Rabu, 28 Agustus 2013

HAK-HAK UKHUWWAH

Visit waysofmuslim.blogspot.com

 

HAK-HAK UKHUWWAH

 

Oleh

DR. Syaikh Shâlih bin Fauzân Alu Fauzân

 

 

Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla , yang telah menjadikan kaum Muslimin bersaudara dan saling menyayangi, yang memerintahkan mereka agar saling tolong-menolong dalam kemaslahatan dunia dan agama. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilâh yang haq diibadahi kecuali Allah Azza wa Jalla, tiada sekutu bagi-Nya' Dan aku bersaksi bahwa Muhammad n adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga keselamatan tercurahkan kepadanya, keluarganya, para shahabatnya dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga hari kiamat.

 

Wahai manusia, bertaqwalah kepada Allah Azza wa Jalla , ketahuilah bahwa Allah Azza wa Jalla mewajibkan ukhuwah dan tolong menolong kepada sesama muslim dalam kemaslahatan dunia dan agama. Allah Azza wa Jalla berfirman

 

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

 

Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah Azza wa Jalla , supaya kamu mendapat rahmat. [al-Hujurât/ 49:10]

 

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 

 

مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَوَدِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلَ الْجَسَدِالْوَاحِدِ ,إِذَااشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِوَالْحُمَّى

 

Perumpamaan kaum mukminin satu dengan yang lainnya dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling berlemah lembut di antara mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota badan sakit, maka semua anggota badannya juga merasa demam dan tidak bisa tidur.[HR Muslim no. 4658]

 

Apabila ini yang menjadi kewajiban kaum Muslimin, maka ukhuwah ini mewajibkan mereka saling memenuhi hak satu dengan lainnya. Di antara hak tersebut adalah :

 

A. Mencintai Karena Allah Azza wa Jalla .

Yaitu tanpa membedakan nasab di antara mereka, juga tanpa egoisme yang membawa mereka kepada sifat tidak baik, akan tetapi karena Allah Azza wa Jalla semata-mata. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

 

لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِى

 

Tidak (sempurna) iman salah seorang di antara kamu hingga dia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.[HR Bukhari no. 12]

 

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya: "Ada 3 hal, barang siapa yang berada padanya ia akan merasakan manisnya iman, pertama: hendaklah Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih dia cintai dari pada selainnya; kedua: dia mencintai seseorang semata-mata karena Allah Azza wa Jalla ; ketiga: dia enggan untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagimana dia juga enggan untuk dilemparkan ke dalam api Neraka."[HR Bukhari no. 15]

 

B. Mendamaikan Mereka.

Apabila ada perselisihan dan perpecahan di antara mereka, maka kewajiban seorang muslim adalah mendamaikannya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

 

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ 

 

Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah Azza wa Jalla dan perbaikilah hubungan antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman."[Al-Anfal/8:1]

 

Islâh maknanya adalah meluruskan masalah yang diperselisihkan dan mengembalikannya kepada kaum Muslimin serta memperbaiki kedua pihak yang berselisih.

 

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menganggap perbuatan mendamaikan kaum Muslimin sebagai sedekah, maka kewajiban mereka yaitu jika ada perselisihan atau perpecahan di antara mereka, hendaknya mereka damaikan dan luruskan perselisihan tersebut dengan adil, sehingga ukhuwah kembali terjalin di antara mereka. 

 

C. Jujur Dalam Bermuamalah.

Hendaknya mereka bermuamalah dengan jujur, tidak berdusta, tidak berkhianat dan tidak menipu dalam jual beli. Hendaknya muamalah jual beli tersebut dilakukan atas dasar niat yang baik, tanpa menutupi aib yang ada pada barang yang dijual dan tanpa berbohong dalam harganya. Kejujuran adalah keselamatan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: " Apabila dua orang muslim bermuamalah jual beli, maka ada khiyar (hak memilih) bagi keduanya. Jika keduanya jujur dan berterus terang, maka keduanya akan mendapat barakah dari jual belinya, dan jika keduanya berdusta dan menyembunyikan, maka barakah akan dihilangkan dari jual belinya."

 

D. Mendoakan Kebaikan Kepadanya, Mendoakannya Dengan Maghfirah, Agar Diberi Kemaslahatan Dunia dan Agama. 

Allah Azza wa Jalla berfirman:

 

وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ 

 

Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.[Muhammad/ 47:19]

 

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya: " Hak muslim satu dengan lainnya ada 6, yaitu apabila engkau bertemu dengannya, berilah salam kepadanya; apabila dia mengundangmu, penuhilah udangannya; apabila dia meminta nasehat kepadamu, maka nasehatilah; apabila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillâh, maka doakanlah; apabila dia sakit, maka jenguklah; dan apabila dia meninggal, maka iringilah jenazahnya."

 

Pertama: Apabila seorang muslim bertemu dengan saudaranya, hendaknya dia mendahuluinya dengan salam. Memulai salam hukumnya sunah, sedangkan menjawab salam hukumnya wajib, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

 

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا 

 

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa) [an-Nisâ`/ 4:86]

 

Hendaknya kaum Muslimin menyebarkan salam di antara mereka. Abdullah bin Salam mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya: " Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan (orang miskin-red), sambunglah silaturahmi dan shalatlah pada malam hari ketika manusia dalam sedang tidur, engkau akan masuk surga dengan keselamatan."[HR Ibnu Majah no. 1324]

 

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menggabungkan perintah mengucap salam dan memberi makan (fakir miskin) karena hal itu akan menumbuhkan rasa kecintaan antar kaum Muslimin dan menghilangkan kegelisahan.

 

Kedua: Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : " Apabila dia mengundangmu , maka penuhilah." Maksudnya, apabila dia mengundangmu untuk walimah atau hadir dalam suatu resepsi, hendaknya engkau datang, kecuali apabila ada udzur syar`i yang menyebabkan berhalangan hadir atau memberatkanmu. . Akan tetapi jika pada walimah atau resepsi tersebut ada kemungkaran dan engkau mampu mengubah kemungkaran tersebut, maka engkau wajib datang dan mengubahnya. Akan tetapi jika tidak mampu mengubahnya, janganlah engkau menghadirinya. Kehadiranmu yang tidak bisa mengubah kemungkaran itu, merupakan tanda engkau setuju dengan hal tersebut.

 

Ketiga: Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : " Apabila dia minta nasehat, maka nasehatilah." Maksudnya, apabila dia meminta nasehat kepadamu dalam suatu perkara dan meminta pendapat kamu yang baik, maka hendaknya kamu bersungguh-sungguh menasehatinya, baik dalam hal yang dia sukai maupun tidak. 

 

Keempat : Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : " Apabila dia bersin dan memuji Allah Azza wa Jalla , doakanlah dia." Bersin merupakan nikmat dari Allah Azza wa Jalla karena mengosongkan udara buruk yang ada di tubuh. Apabila dia bersin, ini merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla yang perlu disyukuri. Sehingga apabila dia memuji Allah Azza wa Jalla , wajib bagi orang yang berada di sisinya untuk mendoakanya dengan mengucapkan: " Yarhamukallâh". Kemudian orang yang bersin mengucapkan: " Yahdîkumullâh wa yushlih bâlakum." Ini merupakan perilaku Muslimin yang baik, maka hukumnya wajib untuk menjawab orang yang bersin apabila dia memuji Allah Azza wa Jalla.

 

Kelima : Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : " Apabila dia sakit, maka jenguklah." Menjenguk orang sakit mengandung kebaikan yang banyak, di antaranya bisa mengurangi beban orang yang sakit dan keluarganya. Mengunjunginya, duduk di sampingnya dan mendoakannya, maka akan membuat dia bahagia dan menguatkan rajâ`nya kepada Allah Azza wa Jalla . Di antara adab menjenguk orang sakit, pertama: hendaknya secara berkala; jangan setiap hari karena hal itu akan memberatkannya, kecuali dia suka yang demikian. Kedua: mendoakan kesembuhan baginya, memberi motivasi kepadanya agar segera sembuh, melapangkan bebannya, dan menghiburnya. Ketiga: hendaknya jangan berlama-lama duduk di sampingnya agar tidak membebaninya, kecuali dia menginginkannya.

 

Keenam : Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : " Apabila dia meninggal dunia, maka iringilah jenazahnya." Hal itu karena ada doa, permohonan ampun kepadanya, menyenangkan wali dan kerabatnya dan ada unsur memuliakan kedudukan orang yang meninggal. Barang siapa yang menghadiri jenazah, menyalatkan dan mendoakannya, maka dia akan memperoleh pahala satu qirâth. Barang siapa menyalatkan dan mengiringinya sampai pemakaman, dia akan memperolah 2 qirâth. Ada yang bertanya: "Wahai Rasulullah, apa itu dua qirâth?" Beliau menjawab "Seperti dua gunung yang besar."

 

Wahai hamba Allah Azza wa Jalla , bertaqwalah kepada Allah Azza wa Jalla dan jagalah hak-hak saudara kalian. Allah Azza wa Jalla berfirman

 

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

 

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah Azza wa Jalla , Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla amat berat siksa-Nya. [al-Mâidah/ 5:2]

 

Wahai hamba Allah Azza wa Jalla , bertaqwalah kepada Allah Azza wa Jalla , ketahuilah bahwa di antara hak-hak kaum Muslimin satu dengan lainnya adalah amar ma`ruf dan nahi munkar. Maka, apabila engkau melihat saudaramu berada dalam kemaksiatan dan penyelisihan kepada syariat atau lainnya engkau tidak boleh mendiamkannya. Akan tetapi engkau harus menasehatinya secara sembunyi-sembunyi antara engkau dan dia. Dan hendaknya engkau menunjukkannya pada kebaikan dan memperingatkannnya dari keburukan.. Hendaknya engkau perbaiki dengan cara yang baik, hingga dia bisa mengetahui bahwa kamu adalah saudaranya dan engkau sangat memperhatikannya.

 

Wahai hamba Allah Azza wa Jalla, bertaqwalah kepada Allah Azza wa Jalla dan bersemangatlah dalam menunaikan hak-haknya sebagaimana engkau juga meminta agar hak engkau dipenuhi oleh saudaramu.

 

Maraji':

Al-Khuthab al-Mimbariyah cet.Dar Ashimah hl, 191-198 oleh Dr Shalih bin Fauzan al-Fauzan 

 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIII/1430/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Disclaimer:
The contents of this email, together with its attachments, may contain confidential information belong to Virginia Indonesia Co., LLC ("VICO") and Virginia Indonesia Co., CBM Limited  ("VICO CBM"). If you are not the intended recipient, please notify the sender immediately and delete this e-mail from your system, and you should not disseminate, distribute, copy or otherwise use this email or any part thereof.

Tiga Ah

Visit waysofmuslim.blogspot.com

 

BY JAMILAZZAINI  AUGUST 27, 2013  

Senin, 26 Agustus 2013, saya kedatangan tamu para pejuang dari Yatim Mandiri. Lembaga ini tercatat di MURI [Museum Rekor-Dunia Indonesia] sebagai lembaga yang paling banyak memberikan santunan kepada anak yatim. Berbagai program yang digarap bertujuan agar anak yatim menjadi mandiri. Anak-anak yatim yang dibina diharapkan memiliki mental tangan di atas bukan tangan di bawah.

Pada kesempatan silaturrahim tersebut, saya diminta untuk memberikan "wejangan" atau pembekalan kepada mereka agar memiliki mental pejuang. Maka, saya menawarkan formula "3 ah". Apa itu? Kafaah, Himmah dan Amanah. Maknanya dapat dipahami dengan penjelasan singkat berikut ini.

Pertama, para pejuang harus memiliki Kafaah (kemampuan atau keahlian) bila ingin menang di medan pertempuran. Nabi pernah berpesan, "Serahkan pekerjaan pada ahlinya." Jadi, temukan talenta dan potensi Anda. Setelah itu, latihlah secara konsisten talenta dan potensi itu agar menjadi keahlian.

Sebuah riset di Berlin Academy of Music menyebutkan bahwa seseorang akan menjadi ahli level dunia bila memiliki "jam terbang" 10 ribu jam. Latih dan lakukan terus keahlian Anda secara berulang-ulang dengan kualitas yang terus meningkat. Bekerjalah dengan keahlian Anda maka Anda tak akan pernah merasa bekerja.

Kedua, Anda harus punya Himmah (etos kerja). Bekerja bukan hanya sekadar mencari rupiah tapi pastikan juga bernilai ibadah. Selalu bersemangat menciptakan ide dan gagasan baru, karena bila itu memberi kebaikan dan dicontoh banyak orang maka pahalanya mengalir tiada henti.

Temukan alasan kuat mengapa Anda harus melakukan pekerjaan Anda. Bayangkanlah berbagai kebaikan yang akan muncul apabila pekerjaan Anda terlaksana dengan baik. Banggalah dengan apa yang Anda lakukan dan selalu berupaya melakukan yang terbaik.

Ketiga, amanah. Maknanya apa yang kita lakukan harus memberi nilai tambah, bukan hanya untuk memenuhi "job description" saja. Amanah juga bermakna bahwa siapapun yang bekerja sama dengan kita, mereka merasa aman dan tidak khawatir.

"Wejangan" ini memang saya khususkan kepada para pejuang Yatim Mandiri. Namun demikian, saya berharap ini juga bermanfaat bagi Anda yang membaca. Nah, sudahkah Anda memiliki tiga ah itu?

Salam SuksesMulia!

Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini

 

Disclaimer:
The contents of this email, together with its attachments, may contain confidential information belong to Virginia Indonesia Co., LLC ("VICO") and Virginia Indonesia Co., CBM Limited  ("VICO CBM"). If you are not the intended recipient, please notify the sender immediately and delete this e-mail from your system, and you should not disseminate, distribute, copy or otherwise use this email or any part thereof.

Spirit Istiqlal

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Spirit Istiqlal

Kamis, 22 Agustus 2013, 10:41 WIB

Masjid Istiqlal, Jakarta.

 

REPUBLIKA.CO.ID. Oleh Muhbib Abdul Wahab
Alkisah, pada suatu hari, seorang warga Mesir datang ke Madinah untuk mengadukan gubenurnya, 'Amr ibn Al-'Ash. "Saya dizhalimi," wahai Amirul Mukminin. "Perlakuan zhalim seperti apa yang kau alami?" tanya 'Umar.
   
"Saya mengikuti lomba pacuan kuda. Kuda saya bisa mendahului kuda anak 'Amr bin Al-'Ash. Ia marah karena saya bisa membalap dan mengalahkannya. Ia turun dari kudanya, lalu memukuli saya di hadapan para penonton, termasuk sang gubernur, tetapi tidak seorang pun membela saya."

Anak gubernur itu bahkan menyatakan: "Kenapa engkau berani mendahuluiku. Tidakkah engkau tahu, aku adalah anak orang paling terhormat di negeri ini (Mesir)!"
    
Mendengar pengaduan rakyatnya, 'Umar langsung menemui anak gubernur, Muhammad ibn 'Amr bin Al-'Ash dan memberikan balasan setimpal berupa pukulan seperti yang dialami oleh warganya tersebut.

Setelah itu 'Umar menyentil sang gubernur, 'Amir bin Al-'Ash:  "Sejak kapan engkau memperbudak rakyat, sementara mereka itu dilahirkan oleh ibu mereka dalam keadaan merdeka?!"
   
Kasus tersebut menunjukkan betapa tinggi kepedulian dan keadilan sang khalifah (pemimpin umat) terhadap  kemerdekaan warganya.

Merdeka adalah hak asasi setiap manusia dan bangsa. Karena itu, siapapun di muka bumi tidak berhak untuk menindas, menzhalimi, mengeksploitasi, menginvasi, dan merampas hak-hak kemerdekaan mereka atas nama apapun, lebih-lebih atas nama kekuasaan. Karena kekuasaan adalah amanah, bukan peluang untuk menjajah.

Peringatan HUT kemerdekaan RI mengingatkan kita kepada masjid terbesar di Indonesia, Istiqlal. Masjid ini memang berarti masjid kemerdekaan, karena dibangun sebagai sebuah monumen dan sekaligus sarana ibadah yang  menyadarkan kita semua akan arti penting kemerdekaan yang telah diperjuangkan para pendahulu kita dengan pengorbanan jiwa, raga, dan harta.
   
Kata istiqlal itu sendiri dalam bahasa Arab berarti mandiri, merdeka, tidak bergantung dan didikte oleh pihak lain. Dengan mendirikan masjid ini, para pendiri bangsa ini (founding fathers) seakan berpesan dengan memakmurkan masjid, kita semua bisa mewujudkan kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya.

Masjid adalah pusat dan sumber inspirasi kemerdekaan dalam segala hal, karena di masjid semua Muslim hanya mengabdi dan memohon pertolongan kepada Allah SWT (QS Al-Fatihah [1]: 5). Ayat ini oleh para mufassir, antara lain, dimaknai ayat pembebasan manusia dari ketergantungan kepada makhluk  menuju tauhid sejati.
    
Kemerdekaan dapat terwujud jika kita semua bersatu dan mensinergikan diri untuk mewujudkan cita-cita mulia. Shalat berjamaah di masjid tidak hanya melambangkan persatuan dan kebersamaan, tetapi juga persamaan (equality), egalitarianisme, dan anti-diskriminasi.

Yang kaya dan miskin, pejabat dan rakyat, penguasa dan pengusaha dapat berdiri dalam shaf yang sama. Tidak ada masjid hanya dikhususkan para penguasa, pengusaha, atau pejabat. Masjid, seperti halnya kemerdekaan, adalah hak semua.
   
Masjid dan kemerdekaan merupakan sebuah keniscayaan atau ibarat dua sisi dari satu mata uang. Dalam masjid kita dididik untuk hanya bertawajjuh (mengorientasikan diri) dan takut kepada Allah, sehingga kita tidak serta-merta membeo dan gampang diintervensi oleh siapapun.

Masjid mendidik kita untuk mandiri, mengembangkan semangat kebersamaan, nasionalisme, dan patriotisme sejati.
Spirit istiqlal tidak dapat dipisahkan dari semangat pengabdian dan pengorbanan. Kita sudah mewarisi kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan dan pendahulu kita.

Pertanyaannya, sudahkah kita mewarisi pengabdian dan pengorbanan mereka untuk kejayaan negeri ini. Istiqlal mengajarkan kita untuk menanam dan berinvestasi masa depan, bukan berlomba-lomba memanen hasil jerih payah para pendahulu kita dengan menghalalkan segala cara.
   
Istiqlal merupakan investasi paling berharga yang ditanamkan para pendahulu kita untuk dijaga, dipertahankan, dimaknai, dan dikembangkan.

Istiqlal tidak cukup hanya diperingati secara rutin tanpa diaktualisasikan dalam bentuk dedikasi dan karya nyata. Istiqlal adalah ruh nasionalisme kita yang perlu ditanamkan pada diri generasi muda kita.
   
Ketika bangsa ini sakit dan lesu darah nasionalisme, maka semangat istiqlal  perlu digelorakan kembali, dengan memberikan keteladanan moral dan spiritual seperti kokohnya bangunan masjid Istiqlal.

Ketika para wakil rakyat dan para pejabat berlomba-lomba memperkaya diri, alunan ayat dan azan nan merdu dari Istiqlal seharusnya menyadarkan semua untuk tidak mudah dijajah oleh hawa nafsu duniawi, kerakusan, dan keserakahan.
  
Istiqlal adalah poros kemerdekaan Indonesia. Melaluinya kita bisa beramal sosial, menempa kekuatan moral dan kecerdasan spiritual kita.

Idealnya, peringatan HUT Kemerdekaan RI diperingati di Masjid Istiqlal dengan renungan suci, taubat nasional, dan komitmen bersama untuk memerdekakan bangsa ini dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, korupsi, illegal logging, miras, narkoba, pornografi, pornoaksi, premanisme, dan segala bentuk kemaksiatan yang merajalela di negeri ini.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Minggu, 25 Agustus 2013

Telapak Tangan di Tanah

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Telapak Tangan di Tanah

Kamis, 22 Agustus 2013, 10:27 WIB

Orang berdoa

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh HM. Rizal Fadillah

 Rasulullah SAW bersabda “yaquulullah tabaaraka wa taala man tawaadha’a lii haakadzaa rafa’tuhu haakadzaa”—Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, 'Barangsiapa rendah hati karena-Ku seperti ini, Aku akan  mengangkat derajatnya seperti ini’—(HR Muslim).

 

Beliau menyampaikan hadits tersebut sambil memberi isyarat dengan tangan kanannya yakni telapak tangan di bawah dan menempel di tanah dengan punggung tangannya ke atas. Sementara ketika menyatakan “aku akan mengangkat derajatnya seperti ini”, beliau SAW meletakkan telapak tangannya menghadap ke atas dan mengangkat ke langit.

 

Rendah hati adalah kata kunci. Allah akan tinggikan derajat hamba baik dalam pergaulan sesama maupun dihadapan Allah SWT bagi mereka yang memiliki kerendahan hati. Sebaliknya orang yang menyombongkan diri, maka allah akan rendahkan derajat mereka. Sejarah kehidupan orang sombong selalu berakhir dengan kehinaan. Rosululullah SAW sendiri adalah figur yang sangat rendah hati.

 

Rosulullah SAW adalah seorang pemimpin yang rendah hati dan sangat lembut, selalu memperhatikan setiap orang yang bertanya, tidak berpaling hingga si penanya yang berpaling. Menyambut setiap orang yang mengulurkan, tidak akan melepaskan jabatan tangannya hingga orang itulah yang melepaskannya.

 

Tatkala ada delegasi Najasi datang, beliau sendiri yang melayani mereka. Ketika sahabat menegur “sudah cukup ada yang lain” jawab beliau “aku ingin membalas sendiri kebaikan mereka”. Ketika dalam perjalanan Rosulullah perintahkan menyembelih kambing, masing masing menyatakan “ aku yang menyembelih” yang lain mengatakan “aku yang menguliti”, yang lain lagi “aku yang memasak”, Rosulullah SAW menyatakan “aku yang mencari kayu bakarnya !” Mereka berkata “cukup kami saja yang mengerjakannya”. Beliau berkata “Aku tahu kalian sudah cukup untuk mengerjakan, tetapi aku tidak suka melihat hambanya diistimewakan dari teman-temannya !”.

 

Allah memerintahkan kita shalat dengan bersujud hingga kening menyentuh permukaan lantai atau tanah, posisi yang sangat rendah, dengan maksud Allah angkat derajat hamba yang merendah itu. Ketinggian malaikat juga dinilai dari mentaati perintah Allah untuk sujud kepada Adam. Sementara keengganan untuk sujud merendah  Iblis,  menyebabkan ia harus turun derajat terlempar jauh ke lembah kehinaan. Kesombongan adalah jalan kenistaan.    

 

Ibnu Abbas  Ra dalam HR Attirmidzi dan At Thabrani menceritakan kepada kita ketika Rosulullah SAW ditanya apa yang dimaksud dengan derajat (wa maa ad darojaat ?) Beliau menegaskan pertama menyebarkan salam (ifsyaa-us salaam), kedua sedekah memberi makan (ith’aamuth tho’aam), ketiga shalat malam (As sholaatu bil laili wan naasu niyaam), dan keempat melembutkan perkataan (layyinul kalaam). Seluruhnya itu menggambarkan kerendahan hati seorang hamba.

 

Kini seandainya para pemimpin kita baik mereka yang menjabat di jajaran birokrasi ataupun menjadi anggota parlemen atau para pempimpin informal memiliki karakter yang rendah hati, insya Allah, Allah SWT akan mengangkat derajat mereka ke tempat yang tinggi.

 

Tetap berkhidmah pada rakyat dan umat dengan meminimalkan keistimewaan diri dari yang lainnya. Tidak seperti fenomena yang nampak dimana jabatan yang semakin tinggi justru membuat diri semakin tinggi hati, ke bawahan main perintah, selalu ingin dikawal dan dihormati, bersalaman tegak yang lain membungkuk lalu cepat melepaskannya, dan suka dengan layanan upeti atau gratifikasi.

 

Istimewa. Sementara mereka yang menjadi anggota parlemen baik di pusat maupun daerah menunjukkan perilaku dan gaya hidup yang jauh berbeda dengan sebelum terpilih menjadi anggota. Orang sering menyebut OKB orang kaya baru atau orang kuasa baru. Dandanan baru, mobil baru, rumah baru, gaya hidup baru.

 

Elitis bak selebritis. Kerendahan hati telah tergadai mungkin oleh biaya politik yang tinggi. Persoalannya adalah kewibawaan menjadi hilang, penghargaan publik sirna, celotehan mencibir menjadi pembicaraan harian. Para pemimpin yang telah kehilangan kerendahan hati.

 

 Sebenarnya jabatan tinggi tidak mutatis mutandis dengan derajat yang semakin tinggi. Pragmatisme mengganti harga diri. Tak jarang dengan rasa prihatin yang sangat mendalam dan mengelus dada kita menyaksikan drama jabatan  yang berakhir di jaket pesakitan yang memalukan.   

 

Saatnya untuk mengembalikan makna ketinggian derajat sesuai dengan  hakekatnya. Semua tugas dan amanah diakses untuk sebesar-besar kepentingan orang banyak. Bukan sebaliknya, orang banyak yang ditunggangi untuk membuat kita jadi penting. Allah lah yang memuliakan dan menghinakan. Kekuasaan adalah milik-Nya.

 

Katakanlah (Wahai Muhammad) ’Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapapun yang Engkau kehendaki. Ditangan Engkau-lah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS Ali Imron 26).

 

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

Mendahulukan Kepentingan Orang Lain

 

Mendahulukan Kepentingan Orang Lain

 

Al-Waqidiy bercerita, "Suatu saat, saya berada dalam himpitan ekonomi yang begitu keras. Hingga tiba bulan Ramadhan, saya tidak mempunyai uang sedikitpun. Saya bingung, lalu aku menulis surat kepada teman saya yang seorang alawy (keturunan Ali bin Abi Thalib). Saya memintanya meminjami saya uang sebesar seribu dirham. Dia pun mengirimkan kepada saya uang sebesar itu dalam sebuah kantong yang tertutup. Kantong itu saya taruh dirumah. Malam harinya saya menerima sepucuk surat dari temen saya yang lain. Dia meminta saya meminjaminya uang sebesar seribu dirham untuk kebutuhan bulan puasa. Tanpa pikir panjang, saya kirimkan kantong uang yang tutpnya masih utuh.

 

Besok harinya saya kedatangan teman yang meminjamiku uang, juga teman alawy yang saya berhutang padanya. Yang alawy ini menanyakan kepada saya perihal uang seribu dirham itu. Saya jawab, bahwa saya telah mengeluarkan untuk suatu kepentingan. Tiba-tiba dia mengeluarkan kantong itu sambil tertawa dan berkata, ' Demi Allah, bulan Ramadhan sudah dekat, saya tidak punya apa-apa lagi kecuali 1000 dirham ini. Setelah kau menulis surat pada saya, saya kirim uang ini kepadamu. Sementara saya juga menulis surat pada teman kita yang satu ini untuk pinjam seribu dirham. Lalu dia mengirimkan kantong ini kepada saya. Maka saya bertanya, bagaimana ceritanya hingga bisa begini? Diapun bercerita pada saya. Dan sekarang ini, kami datang untuk membagi uang ini, buat kita bertiga. Semoga Allah akan memberikan kelapangan pada kita semua.

 

Al-Waqidy berkata, "Saya berkata pada kedua teman itu, 'Saya tidak tahu siapa diantara kita yang lebih dermawan.' Kemudian kami membagi uang itu bertiga. Bulan Ramadhan pun tiba dan saya telah membelanjakan sebagian besar hasil pmbagian itu. Akhirnya perasaan gundah datang lagi, saya berfikir, aduhai bagaimana ini?

 

Tiba-tiba datanglah utusan Yahya bin Khalid Al-Barmaky di pagi hari, meminta saya untuk menemuinya. Ketika saya menghadap pada Yahya Al-Barmaki, dia berkata, 'Ya Waqidy! Tadi malam aku bermimpi melihatmu. Kondisimu saat itu sangat memprihatinkan. Coba jelaskan ada apa denganmu?'

 

Maka saya menjelaskannya sampai pada kisah tentang teman saya yang alawy, teman saya yang satunya lagi dan uang 1000 dirham. Lalu dia berkomentar, 'Aku tidak tahu siapa diantara kalian yang lebih dermawan.' Selanjutnya, dia memerintahkan agar saya diberi uang tiga puluh ribu dirham dan dua puluh ribu dirham untuk dua teman saya. Dan dia meminta saya untuk menjadi Qadhi."

 

Oleh : Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

 

 

 

Help file produced by WebTwin (www.webtwin.com) HTML->WinHelp converter. This text does not appear in the registered version.

 

Semoga Bermanfaat……………………..

 

Jenna Govan: Islam Begitu Sederhana dan Logis

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Jenna Govan: Islam Begitu Sederhana dan Logis

Senin, 19 Agustus 2013, 19:23 WIB

Mualaf (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Jenna Govan lahir dan besar di Australia. Orang tuanya bercerai ketika ia remaja. Sejak itu, ia dididik ibunya.

Secara psikologis, perceraian orang tuanya memberikan pengaruh. Namun, ketelatenan ibunya mendekatkan Jenna dengan agama sangat membantu.

Bersama ibu dan adiknya, ia rutin pergi ke gereja setiap Ahad. Jenna juga aktif menjalani aktivitas gereja. Selama menjalani aktivitas itu, ia mengagumi kisah-kisah para Nabi. Namun, pemahaman agama yang masuk dalam pemikirannya adalah berdoa hanya dilakukan di gereja.

Memasuki usia remaja, ibu Jenna kembali menikah. Pernikahan itu rupanya tidak membuat Jenna bahagia. Ia selalu bertengkar dengan ayah tirinya itu.

Ketika bertengkar, Jenna mulai melampiaskan kemarahannya dengan narkoba. Saat itu pula, ia mulai berkenalan dengan teman suaminya kelak yang seorang Muslim. Melalui dia, ia banyak mendapat pengetahuan tentang Islam dan Muslim.

Melalui pengetahuan yang didapatnya, Jenna kembali ingat tentang konsep Ketuhanan Yesus dari sudut pandang Kristen. Ketika membandingkan dengan pandangan Islam, ia menemukan satu fakta sederhana dan logis. Ia pun mengucapkan syahadat di usianya yang masih belia. Di saat bersamaan, ia dilamar seorang pria Melayu.

Ketika menjadi Muslim, Jenna banyak bergaul dengan komunitas Melayu di Australia. Sejujurnya ia sangat kurang nyaman dengan pandangan komunitas itu terhadap dirinya. Sejak itu, ia merasa terisolasi. Merasa terisoloasi, membuat Jenna kurang lepas dalam mempelajari Islam. Itu terlihat ketika ia merasa ragu ketika mencoba mengenakan jilbab. Ia semakin bingung bagaimana ia menjalani kehidupannya sebagai Muslim.

Pada satu fase memuncak, ia memutuskan meninggalkan suaminya. Rasa frustasi kembali mendera. Godaan menghabiskan waktu di dunia malam mulai datang. Alhamdulillah, Jenna ogah menyerah dengan gaya hidup yang dilarang Islam.

Selang beberapa lama, Jenna mulai menemukan kembali dirinya, ia kembali berteman dengan komunitas Muslim yang kali beragam. Bersama mereka, ia mempelajari Islam lebih intensif. Selanjutnya, Jenna kembali menikah dengan seorang pria Muslim. Ia juga kembali kuliah sembari mendalami Islam.

"Sejak itu, aku mencoba untuk membantu mereka yang menjadi mualaf,” kenang dia seperti dikutip onislam.net, Senin (19/8).

Pernikahan kali ini membuatnya begitu bahagia. Keluarga suaminya begitu mendukung usaha Jenna untuk menjadi Muslim yang kaffah. Kebahagiaan Jenna kembali bertambah ketika keluarganya mulai menerima statusnya sebagai Muslim. “Ibuku melihat banyak perubahan dalam diriku. Aku dinilai begitu bertanggung jawab dan menjadi pribadi yang lebih baik,” tutup Jenna.

 

Reporter : Agung Sasongko

Redaktur : Karta Raharja Ucu

 

 

Memahat di Atas Batu

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Memahat di Atas Batu

Rabu, 21 Agustus 2013, 10:29 WIB

Batu Rosetta

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fariq Gasim Anuz
Penulis pernah berkunjung ke rumah seorang sahabat di Jeddah. Anaknya (14 tahun) membukakan pintu, menemaniku berbincang. Setelah ayahnya datang, masuklah anak tersebut dan keluar lagi membawakan minuman dan hidangan.

Selama menunggu tuan rumah, penulis meminta anak tersebut bercerita kisah yang berkesan dalam hidupnya.

Ia bertutur, "Ada dua orang sahabat bepergian ke padang pasir, sesampainya di sana terjadilah perselisihan.
Puncaknya salah satu diantara keduanya menampar sahabatnya. Si Penampar menyesal karena telah mengikuti bisikan setan dan meminta maaf. Yang ditampar pun memaafkannya. Sebelumnya ia sempat menulis di atas pasir, "Pada hari ini... sahabatku menamparku."

Keduanya melanjutkan perjalanan sampai ke suatu lembah. Tiba-tiba datanglah air bah dengan cepatnya. Seorang yang ditampar tadi terpeleset dan terbawa arus air yang deras. Segera sahabatnya menyelamatkannya dengan sigap.
Yang ditolong segera berterimakasih. Lalu ia memahat di atas batu, " Pada hari ini... sahabatku telah menyelamatkanku dengan izin Allah".

Kita bisa memetik beberapa pelajaran dari kisah di atas: Pertama: Dalam berinteraksi dengan siapapun apakah ia teman, istri/suami, murid/guru, bawahan/atasan mesti saja kita pernah dikecewakannya. Tidak ada manusia yang sempurna.

Kedua: Hendaklah kita banyak memaklumi dan memahami orang lain. Janganlah menuntut orang lain memaklumi dan memahami kita agar kita tidak kecewa. Ketiga: Meminta maaf adalah akhlak mulia dan memaafkan lebih mulia lagi.

Keempat: Janganlah memendam dendam. Lupakanlah kesalahan saudara kita jika kesalahannya tidak disengaja, tidak fatal dan kebaikannya sangat banyak sekali. Apalagi jika ia telah menyesal dan bertaubat. Perbaikilah kesalahan saudara kita dengan doa dan cara yang baik.

Kelima: Ingatlah kebaikan saudara kita, balaslah kebaikannya dengan ungkapan terimakasih, doa dan perbuatan baik.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda yang artinya, "Barangsiapa tidak berterimakasih kepada manusia maka ia tidak bersyukur kepada Allah" (Hadits Shahih Riwayat Ahmad dan Tirmidzi).

"Barangsiapa telah berbuat baik kepada kalian, maka balaslah kebaikannya. Apabila kalian tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas budinya, maka doakanlah untuknya sehingga kalian berpendapat seolah-olah telah membalas budinya." (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Daud dan lainnya)

Jika kita menanam kebaikan kepada saudara kita, niatkanlah untuk mengharap ridha Allah semata. Janganlah berharap ucapan terimakasih atau balasan apapun agar kita tidak kecewa dan tidak rusak amal kita. Allah yang akan membalas kebaikan kita di dunia dan akhirat.

Ya Allah karuniakanlah untuk kami keikhlasan yang membuahkan amal shalih. Ya Allah jadikanlah kami sebagai orang-orang yang bersyukur atas nikmat-nikmatMu. Amin

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Kamis, 22 Agustus 2013

Mengapa tidak Berjilbab?

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Mengapa tidak Berjilbab?

Jumat, 23 Agustus 2013, 06:04 WIB

 

REPUBLIKA.CO.ID, Ustaz Muhammad Arifi Ilham
Saat Ramadhan yang lalu, perwajahan wanita muslim di negeri ini tampak anggun dan lebih Islami. Terutama di media kaca. Mereka (terutama para selebritas) terlihat lebih salihah. Karena ada jilbab (hijab) di wajahnya.

Namun setelah bulan rahmat tersebut berlalu, wajah asli mereka terihat lagi. Aurat mereka ditampakkan kembali. Karena itu bagi sebagian orang jilbab terkesan hanya untuk Ramadhan atau kegiatan keagamaan lainnya.

Di luar itu, jilbab pantasnya diletakkan kembali dan dimasukkan ke lemari kembali. Naudzubillah. Jika dikonfirmasi kepada mereka yang berjilbab saat Ramadhan namun dilepas setelah itu, paling tidak inilah beberapa alasannya.

Pertama, kalau mengenakan hijab, nanti kecantikannya tertutup, terus laki-laki yang ingin melihat wajah aslinya, akan menahan nafsunya. Kalau terus ditahan nafsunya, itu bisa meledak dan ia melampiaskannya dengan melakukan pelecehan!

Nah, pemecahannya, ya berarti harus buka hijab(?). Seandainya jalan pemecahan itu benar, tentu Amerika dan negara-negara barat akan menjadi negara yang paling kecil kasus perkosaan dan pelecehan terhadap wanita di dunia.

Namun pada kenyataannya tidak demikian, bahkan menurut buku Crime in USA terbitan FBI, dikatakan setiap enam menit sekali terjadi kasus pemerkosaan di sana.

Kedua, belum mantap hatinya. Boleh saja benar alasan tersebut, tapi mohon dengan alasan ini hendaknya bisa membedakan antara dua hal. Yakni antara perintah Allah dengan perintah manusia.

Jika perintah itu datangnya dari manusia, maka bisa salah dan bisa benar. Adapun jika perintah itu dari Allah, tidak ada alasan bagi manusia untuk mengatakan, "Saya belum mantap."

Bila masih mengatakan hal itu bisa saja dikatakan keislamannnya belum mantap, padahal ia mengetahui perintah tersebut dari Allah, hal tersebut menyeretnya pada bahaya yang sangat besar, yakni keluar dari agama-Nya, sementara dia tidak menyadarinya.

Dengan begitu berarti ia tidak percaya dan meragukan kebenaran perintah tersebut. Perintah untuk berhijab (kerudung) ada pada QS: Al-Ahzab, ayat  59.

Alasan lain, dikemas diplomatis. “Sebenarnya aku sih pengen banget pake hijab, tapi kalau Allah belum memberiku hidayah. Aku mesti bagaimana? Alasan ini sebenarnya dalih yang menyeret dalam kekeliruan yang nyata.

Kami ingin bertanya: "Bagaimana Ukhti tahu Allah belum memberimu hidayah?" Hidayah itu datangnya dari Allah, namun kita wajib berusaha untuk mendapatkannya. Tanpa ada usaha tidak mungkin ada hasil.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Prioritas Silaturahim, untuk Siapa?

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Prioritas Silaturahim, untuk Siapa?

Silaturahim keluarga

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Nashih Nashrullah
Silaturahim hendaknya diprioritaskan untuk keluarga terdekat.

Tradisi bersilaturahim dengan berbagai bentuk dan media yang berlaku di Tanah Air patut diapresiasi. Ritual mudik tahunan ke keluarga, saling berkunjung, dan bertemu, disertai dengan maaf-memaafkan memang dianggap sebagai salah satu fenomena menggembirakan. Pemandangan serupa juga banyak dijumpai di belahan negara-negara berpopulasi Muslim.

Namun, sebut Syekh Abdullah bin Shalih al-Qushair dalam Tadzkir al-Anam bi Sya'ni Shillat al-Arham, inti bersilaturahim bukan sekadar rutinitas tahunan yang tak berkelanjutan.

Hakikat silaturahim adalah munculnya kepekaan dan solidaritas antarsesama. Terutama, bagi mereka yang membutuhkan.

Dalam pengertian bahasa, rahim adalah tempat janin tumbuh dan berkembang. Pengertian ini kemudian diperluas, mencakup siapa saja, tak hanya kerabat dekat, tetapi juga sesama. Kedudukan rahim tersebut, menuntut adanya kasih sayang antarunsur yang ada.

Ini seperti ditegaskan di surah an-Nisaa' ayat 1. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Ayat tersebut, seperti dinukilkan oleh Imam Muslim, pernah dibaca oleh Rasulullah SAW saat berkhutbah merespons keberadaan sejumlah anggota suku Mudhir yang berdatangan dengan kondisi memperihatikan. Mereka tak berbusana dan sangat kumuh.

Benar saja, mengutip pernyataan Imam an-Nawawi, bahwa ayat tersebut sengaja dibaca Nabi SAW untuk mengingatkan, pada dasarnya tak ada perbedaan mencolok dari esensi manusia.

Mereka diciptakan dari tempat yang satu, yaitu rahim. Karenanya, keterikataan tersebut mestinya menimbulkan rasa kasih sayang dan saling berbagi solusi atas segala persoalan.

Syekh Abdullah menegaskan, sayangnya logika dan prioritas silaturahim tersebut sering terpeleset. Sebagian orang, misalnya, lebih mementingkan kolega ketimbang orang tua, atau kakak dan adik kandung, misalnya.

Tak jarang pula, sejumlah kalangan mengedepankan rekanan bisnis dan jaringan di birokrisi, melebihi prioritasnya dengan keluarga.

Hal ini, tentu berseberangan dengan tuntunan agama. Islam, mengajarkan prioritas silaturahim adalah keluarga. Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, dan tetangga yang jauh. (QS an-Nisaa' [4]:36).

Kembali mengutip pernyataan Imam an-Nawawi, Syekh Abdullah menjelaskan, hendaknya memprioritaskan keluarga inti. Tentunya, yang menduduki peringkat pertama adalah ibu kandung, kemudian ayah kandung.

Di tingkatan berikutnya adalah anak-anak kandung, kemudian kakek atau nenek. Menyusul kemudian, saudara kandung, baik laki-laki atau perempuan dan segenap kerabat yang masih mahram, seperti paman dan bibi. Demikian seterusnya.

Sebagaimana hadis yang dinukilkan Bukhari dan Imam Ahmad, dari Miqdam bin Ma'dikariba, sesungguhnya Allah SWT berwasiat agar kebaikan ditujukan untuk ibu kandung, setelah itu bapak kandung. Lalu, disusul dengan kerabat sesuai tingkat kedekatan hubungan nasabnya.

Bersilaturahim, ujar Syekh Abdullah, bentuknya bisa bermacam-macam. Pada intinya adalah menghadirkan kebaikan dan kasih sayang untuk mereka.

Imam Ibn Abi Hamzah, memerinci apa saja bentuk silaturahim tersebut, di antaranya, membantu finansial, menghilangkan kesulitan, menebar senyuman, hingga doa. Termasuk, berziarah ke tempat tinggal yang bersangkutan.

Berusahalah menjadi yang terdepan kala ia ditempa kesulitan. Jenguklah dia saat sakit menderanya. Apa pun bentuk silaturahim tersebut, akan tetap diganjar selama tidak melebihi batas kemampuan seseorang. Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS al-Baqarah [2]: 286).

Adakalanya, ungkap Syekh Abdullah, niatan tulus untuk merajut dan mempererat tali silaturahim tersebut tidak disambut baik oleh yang bersangkutan. Bahkan, acap kali di balas dengan sikap dingin dan tak jarang berbalas keburukan.

Tetaplah berusaha untuk menjalin silaturahim tersebut, apa pun reaksinya. Dan, bersabarlah. Karena, ganjaran menanti orang-orang yang bersabar dalam kebaikan. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS Yusuf [39]: 10).   

Karena, ingatlah, kata Syekh Abdullah, di sinilah kesungguhan dan ketulusan silaturahim tersebut diuji. Apa motif dan sejauh manakah keikhlasannya. Bila niatan bersilaturahim tersebut adalah tulus, ia akan mudah melewatinya.

Begitu sebaliknya, bila motif bersilaturahim ialah kepentingan duniawi, ia akan susah melaluinya. Sebab, bagaimanapun, seperti ditegaskan hadis riwayat Bukhari dan Abu Dawud, pesilaturahim sejati adalah mereka yang tetap mempertahankan silaturahim, sekalipun pihak yang dituju berusaha memutusnya.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Rabu, 21 Agustus 2013

Keutamaan Menyambung Kasih Sayang

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Keutamaan Menyambung Kasih Sayang

Rabu, 21 Agustus 2013, 11:12 WIB

Silaturahim (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Riana Dwi Resky
Silaturahim berarti menyambung hubungan dengan kasih sayang.

Silaturahim. Tradisi ini mengakar, tak hanya dalam budaya sosial kemasyarakatan, tetapi juga agama. Menurut pengasuh Pesantren Baitul Qur'an Yatim Dhuafa Kelapa Dua, Depok, KH Dr Muslih A Karim, MA, silaturahim berasal dari kata shilah yang bermakna menyambung dan rahim artinya rahim tempat bayi dikandung oleh ibunya.

Berdasarkan pengertian lughawi atau bahasa itu, silaturahim berarti menyambung hubungan kekeluargaan dengan saling bertemu dan mengunjungi. ''Silaturahim berarti menyambung hubungan dengan kasih sayang,'' ujarnya.

Saat bertemu dengan sesama Muslim sebaiknya dilakukan dengan menebar senyum, salam, dan sapa. Sesungguhnya, jika bertemu dengan sesama lalu saling menegur dan memaafkan, maka dosa-dosa akan berguguran.

Sosok yang dikenal sebagai pakar tafsir ini mengungkapkan, faedah utama silaturahim ada dua. Pertama, berkah umur yang panjang. Umur panjang artinya kesehatan dan tidak mudah stres. Kedua, rezeki bertambah dan berkah. Usaha maju, hutang terbayarkan, dan banyak kenalan.

Menurut dosen senior di Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta ini, urgensi silaturahim sangat penting. Silaturahim dapat mencegah perpecahan dan peperangan. Mengingat kekacauan yang terjadi sekarang dapat dicegah dengan satu senyuman yang ikhlas dari satu orang kepada orang lain. Dengan begitu, kita bisa terselamatkan dari bencana, tuturnya yakin.

Ia menjelaskan, silaturahim bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk mendatangi rumah keluarga atau kawan kerabat, juga mengucapkan salam dan mendoakan mereka. Bisa pula lewat sambungan telepon atau jejarIng sosial.

Ia mengimbau agar silaturahim tetap kita jaga. Mengatur pertemuan sepekan sekali bahkan sebulan atau setahun sekali. Biaya yang dikeluarkan dengan niat bersilaturahim insya Allah menjadi pahala dan berkah. Umur dan rezeki kita pun diberkahi, imbuhnya.

Pimpinan Pesantren Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN) Ustaz Muhammad Fadlan Gharamatan menjelaskan, silaturahim berarti menyambung dan menghubungkan. Silaturahim mengatur hubungan nasab, yaitu hubungan antarkeluarga. Ada juga silaturahim yang mengatur soal hubungan di luar anggota keluarga Rasulullah berkata silaturahim itu penting, tidak hanya dari sisi nasab, tapi juga antarteman kerja, antarteman daerah. ''Bahkan, antarsebangsa dan setanah air,'' ujarnya.

Sekarang, silaturahim sudah menjadi tren di Indonesia karena penuh dengan keberkahan. Silaturahim memudahkan rezeki dari Allah SWT dan membuat usia berkah. Silaturahim juga menjadi upaya mengubah perkara mustahil menjadi mungkin terjadi, berkat silaturahim.

Menurut peraih penghargaan Tokoh Perubahan Republika2011 ini, urgensi silaturahim menjadi begitu penting. Ia menciptakan sebuah nilai dasar antara hubungan orang yang bersilaturahim dan orang yang didatangi.

Dari perjumpaan itu lahirlah perdamaian, kesejahteraan, dan nilai-nilai yang sangat besar. Nilai kasih sayang, kepedulian, kebersamaan, kesyukuran, bahkan nilai yang dikenal akan melahirkan kekompakan bersama. Begitu kita bersilaturahim, kita pun bertukar pikiran dan ilmu dengan orang lain, tuturnya.

Esensi silaturahim, ungkap Fadlan, adalah dinding-dinding hati sesama Muslim menjadi semakin dekat dan akan menggugurkan dosa-dosa. Sehingga, tak ada lagi prasangka buruk dan tercipta energi positif. Kepedulian juga akan lahir antarsesama sehingga persoalan yang memberatkan dapat dihadapi bersama. Dengan kepedulian itulah kemudian tercipta perubahan.

Di Indonesia, silaturahim saat Idul Fitri lebih dikenal dengan halal bihalal. Saling memaafkan sehingga tak ada lagi sekat. Dari ragam media menjalin bersilaturahim yang ditawarkan teknologi, pertemuan langsung tetap tak tergantikan.

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

1 x 30 Lebih Baik dari 30 x 1

Visit waysofmuslim.blogspot.com

 

http://www.jamilazzaini.com/1-x-30-lebih-baik-dari-30-x-1/

 

Berapa hasilnya bila angka 1 dikalikan 30? Jawabnya tentu 30. Nah, sekarang bila dibalik, berapa hasilnya 30 dikalikan 1? Jawabanya tetap sama 30. Ya, itulah matematika. Namun kehidupan tidaklah sama dengan matematika.

 

Dalam kehidupan 1 x 30 jauh lebih baik dibandingkan 30 x 1. Apa maksudnya? Kita lebih baik melakukan satu hal yang sama atau rutin dalam waktu 30 hari dibandingkan 30 kali hanya dalam waktu satu hari. Sedikit tapi rutin jauh lebih baik dibandingkan banyak tetapi hanya sekali.

 

Contohnya, lebih baik sholat dhuha 2 rakaat rutin setiap hari selama 6 hari dibandingkan 12 rakaat tapi hanya dilakukan satu kali. Menulis satu tulisan di blog setiap hari jauh lebih baik dibandingkan menulis 7 tulisan sekaligus di akhir pekan. Sesuatu yang rutin akan menghasilkan kebiasaan. Otot-otot dalam tubuh (myelin) akan terlatih dan menghasilkan gerakan otomatis.

 

Orang yang terbiasa menyebut nama Tuhannya, saat ia tersandung atau terkena sesuatu otomatis nama-Nya yang disebut. Sedangkan seseorang yang jarang menyebut nama-Nya saat kejadian yang sama maka yang terucap boleh jadi nama binatang. Bahkan saya sering menjumpai saat seseorang terkejut yang ia sebut adalah nama anggota tubuh yang tabu untuk disebut. Anda pernah menjumpai hal seperti ini, kan?

 

Sedikit tapi rutin selain melatih myelin juga melatih keikhlasan. Orang yang sedekah Rp 10.000 setiap hari cenderung lebih ringan dibandingkan sedekah Rp 3.650.000 sekali di akhir tahun.

 

Jumlahnya sedekahnya sama, tetapi yang rutin bersedekah cenderung tak pamer sementara yang sedekah langsung besar cenderung merasa hebat. Ujub dan kesombongan berpeluang menyerang hati si pelaku.

 

Politisi yang terbiasa rutin “blusukan” akan direspon positif oleh masyarakat dan semakin menguatkan citranya. Adapun politisi yang “blusukan” menjelang pemilu, selain terlihat kaku juga akan direspon sebagai “pencitraan” oleh masyarakat.

 

Untuk menutup tulisan ini, saya akan ajukan sebuah pertanyaan singkat, “Hal rutin apa yang sudah Anda lakukan setiap hari?” Bila jawabannya “belum ada” segeralah berkomitmen mulai saat ini untuk melakukan sesuatu yang kecil dan sederhana tetapi dilakukan rutin setiap hari. Mau, kan?

 

Salam SuksesMulia!

 

Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini

 

Selasa, 20 Agustus 2013

Amalan Sebelum Tidur

Amalan Sebelum Tidur

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Rabu, 21 Agustus 2013, 06:08 WIB

Laki laki tidur. (ilustrasi)

 

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh E Kusnandar

Tidur tidak sekadar mengistirahatkan seluruh anggota badan, otot dan pikiran setelah seharian beraktifitas. Tidur adalah ibarat kematian atau kebangkitan. Ini tercermin dari doa yang sering dibaca sebelum tidur, “Bismika Allahumma ahya wa amut, Dengan namamu, ya Allah, aku hidup dan mati. Dan doa bangun tidur, “Alhamdulillahilladzi ahyana ba'da ma amatana wa ilaihin nusyur, Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepadaNya kami dibangkitkan.”

 

Para sholihin selalu memaknai tidur dengan kematian. Bagi mereka, tidur adalah kematian sesaat. Ini terlihat dari cara mereka tidur menghadap kiblat, yakni tidur di atas sisi kanan seperti mayit berbaring di liang lahat dengan bagian depan badan menghadap kiblat. Bahkan Hujjatul Islam, Imam Ghazali dalam kitabnya, Bidayatul Hidayah, menganjurkan seorang mukmin sebelum tidur menuliskan wasiat terlebih dahulu, karena barangkali nyawanya diambil Allah SWT saat tengah tidur.

 

Banyak sekali amalan sebelum tidur yang telah dipraktekkan Nabi Muhammad SAW dan dianjurkan para ulama, supaya tidur dalam keadaan suci lahir dan batin. Di antara adab tidur yang berhubungan dengan kesucian lahir, yaitu menggosok gigi. Menurut kesehatan, kuman akan semakin berkembang pada malam hari saat kita sedang tidur, di mana mulut tidak melakukan aktivitas. Sahabat Hudzaifah berkata, “Jika Nabi Muhammad SAW bangun di malam hari, beliau membersihkan mulutnya dengan sikat gigi.” (HR Bukhori)

 

Kemudian disunnahkan berwudhu. Ini menandakan kesucian lahiriah. Sahabat Bara’ bin ‘Azib berkata, bahwa Rasulullah menasihatinya, “Jika engkau hendak mendatangi peraduanmu, hendaklah engkau berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhu hendak sholat.” (HR Bukhori, Muslim).

 

Lalu setelah di tempat tidur, jangan lupa berzikir untuk kesucian batin. Imam Ghazali dalam kitabnya tersebut, juga menganjurkan seorang mukmin sebelum matanya terpejam, mengingat berbagai dosa dan kesalahan yang dilakukan seharian, kemudian bertaubat kepada Allah SWT serta memohon kepadaNya kekuatan untuk tidak mengulanginya lagi.

 

Allah SWT berfirman dalam Alquran, “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Annisa [4]:110).

Rasulullah SAW sendiri menurut Siti Aisyah terbiasa membaca istigfar. “Rasulullah banyak membaca Subhanallah wa bihamdihi, astagfirullah wa atubu ilaihi, (Maha suci Allah dengan segala pujinya, aku memohon ampun kepada Allah SWT) sebelum tidur.” (HR Bukhori, Muslim)

 

Di antara amalan zikir lainnya adalah membaca surat-surat tertentu. Nabi Muhammad SAWsetiap malam sebelum mendatangi peraduanya, seperti dituturkan siti Aisyah, selalu membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas. “Selanjutnya beliau mengusapkannya ke seluruh tubuh yang biasa beliau jangkau. Di mulai dari kepala, wajah dan bagian depan bagian tubuh beliau. Beliau melakukannya sebanyak tiga kali.” (HR Bukhori, Muslim).

 

Itulah sebagian adab sebelum tidur. Intinya bahwa kesucian lahir dan batin sebelum tidur harusmenjadi perhatian setiap mukmin. Seyognya kita senantiasa mencontoh sikap dan amalan Rasulullah SAW. Dengan amalan tersebut berarti kita telah siap untuk berjumpa denganNya. Karena setiap orang tidak tahu kapan ia akan dicabut nyawanya. Barangkali Allah SWT mencabut nyawa kita di saat tidur.

 

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

Ujian Hidup

Ujian Hidup

Rabu, 14 Agustus 2013, 17:53 WIB

Masjid Istiqlal

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Arifin Ilham

Dalam menghadapi kehidupan di dunia ini, manusia selalu berhadapan dengan dua keadaan silih berganti. Suatu saat merasakan suka, saat lain merasakan duka. Pada saat bahagia, terkadang manusia menjadi lupa. Sebaliknya, saat duka mendera, seringkali manusia berkeluh kesah.

Bagi hamba Allah SWT yang beriman, hidup adalah ujian. Selama hidup, selama itulah kita diuji Allah SWT. ''Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.'' (QS Al-Mulk [67]: 2).

Minimal ada tujuh ujian hidup yang wajib kita ketahui. Insya Allah, Allah SWT luruskan dari ujian-ujian-Nya, sehingga meraih gelar shobirin dan mujahidin. ''Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu, dan akan Kami uji perihal kamu.'' (QS Muhammad [47]: 31).

Pertama, ujian berupa perintah Allah, seperti Nabi Ibrahim diperintahkan Allah SWT menyembelih putra tercintanya bernama Ismail. Kedua, ujian larangan Allah SWT, seperti larangan berzina, korupsi, membunuh, merampok, mencuri, sogok-menyogok, dan segala kemaksiatan serta kezaliman.

Ketiga, ujian berupa musibah. ''Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.'' (QS Al-Baqarah [2]: 155). Keempat, ujian nikmat, sebagaimana Allah SWT jelaskan dalam surat Al-Kahfi ayat 7. ''Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami uji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.''

Kelima, ujian dari orang zalim buat kita, baik kafirun (orang yang tidak beragama Islam), musyrikun (menyekutukan Allah SWT), munafiqun, jahilun (bodoh), fasiqun (menentang syariat Allah), maupu hasidun (dengki, iri hati). Keenam, ujian keluarga, suami, istri, dan anak. Keluarga yang kita cintai bisa menjadi musuh kita karena kedurhakaanya kepada Allah SWT. Ketujuh, ujian lingkungan, tetangga, pergaulan, tempat dan suasana kerja, termasuk sistem pemerintahan/negara.

Subhanallah, Allah SWT amat sayang kepada kita. Allah SWT tunjukkan cara menjawab ujian itu semua. ''Dan minta pertolonganlah kamu dengan kesabaran dan dengan shalat, dan sesungguhnya shalat sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusuk tunduk jiwanya.'' (QS Al-Baqarah [2]: 48). Semoga kita dijadikan Allah SWT, hamba-Nya yang lulus dari ujian. Amin ya mujibas sailin.

Redaktur : M Irwan Ariefyanto

 

 

Senin, 19 Agustus 2013

Mukjizat Alquran Bikin Dr Shekharan Memeluk Islam

Mukjizat Alquran Bikin Dr Shekharan Memeluk Islam

Kamis, 15 Agustus 2013, 14:51 WIB

Terjemahan Alquran

 

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Tahun lalu, Dr Indu Chadra Shekharan begitu takjub dengan ceramah Mohammed Ali, Direktur rumah sakit tempat ia bekerja. Saat itu, Ali mengatakan Islam dalam bahasa Arab berarti penyerahan diri, tunduk dan perdamaian.

Perkataan itu yang selanjutnya menunjukan seorang Muslim sejati berkomitmen menjaga perdamaian dan stabilitas dunia. Dr Shekharan pun semakin kagum ketika Ali bercerita tentang Alquran.

Ia ingat betul, dan telah dibuktikannya sendiri, Alquran memiliki fakta-fakta empiris yang bisa dibuktikan secara ilmiah. Hal ini sekaligus membuktikan Alquran bukanlah buatan Rasulullah Muhammad Sallallahu 'Alaihi wa Sallam melainkan pencipta-Nya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

"Tidak ada manusia yang bisa membuat Alquran. Banyak fakta ilmiah yang ditemukan dalam Alquran dan terbukti kebenarannya," katanya seperti dilansir Arabnews.com, Kamis (15/8).

Menurut Dr Shekharan, Alquran bukanlah kitab ilmu pengetahuan biasa melainkan sebuah kitab peringatan dan mukjizat. "Saya percaya, apa yang dikatakan dalam Alquran ini akan ditemukan para ilmuwan di abad-abad mendatang," katanya yang akhirnya memutuskan untuk menjadi Muslim.

Sebagai satu contoh, lanjutnya, teori Big Bang yang dijelaskan dalam Alquran. Lalu ada posisi gunung yang menjaga kestabilan bumi. Keindahan cerita lebah dan semut yang secara khusus dikisahkan dalam Alquran.

Melihat dari begitu luar biasanya mukjizat Alquran, Dr Shekharan mengajak umat Islam untuk mempelajarinya. Menjadikan Alquran sebagai panduan menciptakan harmonisasi dan perdamaian dunia. "Alquran menawarkan solusi kebutuhan atas manusia modern yang kerap dilanda konflik dan masalah," imbuh Dr Shekharan.

Dr Shekharan lahir dan dibesarkan dalam keluarga Hindu di Thiruvanandapuran, Kerala. Orang tuanya, profesor medis. Ia ibu dari dua anak.

 

Reporter : Agung Sasongko

Redaktur : Karta Raharja Ucu