang dari angin barat. (HR. Bukhari dari Ibn Abbas).

Memberi makan dan minum (buka) kepada orang yang puasa merupakan salah satu bentuk dari berbagi. Nabi SAW menyebut pahala memberi buka kepada orang puasa, sama dengan pahala puasa itu sendiri, tak berkurang sedikit pun. (HR. Ahmad dari Khalid al-Juhani).

Bahkan, orang yang menyediakan segelas air putih (apalagi segelas susu) bagi orang puasa, Allah SWT memberinya minum dari telaga surga yang siapa meminumnya, ia tak pernah haus selama-lamanya. (HR. Baihaqi dari Salman).

Keempat, berdoa, memohon petunjuk dan ampunan dari Allah SWT. Di bulan suci ini, kita diperintahkan banyak berdoa, karena Allah berkenan mendengar dan menerimanya.

Perhatikan ayat ini: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah [2]: 186).

Inilah hal yang perlu dilakukan sebagai syukur kepada Allah di bulan baik ini. Syukur, seperti dijanjikan, membawa dan mendatangkan kebaikan (nikmat) lebih besar bila kita melakukannya dengan benar. (QS Ibrahim [14]: 7)

Syukur yang benar meminta kita tak hanya pandai menerima nikmat Allah, tetapi mampu memperbaharui dan mengembangkannya. Ramadhan adalah sarana yang tepat untuk mendidik dan melatih kita menjadi hamba-hamba yang penuh syukur kepada-Nya. Wallahu a'lam.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Amalan-Amalan agar dibangunkan rumah di surga

Amalan-Amalan agar dibangunkan rumah di surga

 

 

 

Saudara ku, dalam agama kita ada beberapa amalan ringan yang balasannya adalah dibangunkan rumah di surga kelak. Apa saja amalan tersebut? Langsung saja kita bahas satu per satu

1.Ke masjid waktu subuh dan malam hari untuk shalat jamaah dan kegiatan ibadah lainnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

((مَنْ غَدَا إِلَى المَسْجِد أَوْ رَاحَ ، أَعَدَّ اللهُ لَهُ في الجَنَّةِ نُزُلاً كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ)). متفق عليه

"Siapa yang ke masjid waktu subuh atau malam hari, maka Allah menyiapkan baginya tempat tinggal di surga setiap kali ia berangkat." (HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Haafizh ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 2:183, menyatakan: (نُزُلاً) dengan di-dhommah-kan huruf nun dan zainya berarti tempat yang disiapkan untuk istirahat  dan dengan disukunkan huruf zai-nya berarti semua yang disiapkan untuk yang baru datang berupa penyambutan tamu dan sejenisnya.

Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Syarah Riyadhush Shalihin, 3:202 menyatakan:

((وظاهر الحديث أن من غدا إلى المسجد أو راح، سواءً غدا للصلاة أو لطلب علم أو لغير ذلك من مقاصد الخير أن الله يكتب له في الجنة نزلاً((

Makna textual dari hadis ini menunjukkan bahwa orang yang pergi ke masjid pagi-pagi atau sore hari, baik berangkat pagi-pagi untuk shalat atau menuntut ilmu atau selainnya dari kebaikan, maka Allah akan menetapkan untuknya tempat tinggal di surga.

2. Menyambung barisan dalam shalat dengan menutup sela-sela antara dia dengan sebelahnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

 مَنْ سَدَّ فُرْجَةًّ بَنَي اللهُ لَهُ بَيْتاً فِي الْجَنَّةِ وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً . الصحيحة : 1892

"Siapa yang menutup sela-sela barisan dalam shalat, maka Allah bangunkan rumah di surga dan angkat derajatnya." (HR al-Muhaamili dalam amaalinya dan dishahihkan al-Albani dalm Silsilah ash-Shahihah no. 1892).

Gimana tidak mau? Hanya cukup 3 detik saja.

 

3.Shalat sunah rawatib sebanyak 12 rakaat setiap hari, yakni, empat rakaat sebelum shalat zuhur dan dua rakaat setelahnya, 2 rakaat setelah shalat maghrib, 2 rakaat setelah shalat isya dan dua rakaat sebelum shalat subuh. Rasul  bersabda :

((مَنْ ثَابَرَ عَلَى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً من السُنة بَنَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ)). [صحيح الجامع : 6183]

"Siapa yang selalu shalat 12 rakaat setiap hari dan malam, maka dibangunkan baginya rumah di surga. yakni empat rakaat sebelum shalat zuhur dan dua rakaat setelahnya, 2 rakaat setelah shalat maghrib, 2 rakaat setelah shalat isya dan dua rakaat sebelum shalat subuh." (HR an-nasaa'i dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jaami' no. 6183)

Juga Imam Muslim meriwayatkan dari an-Nu'maan bin Salim dari Amru bin Aus beliau berkata: Telah menceritakan kepadaku Ambasah bin Abi Sufyaan dalam masa sakit yang membawanya pada kematian satu hadis yang dibanggakannya. Ambasah  berkata: Aku mendengar Ummu Habibah berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

((مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ)) )مسلم(

Siapa yang shalat 12 rakaat setiap hari dan malam, maka dibangunkan baginya rumah di surga

قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
وَقَالَ عَنْبَسَةُ فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ أُمِّ حَبِيبَةَ.
وَقَالَ عَمْرُو بْنُ أَوْسٍ مَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ عَنْبَسَةَ.
وَقَالَ النُّعْمَانُ بْنُ سَالِمٍ مَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ

Ummu Habibah berkata: "Tidaklah aku meninggalkannya sejak aku mendengarkannya dari Rasulullah."

Ambasah berkata: "Tidaklah aku meninggalkannya sejak aku mendengarkannya dari Ummu habibah."

Amru bin Aus berkata: "Tidaklah aku meninggalkannya sejak aku mendengarkannya dari Ambasah."

An-Nu'maan bin Saalim  berkata: "Tidaklah aku meninggalkannya sejak aku mendengarkannya dari Amru bin Aus."

Bagaimana mungkin seorang tidak menginginkan pahala ketaatan ini. Ketaatan yang hanya menghabiskan kurang lebih 30 menit.

4.Shalat dhuha empat rakaat dan empat rakaat sebelum zuhur. Seperti yang diriwayatkan Al-bani dan kumpulan hadist-hadis shahih, Rasul  Bersabda :

((مَنْ صَلَّى الضُّحَى أَرْبَعاً وَقَبْلَ الأُوْلَى أَرْبَعاً بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ)) [الصحيحة : 2349]

"Siapa yang shalat dhuha empat rakaat dan empat rakaat sebelum shalat pertama (shalat zuhur), maka dibangunkan baginya rumah di surga." (HR ath-Thabrani dalam al-Ausath dan dishahihkan al-Albani dalam Silsilah Ahaadits Shahihah no. 2349).

Syaikh al-Albani menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan shalat pertama adalah shalat zuhur.

Bagaimana mungkin seorang meninggalkannya padahal hanya butuh 20 menit saja.

5.Memperbanyak membaca surat Al-Ikhlas, minimal 10 kali setiap hari. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. bersabda:

مَنْ قَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ حَتَّى يَخْتِمَهَا عَشْرَ مَرَّاتٍ بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْرًا فِي الْجَنَّةِ فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِذَنْ أَسْتَكْثِرَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُ أَكْثَرُ وَأَطْيَبُ [الصحيحة : 2/137]

"Siapa yang membaca  qulhuwa allahu ahad sampai selesai sebanyak sepuluh kali, maka Allah akan membangunkan baginya istana di surga." Umar bertanya: "Kalau begitu  kita memperbanyak istana wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Allah lebih banyak dan lebih baik." (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani dalam Silsilah Shahihah no. 589 juz 2:137).

Bagaimana seorang meninggalkan pahala besar ini, padahal hanya butuh 3 menit saja!

 

 

6. Bicara yang baik, memberikan makan pada fakir miskin, rajin berpuasa dan shalat malam (tahajjud). Rasul Saw. bersabda :

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا فَقَامَ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لِمَنْ أَطَابَ الْكَلَامَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ

"Sesungguhnya di surga itu ada kamar-kamar yang dapat dilihat luarnya dari dalamnya, dan dalamnya dari luarnya." Maka seorang Badwi berkata: "Untuk siapa itu wahai Rasulullah?" Beliau berkata: "Untuk orang yang baik perkataannya, memberikan makan pada orang lain, terus menerus berpuasa (puasa Daud) dan shalat di malam hari sedangkan manusia sedang tidur nyenyak." (HR. At-Tirmizi  dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1984)

 

 

 

7.Mengunjungi orang sakit atau saudara seiman, berdasarkan sabda Rasulullah:

((مَنْ عَادَ مَرِيضاً أَوْ زَارَ أخاً لَهُ في الله ، نَادَاهُ مُنَادٍ : بِأنْ طِبْتَ ، وَطَابَ مَمْشَاكَ ، وَتَبَوَّأتَ مِنَ الجَنَّةِ مَنْزِلاً)). [صحيح الترمذي : 1633]

"Siapa yang mengunjungi orang sakit atau saudaranya seiman (seagama Islam), maka ia diseru oleh orang (malaikat): 'Engkau adalah orang baik dan baik pula perjalananmu dan Allah telah menyiapkan bagimu rumah di surga'." (HR. At-Tirmizi dan dishahihkan al-Albani dalan Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1633)

 

 

8. Mengucapkan doa masuk pasar. Seperti dijelaskan dalam sabda beliau:

مَنْ دَخَلَ السُّوقَ فَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ دَرَجَةٍ وَبُنِيَ لَهُ بَيْتاً فِي الْجَنَّةِ

Siapa yang masuk pasar berdoa dengan doa:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

"Maka Allah akan tetapkan sejuta kebaikan dan menghapus darinya sejuta dosa dan mengangkat sejuta derajat serta dibangunkan baginya rumah di surga." (HR at-Tirmidzi dan ibnu Majah dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jaami' no. 11176)

Inipun tidak membutuhkan lebih dari 15 detik.

Alhamdulillah begitu banyak amalan ringan yg diberikan balasan luar biasa dalam islam, termasuk amalan yang kita bahas di atas.

Semoga Allah memberikan Taufiq nya kepada kita agar senantiasa melaksanakan amal soleh. Amin…..

 

 

Disclaimer:
The contents of this email, together with its attachments, may contain confidential information belong to Virginia Indonesia Co., LLC ("VICO") and Virginia Indonesia Co., CBM Limited  ("VICO CBM"). If you are not the intended recipient, please notify the sender immediately and delete this e-mail from your system, and you should not disseminate, distribute, copy or otherwise use this email or any part thereof.