Selasa, 30 April 2013

FW: Nikah Beda Agama

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Wednesday, May 01, 2013 7:13 AM
To: BDI
Subject: Nikah Beda Agama

 

Nikah Beda Agama

Sabtu, 27 April 2013, 23:44 WIB


REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb.
Ustaz, apa hukumnya seorang wanita Muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim? Benarkah itu dilarang dalam Islam? Karena, saya lihat sekarang ini semakin banyak saja Muslimah yang mau menikah dengan laki-laki non-Muslim.

Samiah Putri - Bogor

Waalaikumussalam wr wb.
Perlu ditegaskan, haram hukumnya seorang Muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim secara mutlak, baik laki-laki itu dari golongan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) ataupun dari agama musyrik lainnya.

Hal ini ditegaskan dalam Alquran dan merupakan ijmak (konsensus) para ulama Islam. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS al-Baqarah [2]: 221).

Dalam tafsirnya, Imam al-Thabari menjelaskan, dalam ayat ini Allah SWT mengharamkan wanita Mukminah
untuk menikah dengan lelaki musyrik dari jenis mana pun, maka hendaklah laki-laki beriman (para wali wanita mukminah) tidak menikahkan seorang wanita Mukminah dengan laki-laki kafir karena itu adalah hal yang haram dilakukan.

Sungguh, menikahkan wanita Mukminah dengan seorang budak yang beriman dan meyakini Allah SWT dan
Rasul-Nya serta wahyu yang dibawanya lebih baik daripada menikahkannya dengan seorang laki-laki merdeka tapi musyrik, meskipun terhormat keturunannya.

Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya juga mengatakan maksud ayat ini adalah janganlah kamu menikahkan seorang wanita Muslimah dengan seorang laki-laki musyrik.

Dan umat Islam telah berijmak seorang laki-laki musyrik tidak boleh sama sekali bercampur dengan wanita Muslimah karena itu merupakan bentuk merendahkan Islam.

Dalam ayat lain, Allah SWT menegaskan, “...maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS al-Mumtahanah [66]: 10).

Menurut Ibnu Katsir, ayat inilah yang mengharamkan wanita Muslimah untuk laki-laki kafir yang pada masa awal Islam diperbolehkan. Imam al-Qurthubi juga mengatakan, dalam ayat ini Allah SWT mengharamkan wanita Muslimah bagi laki-laki kafir dan juga mengharamkan laki-laki Muslim menikahi wanita musyrik.

Dalam kitabnya Al-Mughni, Ibnu Qudamah ketika menjelaskan perkataan al-Khurqi, "Dan tidak boleh sama sekali menikahkan orang kafir dengan wanita Muslimah," ia berkata, “Adapun orang kafir maka ia tidak punya kekuasaan sama sekali atas wanita Muslimah berdasarkan ijmak ulama.

Di antaranya Imam Malik, Imam Syafii, Abu Ubaid, dan Ashab al-Ra’yi (pengikut Imam Abu Hanifah). Dan Ibnu al-Mundzir berkata, “Para ulama yang kami ketahui sepakat (ijmak) akan hukum perkara ini.”

Sudah jelas dan terang benderanglah bagi kita, haram hukumnya bagi wanita Muslimah untuk menikah dengan laki-laki non-Muslim.

Jika masih ada wanita Muslimah yang menikah dengan laki-laki non-Muslim, maka pernikahannya batal menurut Islam dan hubungan yang mereka lakukan setelah itu adalah perzinahan dan merupakan dosa besar.

Bahkan, para ulama menegaskan, barang siapa yang masih tetap melakukan hal itu, padahal dia tahu itu sesuatu hal yang diharamkan, tapi dia malah menghalalkannya, maka ia telah keluar dari Islam.

Semoga kita diberi hidayah dan kekuatan oleh Allah SWT untuk selalu taat dan mengikuti ajaran-Nya dan dijauhkan dari berbuat maksiat kepada-Nya, apalagi melakukan dosa besar. Amin. Wallahu a’lam bish shawab.

Ustaz Bachtiar Nasir

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

FW: Warisan untuk Modal Usaha

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Wednesday, May 01, 2013 7:19 AM
To: BDI
Subject: Warisan untuk Modal Usaha

 

Warisan untuk Modal Usaha

Kamis, 25 April 2013, 11:55 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb.
Ustaz, harta warisan kalau buat modal usaha bolehkah? Tapi, yang saya lihat orang yang menggunakan harta warisan sebagai modal usaha, usahanya banyak yang hancur. Mohon penjelasannya.

Dirwata Sapta - Cibinong

Waalaikumussalam wr wb.
Kepemilikan harta hakikatnya adalah sebuah amanah dari Allah kepada seseorang sebab usaha yang ia lakukan. Dan, kepemilikan itu berlangsung selama hidupnya saja.

Ketika ia meninggal dunia, harta tersebut menjadi milik Allah kembali. Hanya Allah saja yang berhak menentukan perpindahan atau pengalihan hak kepemilikan kepada orang lain melalui syariat kewarisan Islam.

Rasulullah SAW bersabda, “Seorang mayit akan diiringi oleh tiga hal, yang dua akan kembali dan hanya satu yang ikut bersamanya. Mayit itu akan diiringi keluarga, harta dan amal perbuatannya. Keluarga dan hartanya akan kembali dan hanya amal perbuatannya yang ikut bersamanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Allah SWT mengatur pembagian harta warisan yang ditinggalkan seseorang kepada ahli warisnya. Aturan ini secara perinci dijelaskan dalam Alquran dan inilah satu-satunya permasalahan yang hukumnya diatur secara detil di dalam Alquran, yaitu di surah an-Nisa ayat 11, 12, dan 176.

Pada ayat ke-13 dan 14 surat an-Nisa Allah SWT menegaskan, “(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”

Sebagai Mukmin, hendaknya membagi harta warisan sesuai dengan hukum yang ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan ketika harta warisan itu sudah dibagikan kepada ahli waris, harta itu sudah menjadi hak milik masing-masing ahli waris yang bisa ia gunakan untuk apa pun yang menjadi keperluannya, termasuk untuk modal usaha.

Pembagian harta waris tidak boleh keluar dari ketentuan syariat Allah SWT karena itu merupakan batasan-batasan hukum Allah (hududullah) yang tidak boleh dilanggar atau ditinggalkan.

Adalah kedurhakaan yang besar ketika seorang Muslim mengabaikan syariat waris dalam pembagian harta warisan. Pelakunya akan dihukumi sebagai pemakan harta haram atau memakan harta anak yatim.

Sebelum menjelaskan tentang bagian masing-masing ahli waris, Allah SWT menegaskan, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS an-Nisa [4]: 10).

Di antara akibat dari memakan harta yang haram adalah tidak dikabulkannya doa orang yang melakukan hal itu. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana Dia memerintahkan para Rasul-Nya dengan firmannya: 'Wahai Para Rasul, makanlah yang baik-baik dan beramal salehlah.” (QS al-Mukminun [23]: 51).

Dan Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian.” (QS al-Baqarah [2]: 172). Kemudian, Rasulullah menyebutkan ada seseorang melakukan perjalanan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu.

Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata, "Ya Rabb-ku, Ya Rabb-ku...” padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram. Maka (jika begitu keadaannya), bagaimana doanya akan dikabulkan? (HR Muslim).

Bahwa ada yang bangkrut setelah menjadikan harta waris sebagai modal usaha mungkin hanya satu kasus yang tidak dapat digeneralisasi.

Kenyataannya banyak ahli waris yang dapat melanjutkan usaha almarhum atau menjadikan harta warisan sebagai modal usaha ternyata sukses dan menguntungkan. Semua bermula dari menegakkan hukum kewarisan Islam dalam pembagian harta.

Allah SWT berfirman, “Katakanlah, 'Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS al-Maidah [5]: 100). Wallahu a’lam bish shawab.

Ustaz Bachtiar Nasir

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Senin, 29 April 2013

FW: Negeri Bercahaya Alquran

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Tuesday, April 30, 2013 6:59 AM
To: BDI
Subject: Negeri Bercahaya Alquran

 

Negeri Bercahaya Alquran

Senin, 29 April 2013, 11:09 WIB

Ustaz Yusuf Mansur

 

Oleh Ustaz Yusuf Mansur
Sabtu, 27-30 April 2013, berlangsung Mu'tamar al-Qur'an International, yang diikuti 65 negara. Mulai dari negara-negara di benua Arab, Asia, Eropa, Amerika, hingga Australia. Beragam warna kulit mereka. Semuanya menyatu dalam dakwah Alquan.

Adalah Hai-ah al 'Alamiyah li tahfizh al-Qur'an, pimpinan Syeikh Bashfar yang berpusat di Jeddah, bekerja sama dengan Kerajaan Bahrain, khususnya Kementerian Agama dan wakaf. Hadir pula sejumlah menteri agama dan wakaf dari berbagai negara peserta muktamar.

Subhanallah, Indonesia tidak sendirian dalam gerakan dakwah Alquran. Melainkan bersama-sama dengan banyak orang dari seluruh penjuru dunia, yang semuanya digerakkan Allah untuk berkhidmat kepada Alquran.

Saya merasa surprise ketika bertemu dengan beberapa mereka. Ada yang dari Universitas Islam Rotterdam, Belanda, tapi fasih berbahasa Arab. Ada yang dari Jerman, Inggris, Amerika Serikat, Cina, Jepang, dan negara-negara lainnya.

Tak terbayang di benak saya kepada mereka akan kemampuannya. Bukan hanya bisa berbahasa Arab, tapi juga hafal Alquran, dan mengajarkannya. Komplet.

Benarlah berita Allah, bahwa Alquran itu diturunkan untuk semua bangsa, semua manusia, bahkan untuk seluruh alam semesta ini.

Dan saya melihat dunia sedang berlomba-lomba mencintai Alquran, kembali kepada Alquran, dan memuliakannya.

Saya melihat ruh itu. Semuanya memiliki spirit, semangat, motivasi yang tinggi, dan keyakinan, bahwa Alquran adalah solusi.

Mudah-mudahan kita termasuk yang membenarkan Rasulullah, bahwa Allah akan memuliakan, memberikan berkah dan rahmat, dan mengangkat derajat kaum yang cinta  kepada Alquran, berkhidmat, mempelajari, mengajarkan, mendakwahkan dan menyiarkan Alquran, dan beramal dengan Alquran.

Sebaliknya, Allah akan menghinakan, memberi laknat, musibah yang terus menerus, kebingungan, kegalauan, kegelisahan, kerendahan, kenistaan, kesusahan bagi mereka-mereka yang jauh dari Alquran, melalaikan, apalagi bagi kaum yang mengingkari Alquran, menjadikannya sebagai hinaan, merendahkan, dan bahkan memusuhi serta membenci Alquran.

Saya melihat negeri kita ini juga sedang kepayahan untuk membenahi jutaan problem bangsa dan negara. Semua solusi seperti diambil dalam keadaan panik, tergesa-gesa, dan menyandarkan pada kekuatan berpikir dan ikhtiar semata. Tidak berdasarkan pada petunjuk Alquran.

Bahkan tidak jarang, omongan zaman terdahulu, bahwa Alquran bukan solusi. Alquran dianggap tidak mampu menjawab tantangan zaman. Mereka menyatakan bahwa Alquran tidak wajib ditaati. Yang mereka pedulikan hanya konstitusi yang marak didengung-dengungkan akhir-akhir ini.

Galau semakin galau. Jauh semakin jauh. Susah semakin susah. Kayak jalan di kegelapan, di malam hari tanpa cahaya. Jika seperti ini, maka nanti berganda-ganda kegelapannya.

Padahal sederhana, semua yang dibutuhkan negeri ini ada dalam Alquran. Alquran mengajarkan kejujuran, amanah, tanggung jawab, memperhatikan sesama, saling mengasihi dan berbagai macam kebaikan.

Dengan perbedaan yang asas, yakni semua kebaikan dunia itu, harus disertai dengan sujud, ruku, shalat, menyembah Allah. Itulah yang dibawa Alquran.

Dan saya melihat, sebagian orang di negeri ini mulai menyadari bahwa dirinya rusak, dan ingin kembali. Sebagiannya lagi tidak menyadari, dan terus berbuat kerusakan dan merusak.

Muktamar Alquran di Bahrain ini, menyadarkan saya, bahwa dakwah Alquran, harus lebih lagi dinamis. Harus lebih lagi menyentuh persoalan-persoalan kehidupan berbangsa. Hingga semua menjadi yakin, bahwa Alquran itu adalah jawaban.

Sejumlah 65 negara, dengan perwakilannya masing-masing, atas izin Allah, saya minta doanya untuk Indonesia, seluruh rakyat, dan seluruh aparat pemerintahannya, untuk menjadikan semua urusannya, kesulitannya, dan hajatnya dengan Alquran. Sehingga negeri kita menjadi negeri yang dicintai Allah. Baldatun wa rabbun ghafur. Amien.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

FW: Bakti untuk Ibu

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Tuesday, April 30, 2013 6:51 AM
To: BDI
Subject: Bakti untuk Ibu

 

Bakti untuk Ibu

Selasa, 30 April 2013, 05:48 WIB

Berbakti kepada orang tua (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fariq Gasim Anuz
Ustaz Abdullah Bani'mah seorang dai yang mengalami lumpuh total bercerita tentang seorang pemuda pengguna narkoba. Ia pertama kali kenal dengannya saat di rumah sakit di Jeddah. Pemuda tersebut menengok temannya yang dirawat sekamar dengan Abdullah.

Ia sangat taat kepada ibunya. Pernah waktu berkumpul dengan teman-temannya di kamar rumah sakit, berderinglah telepon dari ibunya. Segera ia menjawab dengan hormat dan setelah itu ia pamit untuk pulang.

Teman-temannya menahan dia. Pemuda tersebut mengatakan; Ibu saya menelepon dan minta saya membelikan sesuatu di warung.” Dia pun meninggalkan teman-temannya itu dan bersegara melaksanakan permintaan ibunya.

Setelah selesai memenuhi kebutuhan ibunya, dia balik lagi ke rumah sakit. Adapun waktu yang dibutuhkan untuk pulang pergi itu sekitar dua jam.

Sepuluh tahun kemudian, seseorang membawanya ke rumah Ustaz Abdullah Bani'mah untuk dinasehati. Ia datang bersama seorang teman lainnya. Dua tahun setelah itu, Abdullah Bani'mah melaksanakan umrah. Di Masjidil Haram, seseorang pemuda berjenggot menghampirinya dan memberi salam untuknya.

“Ustadz Abdullah, saya teman Fulan yang kenal Anda 12 tahun lalu di rumah sakit. Kami berdua pernah berkunjung ke rumah Anda sekitar dua tahun lalu. Fulan dan saya sejak pulang dari rumah Anda kami bertaubat dan memperbaiki diri.”

“Kami rajin menuntut ilmu Islam dan berusaha untuk mengamalkan dan mendakwahkannya. Kami safar ke Yordania untuk kegiatan dakwah. Bulan lalu kami pulang, dan baru tiba di Makkah.”

“Teman saya, meminta saya tidak pulang ke rumah sebelum ke Masjidil Haram, untuk shalat malam, berdoa dan shalat subuh berjamaah. Selesai shalat subuh, kami berzikir sampai syuruq,” ujarnya.

Setelah itu, saya tawarkan untuk sarapan berdua di rumah makan. Ia menolak, ia akan mampir ke rumah ibunya dulu dan sarapan bersamanya. Setelah itu kami berpisah.

Menjelang zhuhur, saya mendapatkan kabar melalui telepon bahwa Fulan wafat. Saya kaget. Penelepon memberitahukan bahwa Fulan datang ke rumah ibunya di pagi hari, sambil membawa sarapan. Setelah sarapan, ia sempat berbincang-bincang dengan ibunya.

Ia juga sempat memijit kaki ibunya, dan ia mencium kaki ibunya. Tak lama setelah itu, ia wafat, di kaki ibunya. Ia kemudian dishalatkan di Masjidil Haram dan dikebumikan di Makkah.

Bakti seorang anak kepada orang tua dan doa orang tua yang tulus untuk anaknya, sangat membantu mereka untuk kembali ke jalan Allah dan wafat dengan husnul khatimah.
 
Al-Hafizh Abdul Haq Al-Isybili (wafat 581 H), merupakan seorang ulama dari Sevilla, Spanyol. Ia berkata: “Ketahuilah bahwa di antara sebab utama seseorang wafat dalam keadaan  suul khatimah  adalah cinta dunia, berpaling dari akhirat dan berani bermaksiat kepada Allah. Mungkin asalnya ia melakukan dosa kecil, mencoba satu jenis maksiat, ia mulai berpaling dari akhirat, timbul meremehkan maksiat.”

Kemudian maksiat itu menguasai hatinya, jadilah akalnya sebagai tawanan, cahaya hatinya redup, menutup pintu hidayah. Peringatan tidak bermanfaat lagi baginya dan nasehat tidak melunakkan dirinya. Sebelum kematian tiba, ia mendengar samar-samar ada suara yang memanggilnya ke jalan istiqamah, ia tidak dapat memahaminya meskipun penyeru mengulangi seruannya.”

“Ketahuilah bahwa suul khatimah tidak akan menimpa orang yang istiqamah secara lahir dan hati yang bersih. Suul khatimah hanya akan menimpa orang yang rusak akidahnya dan berani melakukan dosa-dosa besar.

“Barangkali ia kecanduan dosa, sehingga maut menjemputnya ketika ia belum sempat bertaubat. Maut merenggut jiwanya sebelum ia memperbaiki dirinya dan kembali kepada Allah. Akhirnya setan bersorak gembira atas kemenangannya.”

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Minggu, 28 April 2013

FW: Rayuan Gombal Roman Picisan

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

From: Ardian Wirata
Sent: Saturday, April 27, 2013 8:53 AM
To: BDI
Subject: RAYUAN GOMBAL ROMAN PICISAN

 

Assalamu’alaykum Warohmatullohi Wabarokatuh,

Cinta itu buta, demikian suatu ungkapan yang sering kita dengar. Jatuh cinta memang sungguh mengasyikkan.  jika seseorang terkena “virus’” ini maka logika dan nalar pun terkadang berhenti mengambil peranan. Yang berperan adalah hati.

Ambillah contoh kecintaan para sahabat rodhiallohu ‘anhu kepada Alloh ‘azza wa jalla dan Rasululloh Shollallohu ‘alayhi wassalam. Ini adalah suatu kecintaan yang sangat dahsyat. Yang kecintaan itu mengalahkan kecintaan lainnya, jangan kan kecintaan terhadap dunia, kecintaan terhadap ayah bunda, sanak keluarga bakan kecintaan terhadap diri sendiri pun dikalahkan oleh kecintaan yang satu ini.

“Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, karib keluarga kalian, dan juga harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, serta tempat tinggal yang kalian sukai lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah (adzab Allah) sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. ’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. ” [At-Taubah: 24]

Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, hingga dia menjadikan aku sebagai seorang yang lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya. ” [Muttafaqun ‘Alaihi]

“Tidak (wahai ‘Umar), demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, bahkan hendaknya aku juga menjadi orang yang lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri. [HR. Al-Bukhari]

Maka jadilah mereka rodhiallohuanhu ajma’in menjadi sosok-sosok pembela rasululloh shollallohu ‘alayhi wassalam baik disaat rasululloh shollallohu ‘alayhi wassalam masih hidup maupun ketika sudah wafat dengan cara membela dan melestarikan sunnah beliau shollallohu ‘alayhi wassalam.

Dan ini adalah cinta yang sudah terbukti. Dibuktikan oleh sejarah yang tak pernah lekang ceritanya hingga saat ini. Maka benarlah cinta mereka. Karena cinta yang sesungguhnya memerlukan pengorbanan, memerlukan pembuktian.

Cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.

Maka suatu hal yang sangat kontradiktif jika seseorang mengaku cinta kepada Nabi shollallohu ‘alayhi wassalam. Namun sikap kesehariannya sangat bertolak belakang dengan Nabi shollallohu ‘alayhi wassalam. 

Jika sesorang cinta (nge-fans) dengan seorang selebritis misalnya, maka orang tersebut akan mengikuti seluruh gaya, tingkah laku, cara berpakaian, keseharian dari selebritis tsb, lalu bagaimana kita? Bahkan terkadang kita malu untuk berjenggot, terkadang kita malu untuk memakai gamis, mengenakan celana cingkrang (diatas mata kaki), kita malu untuk menunjukkan identitas kita sebagai muslim dan berlindung dibalik dalih kalimat rapuh: ”itukan hanya sunnah…” atau “yang penting kan baik hatinya….”. Bahkan mungkin tak jarang kita mencaci orang yang mencoba mengikuti sunnah dengan kata-kata: saklek, kuno, kebanjiran, jenggot kamb#$g, ninja dlsb, wallohul musta’an

Ketika cinta hanya sekedar kata-kata maka tak ubahnya dengan rayuan gombal dari roman picisan seorang bocah ingusan. Tidak akan berbekas dan tentunya tidak akan berbalas. Didalam pepatah arab disebutkan:

Semua orang mengaku cinta kepada layla, namun layla berlepas diri dari mereka

Boleh saja kita mengaku cinta kepada nabi shollallohu ‘alayhi wassalam namun apakah cinta kita benar? Apakah cinta kita cinta sejati? Apakah cinta kita berbalas? Apakah cinta kita akan menyebabkan kita bersama Rasulullohi shollallohu ‘alayhi wassalam di akhirat? Atau malah Rasulullohi shollallohu ‘alayhi wassalam akan mengusir kita dari telaganya. Wal iyyadzubillah.

Waktu yang akan membuktikan seiring dengan pembuktian kita dalam mengikuti setiap sunnah yang beliau shollallohu ‘alayhi wassalam ajarkan.

Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari no. 7049)

(Wahai Rabbku), mereka betul-betul pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sebenarnya engkau tidak mengetahui bahwa mereka telah mengganti ajaranmu setelahmu.” Kemudian aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku.” (HR. Bukhari no. 7051)

Ya Robb, jadikanlah cinta kami kepada Engkau dan Rasul Mu, cinta yang sejati. Berikanlah kami kekuatan untuk melaksanakan sunnah yang beliau shollallohu ‘alayhi wassalam ajarkan sebagai tanda kecintaan kami kepada nya sehingga kami dapat bersamanya di akhirat kelak.

As Sa’dy dalam tafsirnya mengatakan: “Ayat ini merupakan tolok ukur cinta seseorang kepada Allah dengan sebenar-benarnya cinta atau hanya pura-pura mengaku cinta. Tanda cinta kepada Allah Subhanahu wa ta’ala adalah ittiba’ (mengikuti) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam , yang Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjadikan sikap ini (ittiba’) dan segala apa yang diserukan sebagai jalan untuk mendapatkan cinta dan ridha Allah Subhanahu wa ta’ala . Dan tidak akan didapati kecintaan dari Allah Subhanahu wa ta’ala , ridha dan pahala-Nya, melainkan dengan cara membenarkan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sebagaimana yang ada di dalam Al Qur’an dan As Sunnah, dengan cara melaksanakan apa yang dikandung keduanya, dan menjauhi apa yang dilarangnya. Maka barangsiapa melakukan hal ini, sungguh ia telah dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala , dibalas sebagaimana balasan terhadap kekasih Allah Subhanahu wa ta’ala , diampuni dosanya, dan ditutupi segala aibnya. Maka (ayat ini) seakan-akan (menjelaskan) bagaimana hakekat mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan bagaimana sifatnya.”

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari kiamat. Ia berkata, “Kapan hari kiamat terjadi?” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan untuknya?” Ia menjawab, “Tidak ada sama sekali. Hanya saja, sesungguhnya saya mencintai Allah dan Rosul-Nya.” Maka beliau bersabda, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.” Anas pun mengatakan, “Tidaklah kami berbahagia dengan sesuatu seperti halnya kebahagiaan kami dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.” Anas berkata, “Karena saya mencintai Nabi, Abu Bakar dan Umar. Dan saya berharap saya bersama mereka karena kecintaan saya kepada mereka, meskipun saya tidak beramal seperti amal mereka. (HR.al-Bukhari kitab al-Jumu’ah bab man intazhara hatta tudfan 5/12 no.3688, Muslim 8/42 kitab Al-Birr wash shilah wal aadaab, bab al-Mar’u ma’a man ahabba 8/42 no.6881)

Allohumma amitna ‘alassunnah (Ya Alloh matikan kami diatas sunnah), Ya Alloh sungguh kami cinta kepada rasul Mu dan para sahabatnya maka kumpulkan lah kami bersama mereka di akhirat kelak, aamiiin ya robbal ‘alamiin…

Wallohu A’lam

Badak, 11 April 2013

 

 

FW: Memperebutkan Jabatan dan Kedudukan

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Monday, April 29, 2013 6:43 AM
To: BDI
Subject: Memperebutkan Jabatan dan Kedudukan

 

Memperebutkan Jabatan dan Kedudukan

Jumat, 26 April 2013, 09:31 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr HM Harry  Mulya Zein 
Dalam sebuah berita di media massa, saat ini banyak anak pejabat dan kepala daerah yang berlomba-lomba menjadi calon anggota legislatif.

Jabatan publik seperti anggota legislatif sepertinya menjadi jabatan turun temurun di negeri ini yang diperebutkan. Dari sisi peraturan perundang-undangan sebenarnya sah-sah saja. Namun secara etika, sungguh tidak pantas jabatan publik dilakukan secara turun temurun.


Dalam koridor Islam, jabatan merupakan sebuah amanah yang harus dijaga dan diminta pertanggungjawabannya kelak.

Jabatan merupakan amanah  dan pengabdian bukan untuk mencari ketenaran serta menumpuk kekayaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasihati Abdurrahman bin Samurah:

“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan. Karena jika engkau diberi tanpa memintanya, niscaya engkau akan ditolong (oleh Allah dengan diberi taufik kepada kebenaran). Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu, niscaya akan dibebankan kepadamu (tidak akan ditolong).”

Dalam sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan Abu Dzar Al-Ghifari. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku sebagai pemimpin?”

Mendengar permintaanku tersebut beliau menepuk pundakku seraya bersabda: “Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah sementara kepemimpinan itu adalah amanah. Dan nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut. ” (Shahih, HR. Muslim)

Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai Abu Dzar, aku memandangmu seorang yang lemah, dan aku menyukai untukmu apa yang kusukai untuk diriku. Janganlah sekali-kali engkau memimpin dua orang dan jangan sekali-kali engkau menguasai pengurusan harta anak yatim. ” (Shahih, HR. Muslim).

Memang, pada dasarnya, setiap manusia menginginkan menjadi pemimpin yang memiliki sebuah jabatan penting. Terlebih saat ini jabatan publik seperti anggota legislatif dijadikan lambaian rupiah (uang dan harta) dan kesenangan dunia lainnya.

Sungguh benar sabda Rasulullah ketika beliau menyampaikan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: “Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.” (Shahih, HR. Al-Bukhari).

Bagaimana tidak, dengan menjadi seorang pemimpin, memudahkannya untuk memenuhi tuntutan hawa nafsunya berupa kepopuleran, penghormatan dari orang lain, kedudukan atau status sosial yang tinggi di mata manusia, menyombongkan diri di hadapan mereka, memerintah dan menguasai kekayaan, kemewahan serta kemegahan.

Wajar bila kemudian untuk mewujudkan ambisinya ini, banyak elit politik atau ‘calon pemimpin’ dibidang lainnya, tidak segan-segan melakukan politik uang dengan membeli suara masyarakat pemilih atau mayoritas anggota dewan. Atau ‘sekedar’ uang tutup mulut untuk meminimalisir komentar miring saat berlangsungnya kampanye, dan sebagainya.

Berkata Al-Muhallab sebagaimana dinukilkan dalam Fathul Bari (13/135): “Ambisi untuk memperoleh jabatan kepemimpinan merupakan faktor yang mendorong manusia untuk saling membunuh. Hingga tertumpahlah darah, dirampasnya harta, dihalalkannya kemaluan-kemaluan wanita (yang mana itu semuanya sebenarnya diharamkan oleh Allah) dan karenanya terjadi kerusakan yang besar di permukaan bumi.”

Semoga saja itu tidak terjadi di Indonesia, negeri tercinta.

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

FW: Dakwah bil Uswah

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Monday, April 29, 2013 6:50 AM
To: BDI
Subject: Dakwah bil Uswah

 

Dakwah bil Uswah

Sabtu, 27 April 2013, 23:06 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhbib Abdul Wahab    
Setiap Muslim wajib berdakwah, mengajak beriman dan berislam dengan baik dan istiqamah, minimal kepada diri sendiri. Sabda Nabi SAW, "Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat." (HR Muslim)

Berdakwah adalah pekerjaan mulia yang dapat menjadi motivasi bagi diri sendiri untuk berbuat sesuai dengan yang didakwahkan.

Karena itu, dakwah Islam akan berhasil dan efektif jika sang da'i sudah  mengamalkan dan menampilkan keteladanan terlebih dahulu apa yang disampaikan kepada orang lain, seperti yang dilakukan Nabi saw.

Dakwah bil Lisan atau bil Hal tidak akan berhasil dengan baik jika tidak dibarengi dengan uswah hasanah
(keteladanan yang baik) dari sang da'i. Dengan kata lain, setiap Muslim sejatinya harus mampu memberikan teladan yang terbaik bagi diri sendiri, keluarga, dan orang lain.
 
Allah sangat murka kepada da'i yang hanya menceramahi orang lain, tapi tidak mengamalkan isi dakwahnya. Inilah dakwah lilin: menerangi orang lain tetapi dirinya sendiri terbakar dan habis.

"Hai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Sungguh amat besar kemurkaan Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang kamu tidak kerjakan." (QS Ash-Shaff [61]: 2-3).

Dakwah Rasulullah saw merupakan dakwah sinergi antara kata-kata dan perbuatan nyata. Rasul selalu menyatukan kata dengan perbuatan sehingga menjadi teladan bagi umatnya.

Selain itu, dalam berdakwah Rasul juga mengedepankan etika seperti: kelemahlembutan, kesantunan, empati, kasih sayang, dan kesabaran. Rasul tidak pernah mencaci maki, melaknat, memarah-marahi, apalagi membodohi umatnya.
  
Rasulullah tidak memendam rasa dendam dan meluapkan emosi amarahnya ketika dicaci maki dan dilukai Abu Jahal dengan dilempari batu dan dipukul dengan kampak, saat mengajak kaumnya berislam di bukit Safa.

Bahkan ketika Sayyidina Hamzah, paman beliau, menemuinya selepas membalaskan dendamnya kepada Abu Jahal, beliau tidak merasa senang terhadap tindak kekerasan yang dilakukan pamannya itu. Kata beliau, "Aku tidak suka engkau berbuat seperti itu. Aku lebih suka engkau berbuat damai dengan bersyahadat, memeluk Islam".
    
Respon Rasul tersebut membuat Hamzah tertegun, menyadari pelampiasan dendam tidak menyelesaikan masalah. Akhirnya, Hamzah bertobat dan masuk Islam.

Kisah singkat ini memberi pelajaran kepada kita dakwah bil uswah (dengan keteladanan) jauh lebih efektif daripada dakwah dengan kata-kata yang tidak disertai dengan amal nyata.
 
Di era globalisasi, dakwah memerlukan sentuhan teknologi. Ilmu dan etika dakwah tidak cukup dikuasai dai, tapi juga teknologi komunikasi, teknologi dakwah, dan teknologi media dakwah.

Jika dakwah menjadi tugas bersama, maka masing-masing pihak berkewajiban bersinergi dalam berdakwah. Sebab, selama ini dakwah bil lisan (dengan kata-kata) sudah mengalami titik jenuh.

Terbukti, pelanggaran moral dan norma hukum masih terus terjadi. Korupsi masih merajalela, padahal pelakunya juga mengaku Muslim. Yang diperlukan adalah keteladanan dalam beramar ma'ruf nahi munkar.
  
Jadi, sinergi dakwah bil uswah itu harus dengan ibda' bi nafsik (mulailah dari diri sendiri). Dakwah antikorupsi misalnya akan efektif jika sang da'i bersih dari korupsi, dan benar-benar tidak pernah korupsi. 

Kesadaran untuk mau mendakwahi diri sendiri perlu menjadi komitmen bersama, jika kita semua menghendaki masa depan umat Islam Indonesia dan dunia menjadi lebih maju.

Para pemimpin bangsa ini sudah saatnya berintrospeksi diri untuk bisa menjadi teladan dalam mendakwahi diri sendiri agar kata-kata dan kebijakannya didengar dan dilaksanakan oleh bawahan dan warga bangsa ini. Rakyat sudah lelah hanya mendengar kata-kata dan wacana tanpa bukti nyata!


Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Disclaimer:
The contents of this email, together with its attachments, may contain confidential information belong to Virginia Indonesia Co., LLC ("VICO") and Virginia Indonesia Co., CBM Limited  ("VICO CBM"). If you are not the intended recipient, please notify the sender immediately and delete this e-mail from your system, and you should not disseminate, distribute, copy or otherwise use this email or any part thereof.

Jumat, 26 April 2013

FW: Tipe-Tipe Dai

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, April 26, 2013 7:05 AM
To: BDI
Subject: Tipe-Tipe Dai

 

Tipe-Tipe Dai

Jumat, 26 April 2013, 03:21 WIB

Dakwah islamiyah (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Ustaz A Saefullah MA
Bagi seorang Muslim, dakwah merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar. Kewajiban dakwah merupakan suatu yang tidak bisa dihindarkan dari kehidupan.

Dakwah melekat erat bersamaan dengan pengakuan dirinya sebagai seorang Muslim. Orang yang mengaku sebagai Muslim, dia menjadi seorang juru dakwah.

Sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad saw dalam sabdanya, "Sampaikan apa yang kamu terima dariku walaupun hanya satu ayat".  Atas dasar ini, dakwah merupakan bagian penting dalam kehidupan seorang muslim.

Ada empat tipe dakwah. Pertama, seperti Air hujan, berdakwah ke tempat manapun, tidak memilih-milih lokasi; kaya miskin, pejabat rakyat, tua muda, muslim kafir dan sebagainya. 

Allah SWT berfiman :"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepa Allah..."(QS.Ali Imron: 110).

Lihat juga surat Annahl 82 dan 125, Al Ghasiyah 21-22, Ali Imron 104, Annisa 95-96, Yusuf 108, Fusshilat 33, as-shaf 10-13).

Dalam hadis Rasulullah saw bersabda : "Apabila umatku sudah meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar maka tercabutlah bagi mereka keberkahan wahyu (HR.Hakim dan Tirmidzi ).

Kedua, seperti air sumur, orang-orang mendatangi ulama untuk mendapatkan ilmu, hikmah, faedah. Firman Allah dalam Surat Fathir ayat 28: "Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya, hanyalah para ulama..."
  
Lihat juga Surat Attaubah : 122, Al Ahzab 39, Al Haj 54. Rasulullah saw bersabda :"Ulama itu para penerima amanah Rasul selama tidak bergelimang dengan kekuasaan, dan tidak menjadikan dunia sebagai tujuan. Apabila mereka dikendalikan oleh kekuasaan dan menjadikan dunia sebagai tujuannya, sungguh mereka telah berkhianat pada para Rasul. Hati-hatilah menghadapi mereka. "(HR.Uqaily dari Anas).

Ketiga, seperti air pam, berdakwah jika dibayar, jika tidak dibayar dia tidak mau berdakwah, seperti air pam yang mampet. Allah SWT berfirman :"Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab ? Tidakkah kamu mengerti. "(Al-Baqarah :44 ).

Lihat juga Al Baqarah :174-175 dan Ali Imron : 187.  Rasulullah saw bersabda : "barangsiapa yang mencari ilmu (yang dengan ilmunya tersebut ) hanya untuk pandai mendebat (beragumentasi) dengan para ulama atau untuk membodohi/mengelabui orang-orang bodoh, atau hanya ingin mendapatkan kemuliaan manusia (dengan menjadi terkenal) maka Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka."(HR.Tirmidzi).
 
Keempat, seperti air kotor, dakwah bercampur dengan maksiat,  dia berdakwah tapi juga melakukan perbuatan dosa, maksiat dan kezholiman.

Firman Allah dalam Al Quran Surat As Shaf :2-3  menjelaskan, :"Wahai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ? (Itu ) sangatlah dibenci disisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan".

Rasulullah saw bersabda : "Jika seorang alim tidak mengamalkan apa yang diketahui orang alim tersebut akan masuk neraka" (HR.Dailamy).

Dari Ibnu Umar, Rasulullah saw bersabda :"Sesungguhnya Allah swt tidak mencabut ilmu secara langsung dari hati hamba-hambaNya, akan tetapi Allah mencabut ilmu itu dengan cara mewafatkan para ulamanya, sehingga tidak ada seorangpun yang tertinggal di kalangan mereka. Dan pada waktu itu umat manusia menjadikan pemimpin mereka dari orang yang bodoh; yang apabila mereka ditanya, maka mereka memberikan fatwa tanpa didasari ilmu, sehingga mereka tersesat dan menyesatkan."(HR.Bukhari dan Muslim).

Jika kita merujuk apa yang diucapkan Ali bin Abi thalib karramallahu wajhah, saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda :"Pada akhir zaman akan datang suatu kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka mengutip ucapan manusia terbaik (Nabi SAW ), tetapi tidak melewati tenggorokan mereka (tidak di amalkan). Mereka  tercabut dari agama sebagaimana anak panah tercabut dari busurnya. Ketika Rasulullah isra mi'raj melihat orang-orang yang dipotong lidah mereka dengan pemotong dari api.

''Lalu aku bertanya, siapa mereka itu ya, Jibril? ''Mereka adalah para da'i dari umat Anda yang menyuruh berbuat kebajikan tetapi lupa diri mereka sendiri'', jawab jibril. Semoga kita dijauhkan dari tipe da'i air pam dan air kotor.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

FW: Investasi Kebaikan

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, April 26, 2013 6:55 AM
To: BDI
Subject: Investasi Kebaikan

 

Investasi Kebaikan

Kamis, 25 April 2013, 10:48 WIB

Berbakti kepada orang tua (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhbib Abdul Wahab
Diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW pernah berkisah. Ada tiga orang bersahabat pergi ke suatu tempat, tiba-tiba hujan turun deras, lalu mereka berlindung dalam sebuah gua di lereng gunung.

Tak lama kemudian, sebongkah batu padas longsor dan menutupi pintu gua. Mereka berusaha mendorongnya tapi sia-sia. Salah satu di antara mereka berkata, “Mari masing-masing kita berdoa dengan menyebut perbuatan paling mulia yang pernah  kita lakukan.”

Orang pertama berkata: “Ya Allah, aku mempunyai ayah dan ibu yang sudah renta. Setiap hari aku pergi menggembala, dan ketika pulang kubawakan susu perahan untuk diminumnya.

Setelah keduanya meminum susu itu, aku baru berikan sisanya untuk istri dan anak-anakku. Pada suatu hari aku terlambat pulang, dan kudapati kedua orang tuaku telah tidur.

Aku enggan membangunkan, dan aku sabar menunggu sampai waktu subuh tiba, sementara anak-anaku merengek minta susu. Anak dan istriku baru kuberi susu setelah orang tuaku meminumnya.

Ya Allah, jika menurut-Mu aku melakukan hal itu semata-mata karena mengharap ridla-Mu, berikanlah kepada kami jalan keluar dari kesulitan ini.” Tak lama setelah doa ini dipanjatkan, batu yang menutupi mulut gua tadi sedikit bergeser.

Orang kedua berkata: “Ya Allah, Engkau pasti mengetahui aku pernah jatuh cinta kepada seorang gadis anak pamanku. Aku menginginkan kehangatan tubuhnya tapi dia menolak.

Suatu hari pada beberapa tahun kemudian dia datang kepadaku dan berkata, kau tidak akan mendapatkan dirinya apa yang aku minta sebelum aku memberinya seratus dinar. Dengan kerja keras aku berhasil mengumpulkan uang yang dimintanya.

Setelah itu aku datang menagih janji, tapi dia berkata, ‘Takutlah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa cincin tidak bisa dilepas kecuali oleh yang berhak (maksudnya, keperawanan tidak bisa dibuka kecuali dengan pernikahan)’.

Akupun berdiri meninggalkannya dengan perasaan malu. Ya Allah, kalau aku melakukan hal itu dengan ikhlas karena mengharap ridha-Mu, maka tolonglah kami dari kesulitan ini.” Maka batu itupun terbuka dua pertiga, namun mereka belum bisa keluar.

Orang ketiga berkata: “Ya Allah, Engkau mengetahui dahulu aku mempekerjakan seseorang dengan upah tiga kilo jagung, tapi ia tidak mengambil upahnya. Jagung itu lalu kutanam dan hasilnya aku belikan seekor sapi.

Suatu hari ia datang dan menanyakan haknya. Aku katakan kepadanya agar mengambil sapinya. Dia tidak percaya dan meminta agar tidak memperolokkannya. Aku katakan bahwa aku tidak memperolokkannya. Aku tegaskan, sapi itu adalah haknya.

Lalu aku ceritakan kepadanya apa yang terjadi. Ya Allah, jika menurut-Mu apa yang kulakukan ini semata-mata mengharap ridha-Mu, maka tolonglah kami dari kesulitan ini.” Maka –kata Nabi SAW—batu itu bergeser, dan pintu gua itu terbuka.

Kisah Nabi SAW tersebut menginspirasi kita, investasi amal kebaikan yang dilakukan secara ikhlas tidak hanya merupakan kunci diterimanya doa, melainkan juga menjadi modal spiritual untuk solusi terhadap suatu masalah.

Doa yang dilandasi iman, ikhlas dan investasi  kebaikan dapat menjadi solusi terhadap berbagai kesulitan hidup. Karena itu, berdoa bukan sekedar meminta dan mengharap kemurahan Allah tanpa dibarengi investasi kebaikan yang didekasikan untuk kemanusiaan dan semata-mata mengharap ridha-Nya.

Berinvestasi kebaikan dan kemuliaan di mata Allah tidak ada yang sia-sia.  Investasi kebaikan itu seharusnya membuat kita semakin yakin bahwa doa akan selalu menjadi solusi dari berbagai persoalan kita.

“Sungguh Allah itu Mahahidup dan Mahapemberi. Dia malu apabila ada seorang yang menengadahkan kedua tangan kepada-Nya untuk membiarkannya kembali dalam keadaan hampa, sia-sia.” (HR. Abu Dawud dan At-Turmudzi).

Namun demikian, idealnya kita tidak hanya berdoa ketika mengalami kesulitan, sementara tidak berdoa saat mendapat kenikmatan.

Sabda Nabi SAW, “Siapa menginginkan doanya di waktu kesusuhan dikabulkan oleh Allah, hendaklah ia memperbanyak doa di waktu lapang dan bahagia.” (HR. At-Turmudzi dan Al-Hakim). Investasi kebajikan adalah investasi dunia akhirat yang tidak pernah mengecewakan.

Kebajikan apa saja yang kamu usahakan (investasikan) bagi dirimu, tetapi kamu akan mendapati pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Baqarah/2: 110). Karena itu, ber-fastabiqul khairat perlu terus dipupuk dan dikembangkan dalam segala situasi dan kondisi.

Selain sebagai solusi, doa yang dikawal dengan investasi kebajikan juga merupakan sumber kenikmatan spiritual bagi orang-orang percaya kepada kemahabesaran dan kemurahan Allah.

Mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui doa tentu bukan menjadi pilihan terakhir setelah usaha dan kerja keras dilakukan, tetapi merupakan amalan sepanjang hayat yang harus menyertai dinamika kehidupan kita, baik saat dukacita maupun bahagia.

Jika Allah sangat dekat dengan kita, bahkan lebih dekat dari urat nadi kita sendiri, mengapa kita tidak mendekati-Nya untuk memohon kemurahan dan kasih sayang-Nya?

Sekiranya kita sering dikecewakan orang lain, yakinlah bahwa melalui investasi kebaikan, Allah tidak akan pernah mengecewakan kita. Wallahu a’lam

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Kamis, 25 April 2013

FW: Kematian Hati

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Thursday, April 25, 2013 6:59 AM
To: BDI
Subject: Kematian Hati

 

Kematian Hati

Jumat, 19 April 2013, 07:30 WIB

Zikir (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Bismillahirrahmaanirrahiim,

Kasus korupsi Alquran beberapa waktu yang lalu membuat semua miris hati. 

Belum lagi korupsi bantuan sosial, adalagi kasus pencurian pakaian dalam yang divonis lima tahun penjara, yang lebih lama dari kasus korupsi miliaran yang divonis hanya 4,5 tahun penjara. 

Kemarin saya liat di media online ada hakim yang minta penari telanjang, guru yang mencabuli anak didiknya, anak yang membunuh bapaknya, penjualan organ tubuh sampai menjual bayi lewat internet. Inna lillahi wa inna ilaihi ro’jiun. Kemana hati nurani bangsa ini? Kita semua?

Al Ustaz Sa’id Hawwa menyebutkan dalam bukunya yang berjudul tazkiyatun nafs (pensucian jiwa) penyebab langsung kematian hati adalah kehilangannya nilai-nilai spiritual dan keimanan, seperti sabar, syukur, takut kepada Allah yang semua itu merupakan keharusan demi maslahat kehidupan. 

Setiap anggota tubuh diciptakan oleh Allah dengan fungsi-fungsi tertentu. Sedangkan yang disebut dengan sakitnya anggota tubuh tersebut bilamana sudah tidak dapat berfungsi dengan baik. 

Artinya fungsinya tidak muncul atau tetap muncul namun disertai ketidakstabilan. Misalkan sakitnya mata ketika tidak bisa melihat, tangan ketika tidak berkemampuan memegang. Begitu pula sakitnya hati, ketika tidak berjalannya fungsi hati sesuai tujuan penciptaannya. 

Yaitu menyerap ilmu, hikmah dan ma’rifah. Sebagaimana seharusnya mencintai Allah, beribadah kepadaNya, merasakan kenikmatan mengingatNya dan lebih mengutamakan itu semua daripada keinginan-keinginan lainnya. Serta meminta bantuan kepada seluruh syahwat (keinginan) dan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi tersebut.

Bersihnya hati manusia dari noda dan penyakit merupakan sumber utama kebaikan manusia di dunia dan akhirat. 

Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging,  jika itu baik maka akan baik seluruh tubuh manusia, tapi jika itu buruk maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hati ibarat benteng dan syetan adalah musuh yang ingin masuk menguasainya. Manusia dapat menjaga pintu-pintunya, sebagai berikut: marah dan syahwat; dengki dan tamak; kenyang dengan makanan; suka berhias dengan pakaian, perabotan dan rumah; tamak terhadap manusia; tergesa-gesa dan tidak berhati-hati dalam berbagai perkara; dirham, dinar dan berbagai kekayaan; bakhil (pelit) dan takut miskin; fanatik terhadap mazhab dan hawa nafsu; mengajak orang awam untuk memikirkan zat dan sifat-sifat Allah; berprasangka buruk terhadap kaum muslimin.

Dan menurut Al ustadz Sa’id Hawwa itu adalah sebagian kecil pintu masuk syetan kedalam hati. Karena sebagaimana hadis,  “Sesungguhnya syetan (dapat) mengalir didalam diri anak Adam sebagaimana darah mengalir dalam jasad(nya). (HR. Bukhari dan Muslim). 

Dzikir adalah obat tetapi tanpa takwa dzikir kurang dayanya. Dzikir tidak dapat meresap kedalam hati kecuali jika hati itu telah disuburkan dengan ketakwaan dan dibersihkan dari sifat-sifat tercela. 

Jika tidak maka dzikir hanya merupakan bisikan jiwa yang tidak memiliki kekuatan didalam hati, sehingga tidak dapat mengusir kekuatan syetan. Sebagaimana ayat ; “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (Al-A'raf : 201).

Puncak dzikir dan ibadah adalah shalat, sebagaimana ayat : “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-'Ankabuut : 45)

Bagaimana shalat kita, sudahkah kita khusyuk dalam shalat?. Karena setan berdesakan dalam hati ketika kita sedang shalat. Mencoba menyeret kita berkelana kepada urusan-urusan dunia. Shalat merupakan ujian bagi hati, kebaikan dan keburukan hati dapat diketahui melalui shalat. 

Utsman pernah bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, setan telah mengganggu shalat dan bacaanku.” Beliau bersabda: “Itulah setan yang disebut dengan ‘Khanzab’, jika engkau merasakan kehadirannya maka bacalah ta’awudz kepada Allah dan meludah kecillah ke arah kiri tiga kali.” (HR. Ahmad).

Ibrahim bin Adham ditanya “mengapa doa kita tidak dikabulkan, padahal Allah berfirman, ‘berdoalah kepadaKu niscaya akan Aku perkenankan bagimu? ’”. Ia menjawab, “karena hati kalian sudah mati”. Lalu ditanya lagi, “apa yang mematikannya?”. 

Ia menjawab, “delapan hal, yaitu kalian mengetahui hak Allah tetapi tidak melaksanakannya, kalian membaca al Qur’an tetapi tidak mengamalkan hukum-hukumnya, kalian berkata, ‘kami mencintai Rasulullah SAW’, tetapi tidak mengamalkan sunnahnya, kalian berkata ‘kami takut mati’ tapi tidak mempersiapkan untuk menghadapinya, mengetahui firman Allah bahwa ‘sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Faathir, 35 :6) 

Namun berteman dalam hal kemaksiatan, kalian berkata ‘kami takut neraka’ tetapi mencampakkan tubuh kalian kedalamnya, kalian berkata ‘kami mencintai syurga’ tetapi tidak berusaha untuk meraihnya, dan apabila kalian berdiri dari amparan kalian, maka kalian melemparkan aib-aib kalian dibelakang punggung, lalu menggelar aib-aib orang lain didepan kalian sehingga membuat Allah murka, maka bagaimana mungkin Allah akan mengabulkan doa kalian?’”. Na’udzubillah

Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.

Ustaz Erick Yusuf: Penggagas iHAQi
@erickyusuf

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

FW: Menjadi Pribadi yang Lembut

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Wednesday, April 24, 2013 6:47 AM
To: BDI
Subject: Menjadi Pribadi yang Lembut

 

Menjadi Pribadi yang Lembut

Selasa, 23 April 2013, 06:07 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Inna Itt 
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka…” (Qs Ali Imran 159)

Kata kunci dari surah Ali Imran ayat 159 di atas ialah ‘rahmat’ Allah. Rahmat yang secara etimologi berarti kasih sayang Allah, meliputi segala yang ada di langit dan bumi. Dengan rahmatNya, Allah menciptakan bumi dengan segala isinya untuk khaliifah fil ardh dan untuk semua makhluk yang mendiami bumi.

Jika bukan dengan rahmatNya tersebut, kita takkan pernah bisa bertahan di bumi dalam kondisi yang kosong tanpa isi. Dengan rahmatNya pula, Dia mengirimkan seorang Nabi, pembawa risalah suci, pengubah jahiliyah menjadi islami, dengan segala kesabaran dan keteguhan hati yang ia miliki, Rasulullah Saw yang perjalanan dakwahnya yang diawali dengan jalan terjal berupa penolakan dan cacian, tak lantas membuat Al-Amiin ini berputus asa dari rahmatNya.

Bersabar selama puluhan tahun di Makkah dan belasan tahun di Madinah, membuat perjalanan dakwah yang sebelumnya dihujani penolakan bahkan usaha untuk membunuh beliau, berangsur-angsur berbuah manis. Tak heran jika Michael H Hart dalam bukunya The 100 a Ranking of The Most Persons in History menilai Nabi Muhammad sebagai tokoh yang paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia.

Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal sprititual dan kemasyarakatan. Hart mencatat bahwa Muhammad mampu mengelola bangsa yang awalnya egois, barbar, terbelakang, terpecah belah oleh sentiment kesukuan menjadi bangsa yang maju dalam bidang ekonomi, kebudayaan, dan kemiliteran, bahkan sanggup mengalahkan pasukan romawi yang saat itu merupakan kekuatan militer terdepan di dunia dalam pertempuran.


Semua hal di atas bukan disebabkan Nabi Muhammad kuat secara ekonomi, yang kita tahu Nabi Muhammad hidup sebagai seorang yang paling sederhana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits manakala beliau tidak menemukan makanan, maka hari itu beliau ikhlas berpuasa karena Allah. Bukan juga kekuatan secara fisik semata. Namun, kekuatan itu bersumber dari kelembutan hati beliau sebagai bukti rahmat Allah yang dianugerahkan kepadanya.

Lanjutan Qs Ali Imran di atas, seandainya saja Rasulullah berlaku keras lagi kasar, maka tentulah orang-orang kafir akan menjauh dari beliau dan tentu saja, amanat Allah untuk menjadikan islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam, tidak akan pernah berhasil. Tentang kekerasan, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengutusku bukan untuk melakukan kekerasan, tapi untuk mengajar dan memberikan kemudahan,” (HR Ahmad) atau dalam hadits lain, “Sesungguhnya Allah Maha Lemah Lembut.
 
Melalui kasih sayang Allah akan banyak mendatangkan hal positif, tidak seperti halnya kekerasan,” (HR Muslim) Ada contoh sederhana dan semoga kita dapat belajar dari teguran Rasulullah untuk Aisyah.

Suatu hari, beberapa orang yahudi bertandang ke kediaman Rasulullah, lalu mereka mengucapkan salam namun diplesetkan menjadi “Assamu ‘Alaikum,”, maka, dengan geram Aisyah menjawab, “Alaikum wa La’anakumullah wa Ghadiballahu Alaikum) yang artinya semoga laknat dan murka Allah menimpa kalian. Lalu, Rasulullah Saw pun menegur, “Berlaku lemah lembutlah wahai Aisyah, janganlah berkata keras lagi kasar,” (HR Bukhari)

 

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

Rabu, 24 April 2013

FW: Keutamaan Menebar Salam

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Wednesday, April 24, 2013 6:40 AM
To: BDI
Subject: Keutamaan Menebar Salam

 

Keutamaan Menebar Salam

Senin, 22 April 2013, 06:59 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zainal Arifin
Suatu hari ketika Abdullah bin Umar RA pergi ke pasar dan mengucapkan salam pada setiap orang yang dijumpainya, seseorang bertanya padanya. “Apa yang engkau lakukan di pasar wahai Ibnu Umar? Engkau tidak berniaga, tidak juga membeli sesuatu dan tidak menawarkan dagangan, engkau juga tidak bergabung dalam majelis orang-orang di pasar.”

Ibnu Umar menjawab, ”Sesungguhnya aku pergi ke sana hanya untuk menyebarkan salam pada orang yang aku jumpai.”

Makna yang tersirat dalam kisah tersebut adalah keutamaan menyebarkan salam karena merupakan adab yang istimewa dalam kehidupan masyarakat Muslim.

Salam bukanlah sekadar tradisi pada pembukaan dan penutupan suatu acara semata, ataupun disampaikan pada orang-orang tertentu saja. “Islam yang baik adalah memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang dikenal maupun tidak dikenal.” (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW memberikan perhatian yang besar terhadap amalan salam, beliau memotivasi umatnya untuk senantiasa menanamkan dan mempraktekkan salam dalam kehidupan sehari-hari. “Apabila Rasulullah mendatangi suatu kaum, maka beliau mengucapkan salam kepada mereka sebanyak tiga kali”(Riwayat Bukhari).

Selain itu, kaidah-kaidah menebar salam telah diatur Rasulullah dalam banyak Haditsnya, Bahkan banyak para ahli Hadits mengkhususkan dan meletakkannya dalam satu bab tersendiri yang biasa disebut “Kitab Salam” ataupun “Bab Salam”.

Allah SWT juga memerintahkan kita untuk saling menebar salam, terutama ketika kita sedang bersilaturahmi ke rumah seseorang. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS an Nur [24]: 27).

Dan sesungguhnya salam yang kita sebarkan adalah doa untuk orang yang mendengarnya dan juga doa untuk diri kita sendiri. “…Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya), yang artinya juga memberi salam kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya bagimu, agar kamu memahaminya. (QS [24]: 61).

Inilah pentingnya kita sebagai umat Muslim untuk saling menebar salam di antara kita, baik itu di pasar, di perjalanan, di masjid dan di manapun ketika kita bertemu dengan siapapun, terlebih-lebih bertemu saudara seiman. Menebar salam dengan ikhlas dapat menjaga keimanan dan menumbuhkan ikatan cinta yang kuat dalam kehidupan umat Muslim.

“Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang sesuatu yang jika kalian lakukan, kalian akan saling mencintai? Sebarkan salam di antara  kalian.” (Riwayat Muslim).

Betapa indahnya ukhuwah Islamiyah ketika masing-masing kita saling menebar salam yang baik lagi santun. Dan Allah telah menyiapkan tempat yang mulia bagi siapapun yang selalu menebar salam. “Sesungguhnya orang yang paling utama di sisi Allah adalah mereka yang memulai salam.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

FW: Terlena dengan Kekayaan

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Tuesday, April 23, 2013 7:09 AM
To: BDI
Subject: Terlena dengan Kekayaan

 

Terlena dengan Kekayaan

Sabtu, 20 April 2013, 03:03 WIB

Dinar-dirham, ilustrasi

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Makmun Nawawi
Abdullah bin Ma’lam bertutur: “Ketika kami berhaji dan keluar dari Madinah, tiba-tiba kami bersua dengan seseorang dari suku Bani Hasyim dari Bani Abbas bin Abdul Muthallib. Ia menolak dunia dan fokus sepenuhnya untuk akhirat. Kemudian aku dan ia disatukan dalam suatu perjalanan, dan aku merasa nyaman bersamanya.”

Abdullah menyapanya. “Apakah Anda bisa naik kendaraan bersama saya? Kebetulan saya ada tempat lebih.” Orang itu pun menjawab; “jazakallah khaira” (semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan) pada saya.”

Setelah merasa nyaman bersama saya, ia bercerita. “Saya adalah keturunan dari Bani Abbas. Dulu saya tinggal di Basrah, mempunyai kemuliaan, kenikmatan, kekayaan yang melimpah, dan kemewahan hidup.''

Ia melanjutkan, ''Suatu hari saya menyuruh pelayan agar mengisi kasur dan bantal dengan bahan sutera, yang dihiasi pula dengan taburan bunga mawar. Pelayan pun melakukan apa yang kutitahkan,” ujarnya.

Begitu saya hendak tidur, ternyata ada cerocok bunga mawar yang tertinggal karena pelayan lupa merapikannya. Saya pun menderanya dengan sejumlah pukulan. Setelah cerocok itu dikeluarkan dari bantal, saya balik lagi ke tempat tidur.

Dalam tidur, saya bermimpi didatangi seseorang yang buruk rupa, seraya berkata; ‘Sadarlah dari pingsanmu, dan bangkitlah dari tidur lelapmu.’

Lantas dia menembangkan puisi: “Hai teman spesial, kini kau berbantalkan yang halus dan empuk. Namun setelah ini, kau beralaskan batu cadas yang keras. Maka bentangkan amal saleh untuk dirimu, sehingga kau bahagia. Jika tidak, esok engkau akan menyesal.”

Kemudian aku bangun dan terjaga, dengan dihantui kecemasan. Lalu aku keluar saat itu juga, dan lari menuju Rabb-ku.”

Medium atau sebab untuk meraih kesadaran dan pertobatan memang amat beragam. Misalnya, seseorang baru sadar jika ditimpa penyakit akut lalu sembuh, mengalami kecelakaan maut lantas selamat, bertemu dengan seseorang yang piawai dalam menyentuh tali jiwanya, karena perjalanan usia, atau lantaran mimpi— seperti tersimbul dari narasi di atas.

Terkadang, sebab itu datang sendiri menyelinap ke dalam hati seseorang yang dikehendaki Allah. (QS al-Qashash: 56). Maka berbahagialah mereka yang bisa mereguk kesadaran ini sebelum ajal tiba.

Memunculkan kesadaran akan Allah dan akhirat, hakikatnya memang hak prerogatif Allah. Di samping ia juga merupakan medan mujahadah seseorang. Beragam ujian seringkali menjadi dinding tebal untuk sampai kepadanya.

Selain kemiskinan, kekayaan juga merupakan perangkap yang kerap meninabobokan seseorang sehingga mereka terlena dalam kemaksiatan.

Ketika banyak orang dan tokoh high class terperosok dalam jurang kemaksiatan, seraya melupakan Allah dan Hari Akhir— seperti ramai diberitakan,—gambaran di atas mengajarkan hal penting.

Bagaimana keturunan Bani Hasyim yang berada dalam gemerlapnya kekayaan ini telah mengambil keputusan yang amat menentukan perjalanan hidupnya.

Hal ini jelas tak mudah, karena orang yang tidur itu tak sadar jika dirinya bermimpi, kecuali sudah bangun. Demikian pula orang yang lalai terhadap akhirat; ia tidak menyadari akan apa yang sudah disia-siakan kecuali setelah kematian menjemputnya.

 

Redaktur : Damanhuri Zuhri