Jumat, 31 Mei 2013

FW: Mabit BDI VICO 2013

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Pengurus BDI Jakarta
Sent: Friday, May 31, 2013 2:51 PM
To: BDI
Subject: Mabit BDI VICO 2013

 

FW: Menyayangi Anak Kecil

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Thursday, May 30, 2013 7:05 AM
To: BDI
Subject: Menyayangi Anak Kecil

 

Menyayangi Anak Kecil

Thursday, 30 May 2013, 00:16 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Kodirun
Dalam kitab Akhlaq al-Mu’min, Amr Khalid menceritakan ada seorang anak kecil di Kota Madinah. Namanya, Umair. Dia selalu membawa seekor burung untuk digunakan bermain-main.

Nabi menamai burung ini Nughair. Setiap kali melihat Umair, Nabi bertanya kepadanya, “Wahai Umair, apa yang sedang dilakukan Nughair?”

Pada suatu hari, Rasulullah saw melihat Umair sedang menangis. Beliau bertanya kepadanya, “Mengapa kamu menangis wahai Umair?” Jawab Umair, “Wahai Rasulullah, Nughair sudah mati.”

Selanjutnya, Rasulullah saw duduk sebentar bermain-main dengan Umair. Kebetulan, para sahabat Nabi sedang lewat dan mendapati Rasulullah saw sedang bermain-main dengan Umair.

Nabi pun melihat mereka sambil berkata, “Nughair telah mati. Saya ingin bermain-main dengan Umair.” Subhanallah, kisah yang sangat indah dan menakjubkan.

Adalah Rasulullah saw yang memiliki akhlak paling sempurna sebagai pembawa rahmat untuk seluruh makhluk-Nya. Beliau masih memilik waktu untuk memberikan empatinya di sela-sela kesibukan menyampaikan pesan-pesan Allah SWT.

Kisah tersebut adalah contoh nyata bagaimana Rasulullah saw memberi teladan setiap orang tua mencurahkan dan mengajarkan kasih sayang kepada anak kecil.

Rasulullah saw juga pernah bersabda, “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak mau menyayangi yang kecil dari kami dan tidak mau mengetahui hak orang tua dari kami.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Anak kecil adalah aset bangsa dan negara. Mereka juga calon penerus lestarinya ajaran-ajaran agama ini. Setiap orang tua wajib mencurahkan kepada setiap anaknya kasih sayang yang tulus.

Bahkan, mewariskan dan mengajarkan kasih sayang kepada mereka dengan cara arif dan bijaksana. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau mencurahkan perhatian yang maksimal demi suksesnya anak-anak kecil kelak di kemudian hari.

Namun, dalam kesibukan yang terlalu padat kita sering kehilangan waktu untuk sekadar memberikan perhatian sebagaimana yang diteladankan Rasulullah di atas.

Kelihatan remeh, tetapi sesungguhnya memiliki dampak yang cukup besar untuk masa depan anak-anak. Anak-anak yang tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua atau lingkungan sekitar cenderung berperilaku negatif.

Bahkan, dapat mengalami kegagalan dalam kehidupan mereka karena tidak tahu bagaimana cara mencurahkan kasih sayang kepada sesama.

Maka, dapat ditegaskan, sebagai manusia kita harus kembali pada fitrah sebagai manusia yang diciptakan untuk saling menyayangi. Wallahua’lam.

 

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Kamis, 30 Mei 2013

FW: Empat Karakteristik Umat Nabi Muhammad SAW

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Thursday, May 30, 2013 7:11 AM
To: BDI
Subject: Empat Karakteristik Umat Nabi Muhammad SAW

 

Empat Karakteristik Umat Nabi Muhammad SAW

Wednesday, 29 May 2013, 12:45 WIB

Kaligrafi Nama Nabi Muhammad (ilustrasi)

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Imron Baehaqi, MA

Alquran surah al-Fath ayat terakhir menyebutkan empat karakteristik yang harus dimiliki oleh umat Nabi Muhammad SAW.

Pertama,  asyidda ‘alal kuffar (bersikap keras terhadap orang-orang kafir). Bersikap keras dalam ayat ini bukanlah berarti umat Islam harus menempuh jalan radikal terhadap kelompok non-Muslim, akan tetapi maknanya adalah umat Islam harus berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip dan nilai-nilai ajaran Islam serta mengamalkannya secara utuh.

Ungkapan lain, umat Islam tidak mengenal adanya kompromistis terhadap cara hidup orang-orang kafir yang tidak kenal batas halal dan haram.

Ciri kedua,  ruhama bainahum (menebarkan kasih sayang terhadap sesama). Umat Islam dituntut untuk menebarkan kasih sayang terhadap sesama mereka, membela yang lemah, meringankan kesusahan saudaranya, dan memberikan  manfaat kepada orang lain. Tentu semua itu harus dilakukan dengan penuh ketulusan hati, tanpa pamrih dan tanpa embel-embel yang sarat dengan kepentingan sesaat pribadi atau kelompoknya.

Oleh sebab itu, dalam menanamkan nilai-nilai kasih sayang ini, seorang tokoh pahlawan Indonesia, KH Ahmad Dahlan mengajarkan surah al-Ma’un kepada murid-muridnya secara berulang-ulang. Tidak lain, ini bertujuan agar kandungan atau pesan ayat tersebut dipahami dengan baik sehingga nilai kasih sayang tidak sebatas kata-kata, tetapi dibuktikan dengan aksi nyata, seperti gemar membantu orang lain, khususnya membantu dan menyantuni kaum dhu’afa, baik keperluan pendidikannya, pakaiannya, makanannya, maupun keperluan asas lainnya.

Ketiga, dzikrullah (mengingat Allah). Allah dan rasulNya telah memerintahkan umat Islam supaya banyak berzikir kepada Allah SWT. Nash al-Qur’an dan hadis Nabi SAW banyak menjelaskan tentang keutamaan dan pentingnya zikir. Jadi, ciri umat Muhammad selanjutnya adalah senantiasa mengingat Allah SWT, seperti menunaikan shalat, puasa, ibadah haji, membaca dan mendalami pemahaman Alquran, shalat malam, dan bentuk-bentuk zikir lainnya.

Namun, ibadah zikir ini tidak hanya dimaknai dengan zikir syafawi (lisan), tetapi perlu dimaknai dengan zikir yang lebih luas, yaitu dzikir fi’li (perbuatan) yang melahirkan watak dan perilaku yang baik dan terpuji ketika bergaul di tengah lingkungan kehidupan masyarakat yang kompleks dengan tanpa sifat kepura-puran dan kebohongan.

Ada pun ciri yang keempat, Simaahum fi Wujuhihim min Atsaris Sujuud (terdapat tanda bekas sujud pada wajah mereka). Maknanya, bahwa wajah umat Muhammad SAW akan memancarkan cahaya putih disebabkan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Jadi, zikir ritual yang disertai aktivitas sosial kemanusiaan inilah yang menyebabkan wajah pelakunya bercahaya, yaitu pada air mukanya kelihatan kekuatan iman dan kesucian hatinya.

Demikianlah karakteristik mereka yang disebutkan dalam kitab Taurat dan Injil yang asli, perumpamaannya laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas tersebut menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang Mukmin). Dan Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS Al-Fath [48]:29).

Penulis: Calon Mahasiswa Indonesia di Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya (APIUM) Program Ph.D Bidang Usuluddin

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

FW: Menegakkan Keadilan

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Thursday, May 30, 2013 7:00 AM
To: BDI
Subject: Menegakkan Keadilan

 

Menegakkan Keadilan

Kamis, 30 Mei 2013, 01:25 WIB

Hukum dan Keadilan (ilustrasi)

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Achmad Satori Ismail 
Adalah seorang perempuan dari Bani Makhzum meminjam suatu barang dari orang lain tapi kemudian mengingkarinya. Diakuinya barang itu sebagai miliknya.

Ketika Rasulullah saw mendengar berita ini langsung memerintahkan agar dipotong tangannya. Dia dianggap telah mencuri barang orang lain dengan sengaja.

Kejadian ini memusingkan bangsa Quraisy, karena pelakunya adalah wanita turunan suku yang terhormat dan putusan hukumannya adalah potong tangan.  Dan hal ini dianggap sebagai kehinaan bagi suku Quresy.

Oleh sebab itu mereka mengutus Usamah ra ( seorang sahabat yang dianggap dekat dengan Rasulullah saw) untuk meminta keringanan agar dibatalkan hukum potong tangan tersebut.

Setelah mendengarkan permohonan Usamah,  Rasulullah saw menjawab dengan tegas: Apakah kamu meminta pertolongan (keringanan) dalam masalah hudud (ketetapan hukum  Allah)?

Kemudian Rasulullah saw berkhutbah: “Sesungguhnya umat sebelum kamu sekalian dihancurkan karena ketidakadilan, bila orang elit mencuri dibiarkan dan bila orang lemah mencuri ditegakkan hukum had. Demi Allah, seandainya Fatimah anak Muhammad mencuri akan aku potong tangannya”.

Lalu Rasulullah saw memerintahkan agar wanita Makhzumiyyah tersebut dipotong tangannya. (HR Al Bukhari dan Muslim).

Hukum potong tangan dalam Islam tidaklah sembarangan diterapkan tapi harus memenuhi syarat-sayarat yang telah disepakati para ulama fiqh, seperti :  dilakukan dengan sengaja, pencurinya berakal bukan orang gila, tidak ada syubhat, diterapkan oleh penguasa dan sebagainya.

Dalam hadits di atas,  Rasulullah menegaskan dengan kata-kata: “Seandainya Fatimah anak Muhammad mencuri pasti akan aku potong tangannya” ini menunjukkan urgensinya penegakan hukum untuk kalangan elit. 

Fatimah yang  berasal dari suku yang terhormat dan masih turunan Rasulullah saw, bahkan dia adalah ratu bagi semua wanita muslimah di syurga. 

Hukum itu akan ditegakkan bila dia mencuri, apalagi wanita Makhzumiyah  yang martabatnya berada di bawah Siti Fatimah baik suku atau nasabnya.

Hadits di atas sering digunakan sebagai dalil untuk membuktikan keadilan Islam dalam menegakkan hukum dan sikap Islam yang anti rasdiskriminasi, kastaisme dan fanatisme kelompok.

Rasulullah menegaskan hukum harus ditegakkan secara adil kepada siapapun tanpa pandang bulu atau tebang pilih. Bila tidak ditegakkan maka akan mengakibatkan kehancuran suatu bangsa.

Mengapa demikian? Keadilan adalah sendi utama masyarakat, sedangkan kedzaliman adalah penyebab musnahnya umat-umat terdahulu dan juga umat yang akan datang.

Bila sendi masyarakat sudah tumbang maka musnahlah masyarakat tersebut. Allah mewajibkan kita untuk menegakkan keadilan. Allah berfirman : Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (QS Ar Rahman 9). 

Kalau seorang pejabat elit melakukan tindak pidana korupsi, tidak segera diadili tapi kalau orang alit segera
diadili, ini pertanda buruk, bangsa ini sedang menuju ke arah kehancuran.  Na’udzubillah.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Selasa, 28 Mei 2013

FW: Makna di Balik Penjara

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Wednesday, May 29, 2013 7:04 AM
To: BDI
Subject: Makna di Balik Penjara

 

Makna di Balik Penjara

Tuesday, 28 May 2013, 08:46 WIB

Penjara (Ilustrasi)

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ali Trigiyatno

Banyak sudah orang dipenjara untuk menebus dosa dan kesalahannya. Tapi tidak semua yang merasakan penjara itu karena bersalah.

Bisa saja orang masuk penjara karena dijebak, difitnah, atau tidak disukai penguasa. Dalam sejarah Islam, tidak sedikit tokoh Islam yang mendiami penjara karena sebab di atas.

Adalah Nabi Yusuf AS, salah seorang Rasul yang dikisahkan secara detail dalam Alqur`an, merasakan suasana penjara untuk beberapa saat bukan karena beliau berbuat salah.

Beliau tanpa ragu pernah berdoa, penjara lebih disukai baginya seperti tersurat dalam Surat  Yusuf ayat 33. Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh." 

Mengapa Yusuf memilih penjara? Ayat sebelumnya mengisahkan, Wanita itu berkata, "Itulah dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan Sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) tapi dia menolak. Sesungguhnya jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina."

Ternyata Nabi Yusuf memilih penjara daripada memenuhi rayuan istri majikannya yang cantik serta kaya raya itu. Sungguhpun banyak mengalami ujian dan penderitaan, pada akhirnya, berkat kesabaran, doa dan pertolongan Allah SWT, Yusuf diangkat menjadi pembesar negara sebagai bendahara kerajaan.

Inilah buah dari ketaqwaan dan kesabaran seperti tersurat dalam Yusuf ayat 90. Mereka berkata: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?". Yusuf menjawab: "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami". Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik."

Jika kita renungkan, penjara yang pada umumnya sebagai tempat penyiksaan bisa berubah menjadi tempat pembinaan sekaligus perbaikan diri.

Tentu jika para penghuninya mau melakukan sejumlah hal. Pertama, menyesali dan bertaubat akan dosa dan kesalahan yang telah ia perbuat, jika ia masuk penjara karena berbuat salah atau kriminal.

Kedua, memperbanyak ibadah kepada Allah dan berbuat baik terhadap sesama untuk menutupi dosa dan kesalahannya.

Ketiga, mau belajar dan mempelajari kesalahan masa lalu untuk tidak lagi mengulangi setelah keluar nanti. Keempat, memanfaatkan waktu, sarana dan prasarana yang ada seperti kursus maupun berbagai pembinaan guna mempersiapkan diri selepas dari penjara untuk terjun ke tengah masyarakat.

Kelima, jika sempat menulis, tulislah apa yang perlu dan layak untuk ditulis. Tak sedikit karya besar dihasilkan penulisnya justru ketika mendekam di balik terali besi yang mengurungnya.

Keenam, selalu husnuzhan (baik sangka) kepada Allah, karena pada dasarnya manusia tidak tahu apa rahasia dan hikmah di balik kejadian yang menimpa dan ditimpakan kepada seseorang.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

FW: Anakmu Tergantung Dirimu < Jamil Azzaini

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

-----Original Message-----
From: Nana Triana
Sent: Wednesday, May 29, 2013 6:18 AM
To: BDI
Subject: Anakmu Tergantung Dirimu « Jamil Azzaini

 

 

http://www.jamilazzaini.com/anakmu-tergantung-dirimu/

 

Anakmu Tergantung Dirimu

 

Sejak hari Sabtu siang kesehatan saya terganggu sehingga saya istirahat full di rumah. Di sela istirahat itu saya mendengarkan cerita istri dan anak saya, dan sesekali menonton berita di televisi. Salah satu cerita dan berita tersebut membuat saya merinding. Diberitakan, usai pengumuman kelulusan ada sekelompok anak SMA yang melakukan pesta sex!

 

Saya lebih gundah gulana saat anak saya yang remaja menambahkan cerita, “Banyak anak-anak yang nonton video porno bareng-bareng di rumah mereka pak. Agar tak ketahuan orang tuanya mereka bila SMS atau BBM-an menggunakan bahasa sandi. Ada juga yang berkirim foto dirinya yang telanjang kepada pacarnya.”

 

Apakah remaja ini salah? Tentu salah, karena sejak akil balig semua perbuatan dan perilaku manusia sudah dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Maha Pencipta. Dan kebanyakan anak-anak Indonesia, sejak SMP setahu saya sudah akil balig. Artinya, mereka sudah mendapat pahala saat berbuat kebaikan dan mendapatkan dosa saat melakukan kemaksiatan.

 

Akan tetapi, kesalahan terbesar adalah pada orang tuanya. Mengapa? Karena orang tuanya yang seharusnya menyiapkan pola pikir, mental dan perilaku sang anak. Sayangnya banyak orang tua yang punya persepsi bila sudah memasukkan anak ke sekolah bermutu sudah cukup baginya. Ini adalah persepsi yang sangat keliru.

 

Saat di rumah sang anak masih perlu perhatian, arahan, pelukan dan didengarkan. Bila orang tua tak memiliki waktu untuk memberi arahan maka jangan salahkan anak bila akhirnya ia salah arah. Bila orang tua tak pernah memberi perhatian dan pelukan, maka sang anak akan mencari perhatian dan pelukan kepada orang lain yang boleh jadi menjerumuskan.

 

Apabila orang tua tak pernah mendengarkan isi pikiran dan hati sang anak, maka ia akan mencari pelarian untuk “curhat” kepada orang lain. Dan boleh jadi, ia akan rela menyerahkan harga diri dan kehormatannya kepada orang lain yang bersedia mendengarkan curhatannya.

 

Bisnis dan karir memang penting, tetapi sungguh anak-anak jauh lebih penting. Mendidik anak bukanlah hanya ia pintar membaca, menulis dan berhitung. Bukan pula tentang hafal ayat-ayat dari Kitab Suci. Mendidik anak adalah menanamkan nilai-nilai kehidupan, membentengi dari hal-hal yang akan merusak hidupnya, memberikan bekal agar ia bisa membedakan mana yang menyelamatkan dan mana yang mencelakakan.

 

Mendidik anak juga memerlukan sentuhan, pelukan, kesediaan untuk mendengar, dan suri tauladan. Semua itu tak mungkin terjadi bila kita tidak menyedikan waktu yang berkualitas kepada buah hati kita. Siapkanlah anak-anak sejak dini agar tidak ada penyesalan di kemudian hari. Setuju?

 

Salam SuksesMulia!

 

Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini Sent from my XL BlackBerry®

FW: Yakin Kentang Goreng (French Fries) yang Kamu Konsumsi Halal?

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Wednesday, May 29, 2013 6:57 AM
To: BDI
Subject: Yakin Kentang Goreng (French Fries) yang Kamu Konsumsi Halal?

 

Yakin Kentang Goreng (French Fries) yang Kamu Konsumsi Halal?

Tuesday, 28 May 2013, 09:02 WIB

Kentang goreng (french fries)

 

REPUBLIKA.CO.ID, French fries atau kentang goreng rasanya bukan lagi menu asing di telinga masyarakat. Menu ini seringkali dihidangkan bersama makanan berat lainnya di restoran tertentu, terutama restoran cepat saji.  

Kentang goreng punya penggemar sendiri sebab rasanya yang gurih dan nikmat apalagi jika dimakan dengan saus tomat atau sambal. Tapi seberapa yakin kita jika kentang goreng yang kita konsumsi itu halal?

Dosen Institut Pertanian Bogor yang juga Mantan LPPOM MUI, Anna P. Roswiem mengatakan ada beberapa titik kritis kehalalan kentang goreng. 

Kentang goreng agar bisa gurih, dibuat dari kentang, garam dan minyak yang mengandung lemak. Lemak minyak ini ada yang berasal dari tumbuhan. Namun, kadangkala sering ditambah zat lain agar bisa jernih. Untuk bisa jernih tentu minyak ini disaring terlebih dulu.

Di sini harus diketahui penyaringnya terbuat dari apa. Biasanya penyaringnya ini terbuat dari tempurung kelapa, kayu-kayuan, batu bara hingga tulang. Nah, tulang yang mengandung karbon aktif ini tentu tidak boleh dikonsumsi, halalnya perlu dikritisi. 

Kemudian ada beberapa minyak goreng yang berwarna. Minyak goreng ini mengandung betakaroten yang tidak stabil, sehingga perlu ada bahan penstabilnya. Inilah yang perlu dikritisi sebab bahan penstabilnya kadang terbuat dari gelatin. 

Gelatin ini terbuat dari tulang atau kulit hewan. Hewan-hewan termasuk sapi dan babi. Jika sapi pun, harus diketahui bagaimana cara sembelihnya. 

Di negara tertentu ada perusahaan minyak tumbuhan atau vegetable oil dimana pemerintahannya membolehkan mereka mengklaim produknya sebagai vegetable oil walaupun ada kandungan lemak dari hewan sebanyak 15 persen. 

Lemak hewan atau animal fat ini tentu harus diketahui hewan dari apa berikut cara sembelihannya apakah sesuai syariat Islam atau tidak.

Beberapa vegetarian yang mengonsumsi french fries merasa aman hingga mereka mengetahui bahwa minyak yang dipakai menggoreng kentang itu ada kandungan animal fatnya. Tentu saja perusahaan ini tak bisa dipidana sebab mendapat dukungan pemerintah. Tapi untungnya Indonesia tidak termasuk negara-negara tersebut.

Kentang goreng juga mengandung garam agar bisa gurih dan terasa asin. Ada beberapa bentuk penyajian, yaitu kentang digoreng, setelah jadi lalu ditaburi garam dan ada juga yang kentang direndam garam lalu digoreng. 

Untuk cara penyajian pertama, perlu hati-hati. Sebab untuk  bisa menabur secara merata, biasanya garam diberi anti kental. Anti kental ini biasanya ada turunan asam lemak, yang terbuat dari tumbuhan atau hewan. 

Anna mengimbau agar masyarakat membeli kentang goreng yang ada logo halalnya untuk keamanan. Baik logo halal dari MUI ataupun logo halal dari negara lain. Untuk restoran cepat saji seperti KFC, McDonalds itu sudah ada jaminan halalnya sehingga kentang gorengnya aman untuk dikonsumsi.

 

Reporter : Riana Dwi Resky

Redaktur : Citra Listya Rini

 

 

Senin, 27 Mei 2013

FW: JANGAN BERSEDIH ATAS CERCAAN DAN HINAAN ORANG (LA TAHZAN)

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Wahyu Budi Kusuma
Sent: Thursday, May 23, 2013 10:08 AM
To: BDI
Subject: JANGAN BERSEDIH ATAS CERCAAN DAN HINAAN ORANG (LA TAHZAN)

 

Sesungguhnya kita akan mendapatkan pahala dikarenakan kesabaran kita menghadapi cercaan dan hinaan itu. Dan cercaan mereka itu pada dasarnya pertanda bahwa kita memiliki harga dan derajat. Sebab, manusia tidak akan pernah menendang bangkai anjing dan orang-orang yang tak berharga pastilah tak akan pernah terkena sasaran pendengki. Artinya manakala cercaan dan hinaan yang kita terima semakin pedas, maka semakin tinggi pula harga kita.

“mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja.” (QS. Ali Imran : 111)

“Dan, janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” (QS. An-Nahl:127)

“Dan, janganlah kamu hiraukan gangguan-gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukup Allah sebagai pelindung.” (QS. Al-Ahzab: 48)

“Maka, Allah membersihkannya dari tuduh-tuduhan yang mereka katakan.” (QS.Al-Ahzab: 69)

Karena pedengki tidak akan pernah mengakui kebenaran yang kita lakukan. Apapun kebaikan yang kita perbuat di mata pendengki itu adalah suatu yang sangat menyakitkan baginya dan dia akan berusaha bagaimanpun juga untuk mencari celah bagaimana cara menghina, mencerca dan menjatuhkan harga diri/kehormatan kita di depan orang banyak/umum. Sebelum dia berhasil menghasut orang-orang maka belum ada kepuasan dalam diri pendengki bahkan boleh dikatakan walaupun dia sudah berhasil menghasut orang-orang tetap aja tidak akan pernah ada kepuasan dalam diri sipedengki. Karena di hatinya penuh dengan bara dendam yang akan memakan jiwa dan raganya sendiri tanpa dia sadari.

Seorang penyair berkata,
“Niscaya terhadap orang-orang mulia itu selalu ada yang mendengki dan tak kan kau jumpai orang-orang hina itu di dengki.”

Penyair lain berkata,
Aku berjumpa dengan orang bodoh yang mencelaku
Ku tinggalkan ian seraya berkata, “aku tidak peduli”

Penyair lain berkata,
Jika orang bodoh bicara, jangan kau timpali
Sebab sebaik-baik jawaban baginya adalah diam seribu bahasa

Meski demikian, tak ada salahnya bila orang-orang yang bodoh itu sesekali dilawan atau di tantang. Atau katakan saja pada mereka,
Jika kebaikan yang tampak pada perbuatanku adalah dosa-dosa, maka katakalah kepadaku, bagaimana aku harus meminta maaf.

Seorang sastrawan Barat mengatakan,”Lakukan apa yang kau pandang benar, dan palingkan punggungmu dari semua celaan dan kritikan yang tak berharga.”

Ada beberapa hal yang perlu kita renungkan dan kita coba:
1.Jangan pernah membalas cercaan atau olok-olok yang melukai hati kita! Karena, kesabaran kita dalam menghadapi semua itulah yang akan dengan sendirinya mengubur kehinaan. Kesabaran adalah sumber kemuliaan, diam adalah sumber kekuatan untuk mengalahkan musuh, dan memaafkan adalah sumber dan tenaga untuk mencapai pahala dan kemuliaan.

2.Ingatlah! Separoh dari orang yang pernah mencerca atau menghina atau mengkritik kita itu akan melupakan cercaan mereka, seperti tidak sadar dengan apa yang mereka lontarkan, dan selebihnya tidak mengerti apa dan mengapa dia mencerca kita. Maka dari itu jangan pernah cercaan mereka mereka kita masukkan dalam hati dan jangan pula berusaha membalas apa yang mereka katakan itu. sebab tidak ada bedanya kita dengan mereka bila kita membalasnya.

FW: Istri Masuk Islam

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Monday, May 27, 2013 6:59 AM
To: BDI
Subject: Istri Masuk Islam

 

Istri Masuk Islam

Wednesday, 22 May 2013, 14:28 WIB

Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb.
Ustaz, kalau pasangan suami istri menikah dalam agama Kristen, kemudian istri masuk Islam, bagaimana pernikahannya? Harus ceraikah?

Sedangkan, sekarang mereka sudah mempunyai dua orang anak yang berusia 9 tahun dan 3 tahun. Mohon Penjelasannya.

Hamba Allah

Waalaikumussalam wr wb.

Para ulama sepakat, jika seorang wanita non-Muslim memilih untuk beriman dan masuk Islam, sedangkan suaminya masih tetap dalam kekafiran, haram bagi wanita itu berhubungan dengan suaminya, dan ia tidak boleh membiarkan suaminya menggaulinya.

Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS al-Mumtahanah [60]: 10).

Namun, para ulama berbeda pendapat tentang waktu perceraian antara suami istri tersebut. Sebagian ulama berpendapat, dengan masuk Islamnya sang istri, putuslah hubungan pernikahan itu meskipun kemudian sang suami mengikuti masuk Islam.

Dan, sang suami tidak boleh kembali kepada istrinya, kecuali dengan akad nikah baru setelah keislamannya. Ini adalah pendapat Mazhab Zhahiri.

Sedangkan, menurut Mazhab Maliki, Syafi’I, dan Hambali, jika istri masuk Islam sebelum berhubungan dengan suaminya, terjadi perpisahan ketika sang istri tersebut masuk Islam.

Adapun jika Islamnya sang istri itu setelah adanya hubungan dengan suaminya maka perpisahan antara keduanya itu menunggu habisnya masa idah istri.

Jika sang suami masuk Islam juga sebelum habis masa idah istrinya maka mereka tetap menjadi suami istri. Dan, jika sang suami tidak masuk Islam juga sampai habis masa idah istrinya maka terjadilah perpisahan antara mereka berdua.

Dan, ada juga ulama yang berpendapat, jika seorang istri masuk Islam sebelum suaminya maka pernikahan mereka tidak batal dengan keislamannya itu.

Tetapi, pernikahan mereka menjadi tergantung. Jika suami masuk Islam sebelum habis masa idah sang istri maka sang istri tetap menjadi istri dari suaminya.

Sedangkan, jika masa idahnya habis, sang istri boleh menikahi siapa pun atau jika mau ia boleh menunggu suaminya sampai kapan pun. Jika suaminya masuk Islam, ia tetap menjadi istrinya tanpa perlu akad nikah baru. Ini adalah pendapat Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim, juga pendapat al-Syaukani dan al-Shan’ani.

Hal itu sesuai dengan apa yang terjadi terhadap anak Rasulullah saw. Ibnu Abbas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mengembalikan anak perempuannya (Zainab) kepada Abu al-Ash bin Rabi’ setelah dua tahun dengan pernikahan awal mereka. (HR Tirmizi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Maka, hendaknya sang istri yang masuk Islam itu mengajak dan berdakwah kepada suaminya dengan cara yang baik agar mau menerima Islam.

Dan, menerangkan kepada suaminya bahwa jika suaminya tetap tidak mau meninggalkan agamanya dan masuk Islam, ia akan meninggalkannya karena diharamkan bagi seorang wanita Muslimah untuk berada di bawah suaminya yang kafir, sebagaimana ditegaskan dalam ayat di atas.

Wallahu a’lam bish shawwab.

Ustaz Bachtiar Nasir

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Minggu, 26 Mei 2013

FW: Amanah

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Monday, May 27, 2013 7:04 AM
To: BDI
Subject: Amanah

 

Amanah

Senin, 27 Mei 2013, 05:12 WIB

Ustaz Yusuf Mansur

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ustaz Yusuf Mansur
Betapa sebelnya kita jika dikhianati. Suami dikhianati oleh istrinya. Istri dikhianati oleh suaminya. Sahabat ditikam dari belakang oleh sahabatnya.

Orang yang diberi modal, malah membawa kabur modal yang kita beri. Mitra kerja yang kita percaya menangani proyek, malah merebut proyek kita. Orang tua yang memberi rumah, malah rumahnya dijual buat hura-hura.

Dan bermacam-macam lagi bentuk pengkhianatan. Sepertinya hampir setiap orang pernah merasakan begini, tinggal soal besar kecilnya saja.

Sebagai rakyat, kita pun memberi amanah kepada fulan dan fulan untuk menjadi wakil kita. Kita yang memilih, atas izin Allah, mereka menjadi penguasa, menjadi pemimpin. Tapi kemudian, kepercayaan itu dikhianati. Kita orang kecil, disuruh patuh. Tapi mereka?

Orang bila diberi kesempatan untuk berbicara tentang pengkhianatan, tampaknya fasih sekali. Saya aja, kalau tidak dihentikan, akan terus banyak omong.

Nggak sadar kalau saya ini, dan banyak lagi orang, ternyata juga pengkhianat besar juga. Nggak tanggung-tanggung. Yang kita khianati adalah Allah. Nastaghfirullahal 'azhim.

Allah kasih kita hidup dan kehidupan. Tapi dipanggil untuk shalat, malah menunda-nunda. Coba kalau kita punya staf, sopir, orang yang sudah kita beri modal, atau anak kita deh.

Kita panggil, lalu mereka mengabaikan panggilan kita. Nggak segera datang, kita pasti sebelnya minta ampun. "Dulu mah sebelum dimodalin, gampang banget dipanggil. Mau disuruh apa aja." Begitu mungkin kata kita.

Nah, lalu kita ini apa di hadapan Allah? Yang kalau dipanggil Allah untuk shalat, lewat wakilnya di dunia ini, yakni muazin, lalu kita nggak datang.

Datangnya pun seperti orang malas, tidak siap. Nggak dengan hati, pikiran, pakaian, keadaan yang siap, yang bagus, yang rapi. Sedang Allah Maha Tahu, bagaimana diri dan hati kita.

Allah memberi kita mata, kaki, tangan, telinga, mulut, dan pikiran. Tapi apa yang terjadi? Kita bermaksiat dengan apa yang Allah sudah percayakan kepada kita.

Allah memberi kita pekerjaan, usaha, namun yang pertama kali dan paling sering dilupakan, justru Allah. Sebelum dapat pekerjaan, minta sampai menangis. Khususnya bagi yang menganggurnya terlalu lama, sementara beban begitu berat.

Eh, di hari pertama interview aja, dipanggil shalat oleh Allah, sudah menunda panggilan Allah. Padahal baru diuji dengan interview saja.

Khawatir kalau giliran wawancara tiba, malah sedang shalat. Begitu dikasih pekerjaan, satu demi satu shalat sunah hilang, shalat yang fardhu pun mulai berantakan.

Allah memberi kita uang, tapi yang kita kembalikan kepada-Nya malah paling sedikit. Dan segudang atau sederet hal lain yang saya sendiri harusnya istighfar, agar mendapatkan ampunannya. Apa jadinya bila Allah mencabut semua Karunia-Nya dari kita?

Redaktur : Damanhuri Zuhri

Bottom of Form

 

 

FW: Belajar Teliti

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Monday, May 27, 2013 7:11 AM
To: BDI
Subject: Belajar Teliti

 

Belajar Teliti

Sabtu, 25 Mei 2013, 14:46 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhbib Abdul Wahab
Peribahasa Teliti sebelum membeli tampaknya  tidak hanya tepat untuk calon konsumen atau pemilih agar tidak membeli kucing dalam karung, tapi juga relevan untuk siapapun, kapan saja, dan di mana saja.

Ketelitian sangat diperlukan dalam segala aspek kehidupan. Karena teliti merupakan sifat terpuji  yang sangat dianjurkan oleh Islam.

Allah memerintahkan bersikap teliti, karena menusia cenderung  bertindak tergesa-gesa, ceroboh, dan tidak
berpikir jangka panjang. "...Dan manusia itu cenderung bersifat tergesa-gesa." (QS. Al-Isra' [17]: 11). Padahal,  tergesa-gesa itu termasuk perilaku setan.

Ketelitian merupakan pangkal keselamatan dan kemaslahatan bersama. Sedangkan kecerobohan menjadi penyebab kegagalan, penyesalan, dan kerugian.

Hal ini sudah terbukti dalam banyak hal. Akibat tidak teliti atau ceroboh, misalnya, seorang pemimpin atau tokoh masyarakat bisa kehilangan muka jika mengeluarkan pernyataan yang keliru atau tidak berdasar.

Bahkan bisa jadi pernyataannya membuatnya diadukan kepada pihak berwajib karena dinilai melakukan fitnah atau tindakan yang tidak menyenangkan.

Kasir yang teliti pasti tidak akan membuat kecerobohan dalam menghitung uang. Istri yang teliti akan memilih cara yang efisien dalam membelanjakan harta suami.

Guru yang teliti akan memberi penilaian yang tepat dan adil kepada para siswanya. Peneliti yang teliti dan tekun pasti akan mengedepankan objektivitas dan netralitas, tidak menjadikan egoisitas dan kepentingan pribadinya untuk mengambil kesimpulan dan temuan-temuannya.

Polisi dan Badan Intelelijen yang  teliti akan sigap dan cermat dalam menyelidiki, memverifikasi, dan memprediksi hal-hal yang dapat mengganggu dan mengancam keamanan negara.

Menteri yang teliti pasti tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Presiden yang teliti juga selalu berusaha arif, tepat, dan cermat dalam mengeluarkan kebijakan.

Teliti tidak identik dengan takut berlebihan dan berlama-lama dalam mengambil sikap dan keputusan. Teliti
mengharuskan kejelian, kecermatan, akurasi, dan konsistensi.

Ketelitian menuntut kesabaran dan kebesaran jiwa untuk mengendalikan egoisitas dan kepentingan pribadi demi tegaknya kebenaran dan keadilan.

Dengan demikian, ketelitian merupakan salah satu aspek kecerdasan emosi yang menjadi pengendali sikap dan tindakan agar sesuai dengan nilai moral dan hukum yang berlaku, tidak menyimpang dari jalan yang benar.

Oleh karena itu, ketika menerima berita yang belum jelas kebenarannya, Nabi saw selalu memerintahkan sahabatnya untuk klarifikasi atau tabâyun (ceck and receck) agar tidak terjadi fitnah atau musibah besar.

"Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan yang menyebabkan kamu menyesal atau perbuatan itu." (QS. Al-Hujurat [49]: 6).

Ketidaktelitian dapat terjadi jika seseorang lebih mengedepankan hawa nafsu, kepentingan pribadi, cara berpikir subjektif yang tidak melihat jauh ke depan, dan  hanya tergiur oleh iming-iming materi yang menggiurkan.


Ketidaktelitian juga dapat diakibatkan oleh sistem (birokrasi) dan lingkungan kerja yang korup, sehingga budaya suap atau sogok-menyogok menjadi hal yang biasa, tanpa ada perasaan salah dan dosa. Na'udzu billahi min dzalik!

Sudah saatnya, kita selalu belajar teliti. Jika sikap teliti menjadi jati diri semua komponen bangsa, niscaya 
kita tidak mudah terkena fitnah sekaligus tidak gampang memfitnah orang lain.

Belajar menjadi orang yang teliti tidaklah sulit selama kita selalu berpikir positif, melihat depan dengan penuh optimistis, mengutamakan kepentingan umat dan bangsa, dan menjauhkan diri dari godaan materi dan hawa nafsu.

Sungguh, kita merindukan masyarakat  yang teliti dan berjiwa peneliti. Dengan ketelitian dan penelitian, masyarakat dan bangsa ini menjadi lebih dewasa dan berwibawa. Bangsa yang teliti adalah bangsa selalu mengedepankan kejujuran dan kebenaran.

Telitilah sebelum diteliti, karena teliti dapat membuat orang tidak menyesali diri di kemudian hari!! Wallahu
a’lam bish-shawab!

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Sabtu, 25 Mei 2013

FW: Bisnis Pejabat

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, May 24, 2013 7:27 AM
To: BDI
Subject: Bisnis Pejabat

 

Bisnis Pejabat

Thursday, 23 May 2013, 09:45 WIB


REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: KH Achmad Satori Ismail
Ibnu al-Lutbiyyah ditugaskan Rasulullah untuk mengumpulkan pajak dari Bani Suleim. Saat melapor kepada beliau, al-Lutbiyyah memilah harta yang dibawanya menjadi dua, seraya berkata, “Bagian ini untuk engkau (baitulmal) dan bagian ini adalah hadiah yang diberikan kepadaku.”

Menyaksikan hal ini, tersirat kemarahan di wajah beliau, lalu berkata, “Jika kamu duduk di rumah ibu-bapakmu, apakah kamu akan mendapatkan hadiah-hadiah itu?”

Kemudian, Rasulullah saw berdiri berkhotbah, “Amma ba’du, Sesungguhnya aku telah menugaskan seorang dari kamu suatu pekerjaan yang dibebankan Allah kepadaku, kemudian datang dan berkata, ‘Ini bagian untukmu dan ini adalah hadiah yang khusus untukku. Apakah dia akan dapatkan hadiah-hadiah itu jikalau duduk di rumah ibu-bapaknya? Demi Allah, jika salah seorang dari kamu mengambil yang bukan haknya, akan dibebani Allah dengan harta itu pada hari kiamat.” (HR Al Bukhari) (Lihat dalam Fathul Bari, Juz III, hal 285). Ibnu al-Lutbiyyah tidak mengambil hadiah itu dan memberikannya ke baitulmal.

Pada masa Umar Bin Khattab, penerapan sistem ini amat tegas terhadap semua gubernur yang berkuasa. Umar membagi harta mereka yang didapatkan lewat bisnis dan lainnya menjadi dua bagian sebagian untuk mereka dan sebagian lainnya untuk baitulmal.

Pada saat itu, para gubernur terdiri atas para pembesar sahabat, seperti Abu Hurairah, Amr ibnu al Ash, Abdullah bin Abbas, Sa’d bin Abi Waqqash, dan ‘Utbah bin Abi Sufyan.

Alasan Umar membagi harta kekayaan mereka menjadi dua karena adanya syubhat pada sebagian harta kekayaan mereka.

Ada kemungkinan harta tersebut didapatkan melalui kekuasaan, jabatan, dan wibawa mereka sebagai penguasa saat mereka bisnis.

Islam sebagai agama yang menganut prinsip keseimbangan, keadilan, keluwesan, dan keluasan membolehkan umatnya memiliki harta yang dihasilkan sesuai dengan prinsip syariah.

Akan tetapi, kepemilikan harta secara pribadi ini, tidak bebas tanpa batas, seperti dalam sistem ekonomi liberal dan tidak dilarang, seperti dalam sistem sosialis. Kepemilikan itu dibatasi sesuai dengan prinsip keadilan yang penuh toleransi.

Di antara ketentuan itu, pertama, adanya pembatasan penumpukan kekayaan kepada orang-orang tertentu. Allah berfirman, “...Supaya harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu… (QS al-Hasyr [59] :7).

Kedua, mengharamkan sebagian harta. Harta yang boleh dimiliki dan dinikmati hanyalah harta yang didapat secara baik, halal, dan sesuai dengan ketentuan syariat.

Ada beberapa harta yang diharamkan karena didapat dengan cara zalim dan tidak sesuai prinsip keadilan distribusi harta seperti, (a) harta yang diperoleh dari riba.

Islam mengancam pemakan riba dengan siksaan amat pedih. (Lihat an-Nisaa’[4]: 160-161, al-Baqarah [2]: 275-280). (b) Harta yang diperoleh dengan cara monopoli dan penipuan dan (c) harta hasil eksploitasi jabatan dan kedudukan.

Negara boleh menyita harta para pejabat yang didapat dengan menggunakan kedudukan dan jabatannya, lalu memasukkannya pada daftar kekayaan negara.

Jika secara logika seorang pejabat memiliki kakayaan yang tidak sesuai antara penghasilan resmi bahkan nilai tabungannya berjumlah miliaran, dia perlu diperiksa yang berwajib.

Umar menyita harta pejabat yang didapat dengan cara mengeksploitasi jabatan dan kedudukannya. Lalu, harta itu diberikannya kepada baitulmal atau kas negara. Apa yang dilakukan Umar itu perlu diteladani dan ditegakkan di negeri ini secara adil.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Kamis, 23 Mei 2013

FW: Ibunda Almasih Wanita yang Dimuliakan Allah SWT

 

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, May 24, 2013 7:21 AM
To: BDI
Subject: Ibunda Almasih Wanita yang Dimuliakan Allah SWT

 

Ibunda Almasih Wanita yang Dimuliakan Allah SWT

Thursday, 23 May 2013, 14:51 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Agustiar Nur Akbar
Kaum wanita memiliki sejarah panjang yang cukup kelam. Keberadaan mereka dimarginalkan dan posisi mereka dinomorduakan. Bagi orang-orang Yahudi wanita martabat mereka tidak lebih dari seorang budak.

Seorang ayah berhak menjual anak perempuannya jika ia tidak mempunyai seorang anak. Ketika wanita haid mereka tidak boleh makan bersama, karena mereka adalah najis.

Dalam tradisi bani Israil pengurus baitul makdis selalu diserahkan kepada kaum laki-laki. Kala itu pengurus baitul makdis adalah tugas terhormat dan sangat mulia. Tidak sembarang orang boleh dan bisa melakukannya. Belum ada sejarahanya pengurus baitul makdis itu wanita. Sampai lahir seorang wanita yang Allah lebihkan ia dari wanita seluruh dunia di masanya.

Kisah ini bermula ketika istri Imran tengah mengandung dan ia bermunajat kepada Allah SWT. Istri imran bernadzar jika anak yang di dalam kandungannya kelak lahir. Maka ia akan serahkan untuk menjadi pengurus baitul makdis lillahi ta’ala.

Namun ternyata anak yang dilahirkannya bukanlah seorang anak laki-laki seperti yang diharapkannya. Itu tidak menjadikannya urung niat untuk menjadikan anaknya sebagai pelayan baitul makdis.

Kemudian ia beri nama anak tersebut Maryam. Maryam adalah bahasa Ibrani yang berati seorang ahli ibadah yang taat lillahi ta’ala. Istri Imran pun memohon kepada Allah agar anaknya dimuliakan dan dilindungi dari gangguan setan yang terkutuk. Harapan dalam doa istri Imran tersebut dikabulkan oleh Allah swt.

“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya. Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya.

Zakaria berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” (Q.S Ali Imran [2] : 37)

Allah tinggikan derajat kaum wanita melalui Maryam. Ia adalah wanita pertama dan satu-satunya yang menjadi pelayan baitul makdis. Allah SWT jadikan Maryam wanita terbaik di seluruh dunia pada zamannya. Sebagian ulama tafsir menyebutkan Maryam adalah wanita tercantik di zamannya.

“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).” (Q.S Ali Imran [2] : 37)

Tidak sampai di situ, Maryam adalah wanita terpilih yang Allah SWT anugerahkan seorang anak langsung dari kalimat-Nya. Tanpa melalui proses biologis yang alami.

“(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah SWT menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).” (Q.S Ali Imran [2] : 45)

Penciptaan Nabi Isa as ini seperti penciptaan Nabi Adam as. Kisah ini ada dalam Alquran kitab yang dibawa oleh Nabi Muhamad shalallahu ‘alaihi wasalam. Wallahu a‘lam bi showab.
Penulis adalah santri di Al-Azhar Syarif Kairo.

 

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

FW: BUKAN SEKEDAR JURUS "POKOK 'E" kudu HARI JUMAT

 

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: M. Jamaluddin
Sent: Thursday, May 23, 2013 12:33 PM
To: BDI
Cc: Pengurus BDI Badak
Subject: BUKAN SEKEDAR JURUS "POKOK 'E" kudu HARI JUMAT

 

BUKAN SEKEDAR JURUS “POKOK ‘E” kudu HARI JUMAT

mau mengkultuskan atau mengamalkan hari-hari tertentu?

 

Sebagian pendahulu kita mengajarkan untuk mengamalkan amalan, dan saat ditanya mengapa harus diamalkan, jawab mereka “pokok e” amalke kanthi ikhlas wes cukup go gawe ngarep ridhoning Gusti Allah(jawa)” yang penting kerjakan saja dengan ikhlas itu sudah cukup untuk kita bisa mengharap ridho Allah SWT.

Kita hari ini hendaknya melakukan dan belajar untuk mengerti dasar apa yang kita akukan, bukan sekedar mengerjakan tapi mohon STOP untuk mengatakan bahwa perbuatan pendahulu adalah taklid buta, karena salah satu Kewajiban seorang anak, cucu, cicit muslim, mukmin adalah mendoakan amwaat muslimin dan muslimat, para pendahulu. Bukan mencemooh bahkan na’udzubillah mengumpat atas apa yang pernah mereka lakukan baik dari kesalahan yang mereka tahu atau karena ketida tahuan mereka..Allohummaghfir lahum warhamfum wa’afihim wa’fu ‘anhum wakhluf ahlahum khoiroot. Amien.

 

Masih teringat jelas perintah dan teriakan almarhum simbah(jawa) “ayo le, iki dino Jumat, podo ngaji lan solawatan no langgar kono”artinya ”ayo nak, ini hari Jumat, segeralah pada mengaji dan sholawatan di musholla sana”

Saat itu tidak terbesit pikiran untuk bertanya, dengan semangat dan senang hati anak-anak sebaya sama mengajak…subhanalloh, indahnya hari itu, ternyata Allah telah menumbuhkan dan menguatkan keimanan kami dengan seruan-seruan dan kepatuhan-kepatuhan “sami’na wa atho’naa”, doktrin yang terpahat begitu kuat, menciptakan manusia-manusia kecil yang berjiwa besar, rendah hati, bertawaddhlu’(merendah) itulah konsep ”alkhudlu’ wal-inqiyaad”(patuh dan tunduk) dalam mentaati orang tua, kunci kesuksesan dari ridlo walid(orang tua)

 

‘an ‘Aus bin ‘Aus rodliyallohu ‘anh qoola, qoola rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam ” Min afdholi ayyamikum yaumul jum’ah, fiihi kholqu Adam, wa fiihi qobdlun, wa fiihi nufkhoh wa fiihi shu’qoh, fa aktsiruu ‘alayya minassholaati fiihi, fainna sholaatakum ma’ruudlotun ‘alayya, qooluu yaa rosuulalloh: kaefa tu’rodlu sholatana ‘alaika wa qod urimta ya’niy buliyta, qoola SAW, innalloha ‘azza wa jalla harroma ’alal-ardli an ta_kula ajsaadal-anbiyaai (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Maajah, Ibnu Hibban dalam kitab shochihnya dan Hakim menyatakan kesohihan hadist tersebut)

 

Dari ‘Aus bin ‘Aus, bahwa rosululloh SAW bersabda ”hari Jumat merupakan salah satu hari yang dimuliakan untuk kalian, hari itu nabi Adam AS diciptakan dan diwafatkan, hari itu pula malaikat Izrofil diperintahkan untuk meniupkan sangkakala dan hari itu pula seluruh makhluk alam semesta akan binasa, maka perbanyaklah bersholawat kepadaku pada hari itu(Jumat), karena sesungguhnya sholawat-sholawat kalian akan disampaika kepadaku, kemudian para sahabat bertanya, : wahai utusan Allah, bagaimana bisa sholawat kami disampaikan kepadamu saat engkau kelak telah wafat, jasadmu telah binasa? Beliau menjawab: sesungguhnya Allah yang Maha Perkasa dan Maha Agung mengharamkan atas bumi untuk memakan jasad para nabi.

 

Betapa besarnya kemuliaan hari Jumat, sehingga Rosululloh SAW mengkhususkannya untuk memperbanyak ibadah, terkhusus sholawat atas beliau. Sholawat merupakan satu-satu perintah, ibadah yang Allah perintahkan dan Allah dzat-Nya pun melakukannya atas manusia terbaik baginda nabi Muhammad SAW. Bagaimana dengan kita? Bukan pula berarti sholawat hanya dilaksanakan pada hari Jumat, hari lainpun baik. Managemen orang tua dahulu dengan mengkhususkan hari Jumat untuk kegiatan keagamaan adalah Ibadah yang bukan sekedar pokok-nya dan bukan pula sekedar budaya.

Lebih dari pada itu, subhanalloh, tak ada tandingannya Allah memberikan kemulian atas baginda Rosululloh SAW, hidup dan wafatnya beliau sama berharga dan bermanfaat bagi ummatnya, semua amal perbuatan ummatnya akan dilaporkan disampaikan kepada beliau, jika baik record amal ummatnya maka beliau akan berucap “Alhamdulillah” dan jka dilaporkan kepada beliau bahwa record amal ummatnya buruk, maka beliau akan memohonkan ampunan kepada Allah atas amalan ummatnya, kita bersyukur sebagai ummat beliau….sholluu ‘ala sayyidil-anbiyaai, khoiri kholqillah, sayyidina wa maulaana Muhammad!

 

‘an ibni Mas’ud qoolannabiyy “ hayatiy khoirun lakum tuhadditsuuni wa yahduts lakum, fa idza ana mittu kaanat wafaatikhoiron lakum, tu’rodlu ‘alayya a’amaalakum, fa in roitu khoirun fa hamidtulloh, wa in roaitu syarron istaghfartu lakum(H.R Bazzar, al-Haitsami menambahkan bahwa perawi dalam hadist berikut standarnya shohih)

 

Artinya”Hidupku(Nabi Muhammad) lebih baik untuk kalian, kalian berbicara langsung kepada saya tentang apa yang terjadi dan sebaliknya, dan apabila aku telah wafat, maka wafatku juga baik untuk kalian, karena seluruh amal perbuatan kalian akan disampaikan kepada saya, apabila baik amal kalian maka aku akan memuji Allah, dan jika buruk amal kalian aku akan memohonkan ampunan kepada Allah untuk kalian”

 

Satu lagi wahai  kaum muslimin, bahwa Rosululloh diberikan anugerah oleh Allah untuk membalas salam yang merupakan doa dari kita yang masih hidup, maka rosululloh-pun membalas mendoakan kita, sangat beruntung orang yang senantiasa mengucap sholawat dan taslim/salam atas rosululloh SAW,

 

‘an Abi Huroiroh Rodliyallohu ‘anh, qoola Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam ” Maa min achadin yusallimu ‘alayya illa roddalloh ‘alayya ruwchy hatta arudda ‘alaihissalaam (H.R Ahmad dan Abu Daud)”

“Dari Abu Huroiroh RA , bersabda Rosululloh SAW: dan tidaklah seorangpun yang memberikan salam kepadaku kecuali Allah mengembalikan nyawaku sehingga aku membalas salamnya”

 

Tunggu apa lagi? Ayo bergegas, kaislah pahala di hari Jumat dan raihlah Rahmat Alloh atas kita semua…

 

Wallohu musta’an, wa muwaffiq aqwamitthorieq

 

 

Mohammad Jamaluddin, S.H.I., M.A

Majlis Taklim Baabussa’adah

Badak Makmur, Muara Badak

 

FW: Menjaga Kemaluan

 

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, May 24, 2013 7:15 AM
To: BDI
Subject: Menjaga Kemaluan

 

Menjaga Kemaluan

Friday, 24 May 2013, 04:00 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Dr HM Harry Mulya Zein
Sepekan ini, masyarakat Jabodetabek dihebohkan dengan pemberitaan dipotongnya (maaf) alat kelamin seorang pemuda di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan. Pelakunya merupakan salah seorang santri pondok pesantren di kawasan utara Tangerang.

Hasil penelusuran polisi, penyebab utama lantaran korban memaksa pelaku untuk berbuat intim. Membaca berita itu, saya sedikit terhenyak, mengapa teganya pemuda itu memaksa pelaku untuk berbuat zina yang benar-benar dilarang agama.

Patut kita akui, kasus di atas terjadi lantaran saat ini zina sudah dianggap hal biasa dan lumrah. Banyak di antara umat Islam yang telah melupakan kewajiban untuk menjaga pandangan dan kemaluan mereka. Alhasil mereka terjerumus dalam lembah perbuatan zina.

Padahal, Allah memerintahkan Nabi-Nya dan juga orang-orang yang beriman untuk menjaga pandangan dan kemaluan mereka. Dia uga memberitahukan kepada mereka bahwa Dia senantiasa pengetahui dan memperhatikan segala yang mereka kerjakan.

“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al-Mukmin: 19).

Pada mulanya, perintah tersebut tertuju pada pandangan. Lalu, Allah perintahkan hamba-Nya untuk menjaga pandangan sebelum menjaga kemaluannya karena semua yang terjadi itu bermula dari pandangan mata, laksana api besar bermula dari lilitan kecil. Jadi, pada awalnya dimulai dari pandangan kemudian terlintas dalam pikiran lalu menjadi langkah dan selanjutnya terjadi dosa ataupun kesalahan.

Maka dari itu, dikatakan bahwa barang siapa yang mampu menjaga pandangan, pikiran, ucapan, dan tindakan, berarti ia telah menjaga agamanya. Karena itu, Islam menekankan kepada umatnya untuk selalu menjaga kemaluannya agar terhindar dari perbuatan zina.

“Dan, orang-orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki. Maka sesungguhnya, mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang sebaliknya, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al-Ma’arij [70] : 29-31)”

Kerusakan akibat zina termasuk dampak paling besar karena dapat merusak kemaslahatan mata rantai keturunan, kehormatan alat vital, serta mendatangkan permusuhan dan kebencian yang lebih besar di kalangan manusia, baik dari pihak istri, sahabat, anak perempuan, maupun ibunya. Besarnya dosa zina berada tepat setelah dosa pembunuhan.

Allah SWT menegaskan haramnya berbuat zina dalam firman-Nya: “Dan, orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (balasan) dosa(nya).

(Yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dan dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh. Kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Al-Furqan [25] : 68 – 70).

Allah SWT menyertakan zina dengan syirik dan pembunuhan. Dia juga menjadikan balasan atasnya adalah hidup kekal di neraka dalam siksa yang berlipat ganda jika pelakunya enggan bertaubat beriman, dan beramal shalih.

Allah SWT berfirman: "Dan, janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya, zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.( Al-Israa’ [17] : 32)”
Allah menyatakan kekejian zina merupakan keburukan yang demikian keji sehingga diterima oleh akal semua makhluk.

Ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya, Ari Amr bin Maimun al-Audy. Dalam riwayat itu ditulis: "Di masa jahiliyyah, aku melihat kera yang berzina dengan kera yang lain. Lalu, berkumpullah para kera dan melempari keduanya dengan batu hingga mati."

Allah SWT. juga menerangkan bahwa ujung dari perbuatan ini adalah berupa jalan yang buruk karena merupakan jalan kerusakan, kebinasaan, kefakiran di dunia, serta siksa, kehinaan, an bencana di akhirat. Melalui tulisan ini, saya mengajak agar selalu menjaga karunia pandangan, menjaga kemaluan sehingga derajat kita selalu diangkat dan tidak direndahkan di mata manusia terlebih Allah SWT.

 

Redaktur : Heri Ruslan