Kamis, 31 Januari 2013

FW: Sedekah For Dummies

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Mohammad Faiz Wirawan
Sent: Thursday, January 31, 2013 10:30 AM
To: BDI
Subject: Sedekah For Dummies

 

SEDEKAH FOR DUMMIES

"Sedekah itu seikhlasnya" kalimat itu biasanya yang saya gunakan kalo diminta sumbangan. "Maksudnya seikhlasnya apa sih pak" tanya temen saya, "kalo ada uang ya ngasih kalo gak ada uang ya jangan dipaksakan", jawab saya. " sering sedekah?" tanya temen saya, " ya karena jarang punya uang ya jarang", jawab saya. " Lagian juga kalo punya uang kalo ngasihnya gak ikhlas percuma aja gak ada pahalanya", saya nambahin.

Lain waktu,
"Pak ada mobil keliling yang suka minta sumbangan tuh di depan rumah", kata anak saya, "Bilangin gak ada ", jawab saya. "Belum tentu dananya juga bener disalurkan jangan2 dipake sendiri, daripada ngasihnya gak ikhlas mendingan gak usah aja" kata hati saya.

Lain waktu lagi,
"Pak nih ada edaran dari Panitia Pembangunan Mesjid di kompleks Bapak diminta jadi donatur untuk pembangunan Mesjid", kata istri saya. "Males ah, nyumbang pake diumumin segala, itu riya namanya nanti gak ikhlas jadinya", jawab saya.

Kata "ikhlas" menjadi senjata pamungkas saya sebagai tameng untuk tidak memberi.
Percuma memberi kalo gak ikhlas, dan sialnya ikhlas itu lama banget datangnya ke diri saya sehingga bertahun tahun saya menjadi orang yang jarang memberi.

Pertemuan saya dengan komunitas TDA ( Tangan Di Atas ) di Milad 3 yang menghadirkan Ustad Lihan mengubah pola pikir saya dalam bersedekah. Buku2 dan ceramah Ustad Yusuf Mansur serta tulisan Ippho Santosa banyak memberi wawasan baru mengenai nilai2 sedekah.

Untuk bersedekah sebenarnya gak usah nunggu ikhlas dulu, lakukan aja sesering mungkin. Bisa saja dalam 10 kali kita bersedekah yang 6 tidak ikhlas awalnya tapi masih lumayan ada 4 yang ikhlas. Dan kalo sering bersedekah lama2 akan jadi kebiasaan sehingga Nilai ikhlasnya sudah lebih banyak lagi yang pada akhirnya nanti bersedekah itu sudah menjadi kebiasaan sehari2.

Kalo bersedekah ada unsur riya juga lakukan aja, toh yang rugi diri kita sendiri kalo yang menerima sih masih bisa merasakan kebahagian. Lumayan masih tidak merugikan orang lain.

Semua kegiatan yang baik memang awalnya harus dipaksa dulu sambil jalan diharapkan kesadaran mulai muncul.

Coba simak;
Sholat itu harus khusyu, memang kalo gak khusyu gak usah sholat?
Puasa itu harus bisa menjaga hawa nafsu, memang kalo gak bisa menjaga hawa nafsu gak usah puasa?

Bukannya lebih baik;
Sholat aja dulu nanti juga lama2 bisa khusyu
Puasa aja dulu nanti juga lama2 bisa menahan hawa nafsu
Sedekah aja dulu nanti juga lama2 bisa ikhlas.....

Jadi untuk bersedekah ternyata gak usah nunggu ikhlas dulu yang penting lakukan saja jangan dipikir jangan dihitung......Just Action !!!

sumber : http://tangandiatas.com/?ar_id=NDIy

 

 

 

salam,

M.Faiz Wirawan

 

FW: SEDEKAH UDAH, DHUHA UDAH, TAPI.....

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Mohammad Faiz Wirawan
Sent: Thursday, January 31, 2013 10:37 AM
To: BDI
Subject: SEDEKAH UDAH, DHUHA UDAH, TAPI.....

 

SEDEKAH UDAH, DHUHA UDAH, TAPI.........

 

 

Pernahkah kita kecewa ternyata setelah kita bersedekah untuk mengatasi kesulitan, ternyata kita tidak menerima seperti yang dijanjikan dari beberapa hadits seperti :

# Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sodaqoh. (HR. Al-Baihaqi)

# Allah Tabaraka wata’ala berfirman (di dalam hadits Qudsi): “Hai anak Adam, infaklah (nafkahkanlah hartamu), niscaya Aku memberikan nafkah kepadamu.” (HR. Muslim)

Bahkan udah ditambah amal-amal lain seperti dhuha, tahajud dll tapi kesulitan tak kunjung habis..

Nah, jangan buru-buru berkecil hati dan putus asa soalnya saat kita lekas putus asa, bisa digolongkan orang sesat lho.. [Q.S.15:56] Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat"

Lalu apa yang harus dilakukan.?

1.Istighfar, mungkin saja amalan kita masih banyak riya.
2.Tetap konsisten Sholat Dhuha atau Tahajud
3.Perbanyak lagi sedekahnya, mungkin masih kurang dan kita masih pelit dalam bersedekah dengan berlindung dibalik alasan "biar dikit asal ikhlas" (hehehe).

Nah, mudah-mudahan kita bersama bisa menjaga keikhlasan amal kita dimata Allah.

 

salam,

M.Faiz Wirawan

Rabu, 30 Januari 2013

FW: Jangan Suka Mencari-cari Kesalahan Orang Lain

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Mohammad Faiz Wirawan
Sent: Thursday, January 31, 2013 7:11 AM
To: BDI
Subject: Jangan Suka Mencari-cari Kesalahan Orang Lain

 

Jangan Suka Mencari-cari Kesalahan Orang lain

Entah mengapa, ada dari kita  yang selalu punya kecenderungan untuk menjadi sosok yang gemar sekali mencari-cari kesalahan orang lain. Lihat saja betapa mudahnya seseorang menuntut dan mengkritik orang lain. Sebenarnya boleh-boleh saja mengkritik teman atau siapa pun, tapi dalam menyampaikan kritik, saran atau sebuah koreksi, sebaiknya kita tetap menghormati orang yang kita kritik.  Karena itu dalam menyampaikan informasi yang sifatnya sebuah koreksi, sebaiknya kita menyampaikannya dengan cara yang baik, ramah dan lembut. Dan jangan pernah menyampaikan dengan cara yang langsung menyudutkan dan menyalahkan, tapi kemukakanlah pendapat kita dengan cara yang baik, santun dan bijak.

Berkatalah yang baik atau diam. Ya, kita sebagai manusia memang telah diberikan banyak sekali nikmat oleh Allah SWT termasuk nikmat dapat berbicara. Akan tetapi, banyak yang salah menggunakan nikmat ini. Mereka tidak mengerti bahwa mulut yang telah dikaruniakan oleh-Nya seharusnya dapat dijaga dengan baik dan digunakan hanya untuk kebaikan.

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah, hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (Muttafaq ‘Alaihi)   Lalu dalam hadist lain disebutkan: “Allah SWT memberi rahmat keapda orang yang berkata baik lalu mendapat keuntungan, atau diam lalu mendapat keselamatan.” (HR. Ibnul Mubarak)

Demikianlah, lidah seseorang itu sangat berbahaya sehingga dapat mendatangkan banyak kesalahan. Imam Ghazali telah menghitung ada 20 bencana karena lidah antara lain berdusta, ghibah (membicarakan orang lain), adu domba, saksi palsu, sumpah palsu, berbicara yang tidak berguna, menertawakan orang lain, menghina orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain, dsb.

Dalam mengkritik, kita harus bijak,  kita juga harus memusatkan perhatian pada kemampuan orang yang kita kritik. Carilah satu kelebihan dalam diri orang tersebut. Walaupun tampaknya dimata kita kemampuannya kecil/sepele dan kita masih bisa jauh lebih baik dari orang tersebut. Namun, cobalah bertanya pada diri sendiri, bagaimana bila kita berada di posisi orang yang kita kritik, tanpa mempertimbangkan sedikitpun,  kebenaran dan kemampuannya?

Kita juga harus memeriksa kembali apa motif kita mengkritik (tanyakan dengan jujur pada diri sendiri). Dan tanyakan juga apa keuntungan yang kita raih setelah mengkritik dan mencari-cari kesalahan orang lain. Karena, apabila yang namanya kritik itu, hanyalah sebuah upaya untuk menonjolkan konsep tentang diri sendiri.  Atau kadang untuk membuktikan bahwa kita lebih pintar dari orang yang kita kritik (yang kita cari-cari kesalahannya, kelemahannya). Jika motif kita seperti itu, maka segeralah berhenti untuk mengkritik dan mencari-cari kesalahan orang lain. Ketahuilah, tidak ada orang yang luput dari salah dan khilaf, dan begitupun diri kita.

Seorang ahli hikmah berkata, aku tidak pernah menyesali apa yang tidak aku ucapkan, namun aku sering sekali menyesali perkataan yang aku ucapkan. Ketahuilah, lisan yang nista lebih membahayakan pemiliknya daripada membahayakan orang lain yang menjadi korbannya. (mengutip perkataan, Dr. Aidh Bin Abdullah Al-Qarni. M.A.)

Kita sebagai umat islam tidak berhak untuk mencari-cari kesalahan orang lain lalu menyebarkannya apalagi berusaha mempermalukan orang tersebut didepan umum, dengan menggunakan ilmu/kepandaian kita.

Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: ”Aku peringatkan kepada kalian tentang prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah perkataan yang paling bohong, dan janganlah kalian berusaha untuk mendapatkan informasi tentang kejelekan dan mencari-cari kesalahan orang lain, jangan pula saling dengki, saling benci, saling memusuhi, jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara” (H.R Bukhari, no (6064) dan Muslim, no (2563).

Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hujuraat [49] : 12)

Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: ”Tahukah kalian apa itu ghibah? Jawab para sahabat : Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Maka kata Nabi saw: “engkau membicarakan saudaramu tentang apa yang tidak disukainya. Kata para sahabat: Bagaimana jika pada diri saudara kami itu benar ada hal yang dibicarakan itu? Jawab Nabi SAW: Jika apa yang kamu bicarakan benar-benar ada padanya maka kamu telah mengghibah-nya, dan jika apa yang kamu bicarakan tidak ada padanya maka kamu telah membuat kedustaan atasnya.”(HR Muslim/2589, Abu Daud 4874, Tirmidzi 1935)

Abdullah bin Umar ra menyampaikan hadits yang sama, ia berkata, ” suatu hari Rasulullah SAW naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi :”Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman  itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum  muslimin, janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari cari aurot  mereka. Karena orang yang suka mencari cari aurot saudaranya sesama  muslim, Allah akan mencari cari aurotnya. dan siapa yang dicari cari  aurotnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya (HR. At Tirmidzi no. 2032, HR. Ahmad 4/420. 421, 424 dan Abu Dawud no. 4880.  hadits shahih)  (keterangan: yang dimaksud dengan aurot disini adalah aib/cela atau cacat, kejelekan dan kesalahan. Dilarang mencari cari kejelekan/kesalahan seorang muslim untuk kemudian diungkapkan kepada manusia – tuhfatul Ahwadzi).

Dari hadits di atas dapat digambarkan dengan jelas pada kita betapa besarnya kehormatan  seorang muslim. Sampai sampai ketika suatu hari Abdullah bin Umar ra memandang Ka’bah, ia berkata: ” Alangkah agungnya engkau dan besarnya kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya disisi Allah darimu. (HR Tirmidzi no. 2032).

 

Sumber: http://jalandakwahbersama.wordpress.com/

 

salam,

M.Faiz Wirawan

 

FW: KEUTAMAAN AL-QUR'AN DALAM KESAKSIAN HADITS ( QS. AL-ISRAA')

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Afzalurrahman Assalam
Sent: Wednesday, January 30, 2013 1:33 PM
To: BDI
Subject: KEUTAMAAN AL-QUR'AN DALAM KESAKSIAN HADITS ( QS. AL-ISRAA')

 

Surah Al-Isra merupakan surah ke 17 dalam Al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 111 ayat dan termasuk dalam kelompok surat makkiyyah. Dinamakan dengan al-Israa’ yang berarti memperjalankan di malam hari, karena peristiwa Isra Nabi  Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha disebutkan di awal surat ini.

Surah ini dinamakan juga Surah Bani Israil (keturunan Israil), karena pada bagian permulaan, yakni pada ayat kedua sampai ayat ke delapan, dan bagian  akhir surah, yakni ayat 101 sampai dengan ayat 104 disebutkan kisah tentang Bani Israil.

 

Keutamaan Surah Al-Israa

1.      Surah yang dibaca Nabi setiap menjelang tidur

‘Aisyah RA menceritakan bahwasanya Rasulullah SAW seringkali berpuasa, sampai-sampai kami menyangka beliatu tidak mau berbuka (akan terus berpuasa), dan kadang-kadang beliau berbuka hingga kami menyangka beliau tidak ingin berpuasa. Dan setiap malam beliau membaca surah Bani Israil (al-Israa) dan Az-Zumar (arti Hadits  hasan, Riwayat Ahmad).

 

Aisyah RA berkata, Rasulullah SAW tidak akan tidur di atas ranjang beliau sebelum membaca surah Bani Israil dan Az-Zumar (arti hadits hasan riwayat Tirmidzi)

 

2.      Di dalamnya terdapat ayat yang lebih Utama daripada seribu ayat

IRbad bin Saariyah RA meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW membaca surah-surah yang diawali dengan  tasbih sebelum tidur dan bersabda, “sesungguhnya di dalamnya terdapat ayat yang lebih Utama dari pada seribu ayat” (arti hadits hasan riwayat Abu Dawud)

Selasa, 29 Januari 2013

FW: Anak Yatim yang Memberkahi

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Wednesday, January 30, 2013 6:49 AM
To: BDI
Subject: Anak Yatim yang Memberkahi

 

Anak Yatim yang Memberkahi

Selasa, 29 Januari 2013, 07:37 WIB

 

Kaligrafi Nama Nabi Muhammad (ilustrasi)

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr Muhammad Hariyadi MA

Bukanlah kebetulan jika Muhammad SAW lahir dalam keadaan yatim, sebab keyatimannya merupakan salah satu tanda kenabian. Justru dengan kondisi yatim tersebut terkandung berbagai maksud dan hikmah yang terdapat di dalamnya. Para ahli sirah nabawiyah mengungkapkan beberapa maksud dan hikmah keyatiman Muhammad SAW, di antaranya:

Pertama, agar Muhammad memiliki kaitan langsung dengan Allah SWT sebagai pencipta. Dialah yang mendidik, melindungi, mengajar dan mempengaruhi Muhammad secara langsung, berbeda dengan manusia pada umumnya yang keberagamaan dan kehidupannya dipengaruhi oleh kedua orang tua dan lingkungannya.

Allah SWT berfirman: "Bukanlah Dia (Allah) mendapatimu sebagai anak yatim, lalu Dia melindungi(mu). Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan." (QS. Ad-Duha: 6-8).

Kedua, agar Muhammad SAW mengalami langsung kehidupan sebagai anak yatim dalam suka maupun duka, sehingga pada saat Allah memerintahkan santunan kepada ayat yatim, beliau memiliki pengalaman dan tahu betul apa serta bagaimana susahnya menjadi anak yatim tanpa harus bertanya pada pengalaman pihak lain. Allah SWT berfirman: "Maka terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang." (QS. Ad-Duha: 9)

Ketiga, agar Muhammad SAW memiliki pengalaman sebagai orang miskin, sebab keyatiman identik dengan kemiskinan jika kedua orang tuanya tidak memiliki banyak harta warisan. Dengan demikian beliau juga menjadi orang pertama yang mengasihi kaum fakir miskin pada saat Allah SWT memerintahkan untuk mengasihi kaum fakir miskin.

Allah SWT berfirman: "Dan kepada orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik(nya)." (QS. Ad-Duha: 10).

Keempat, agar Muhammad SAW menjadi contoh ideal bagi semua anak manusia yang dilahirkan dalam keadaan yatim, yaitu seorang anak yatim yang memberkahi, mencukupkan diri dengan keterbatasannya, tidak nakal atau mengambil hak orang lain, serta menjadi rahmat bagi manusia di sekelilingnya.

Lihatlah bagaimana Muhammad SAW menjadi pribadi yang memberkahi bagi kehidupan ibu yang menyusuinya, Halimah Al-Sa'diyah dengan menggembala kambing dan membantunya pada saat ibunya tersebut mengalami masa paceklik. Lihat lah pula betapa anak yatim ini mampu menempatkan diri dengan baik di rumah pamannya yang miskin dengan tidak mengambil hak sedikit pun dari anak-anak pamannya.

Kelima, agar Muhammad menjadi profil yang menarik sebagai motivator bagi kehidupan anak-anak yatim, yaitu seorang anak yatim atau yatim piatu tidak harus cengeng dan terpuruk serta menjadi alasan pembenaran untuk tidak mendapatkan akses dalam banyak hal.

Sebaliknya dari kondisi yang lemah itulah beliau bangkit dengan ikut berdagang bersama pamannya, membantu kehidupan pamannya, kemudian menjadi manager yang jujur, menjadi owner yang penuh kasih, menjadi investor yang cerdas, lalu dai konsisten sepanjang zaman.

Tidak tercatat dalam kitab-kitab sirah berapa banyak kekayaan Muhammad SAW, namun jika dilihat dari mahar yang diberikan kepada Khadijah dengan 20 ekor unta muda dan 12 gram emas pada saat itu, sudah terlihat betapa beliau menjadi pribadi yang sukses dalam berdagang dan pernah mengalami hidup kaya raya.

Kekayaan beliau melimpah pada saat berada di Madinah dalam bentuk Fa'i (harta ingkar perdamaian), Al-Shafi (harta pilihan sebelum Ghanimah dibagi), Al-Sahm (bagian di luar 1/5 yang menjadi hak rasul) dan hadiah. Namun beliau tetap dermawan dan hidup bersahaja, sampai-sampai seorang lelaki musyrik yang meminta kekayaan kepadanya menyeru kepada kaumnya dengan mengatakan: "Masuk Islamlah kalian, sebab Muhammad jika memberi sesuatu tidak takut miskin."

Demikianlah seharusnya kondisi yatim tidak menjadi alasan terbatasnya akses pendidikan, pemicu kemalasan, kerendahan diri, dan keterpurukan dalam kemiskinan, melainkan sebaliknya harus menjadi motivasi dalam meraih kehidupan yang lebih baik dengan tetap menekankan sikap jujur, amanah, dan memfungsikan kecerdasan akal serta pendekatan diri kepada Allah SWT sebab hanya dengan cara itu anak-anak yatim yang ada di sekitar kita dapat menjadi anak yatim yang memberkahi sebagaimana pribadi Rasulullah SAW. Wallahu A'lam.

Redaktur: Heri Ruslan

 

 

FW: Amanah Terbesar

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Wednesday, January 30, 2013 6:56 AM
To: BDI
Subject: Amanah Terbesar

 

Amanah Terbesar

Selasa, 29 Januari 2013, 15:15 WIB

 

Sejumlah wisatawan bermain air saat matahari terbenam di pantai Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Hasan Basri Tanjung MA

Dalam Alquran, banyak sekali ayat yang membicarakan amanah dalam berbagai konteksnya. Misalnya, amanah sebagai tugas-tugas keagamaan (33:72), larangan mengkhianati amanah (8:27), memelihara amanah (23:8, 70:32), menyampaikan amanah kepada yang berhak (4:58), dan lainnya.

Rasulullah saw juga mengingatkan dengan tegas akan pertanggungjawaban atas segala amanah yang Allah titipkan. Amanah berkaitan dengan kepemimpinan, dan kepemimpinan tidak lepas dari setiap manusia, apa pun kedudukannya.

Nabi saw bersabda, ''Setiap orang adalah pemimpin, imam (pejabat apa saja dan dalam tingkatan apa pun), suami, istri, dan pembantu rumah tangga pun merupakan pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (Hadits Riwayat Bukhari).

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menjelaskan, amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta oleh pemiliknya.

Amanah adalah lawan dari khianat. Ia tidak diberikan kecuali kepada orang yang dinilai pemberinya dapat memelihara dengan baik apa yang diberikannya itu.

Amanah bukan hanya sesuatu yang bersifat material, tapi juga nonmaterial dan bermacam-macam. Semuanya diperintahkan Allah untuk ditunaikan. Ada amanah antara manusia dan Allah, manusia dan manusia, manusia dan lingkungannya, serta manusia dan dirinya. Lalu, apakah amanah terbesar?

Abdul Aziz bin Fauzan dalam buku Fiqh at-Ta’amul Ma’an Naas mengatakan, amanat terbesar adalah anak. Sekalipun anak menjadi penyejuk mata dan buah hati (25:74) dan perhiasan kehidupan dunia (18:46), ia adalah amanah yang berat bagi orang tua.

Amanah yang bisa menjadi fitnah dan musuh bagi orang tuanya (8:28, 64:14-15). Berbeda dengan amanah yang lain, seperti harta, kedudukan, dan pangkat yang bersifat ikhtiyari (pilihan) dengan batas waktu tertentu.

Begitu Allah menitipkan anak kepada orang tua, itu menjadi kewajiban sepanjang hayat. Sejak dalam kandungan, dilahirkan, disusui dua tahun, dibesarkan hingga dewasa, dan menikah. Bahkan, setelah menikah pun, secara moral dan sosial tetap tak bisa terlepaskan.

Anak saleh dan berakhlak karimah akan mengangkat harkat martabat orang tuanya di dunia dan akhirat. Orang tua akan bahagia jika anak taat beribadah dan berbakti kepada orang tua.

Sebaliknya, cobaan yang paling berat pun adalah anak. Nama baik, kehormatan dan kedudukan bisa sirna dan rusak sekejap karena ulah anak yang tidak baik.

Orang tua menderita jika anaknya tidak mau ibadah, akhlaknya buruk, dan durhaka. Apalagi, terjerumus pada tindak kriminal, pornografi, pergaulan bebas, narkoba, dan lainnya. Naudzu billahi min zalik.

Kewajiban orang tua untuk menjaga mereka dari api neraka, baik neraka dunia maupun ne raka akhirat (66:6) dengan pendidikan Islami.

Sepatutnya orang tua mencurahkan segala daya upaya, tenaga, pikiran, harta, dan waktu untuk menjaga dan mendidik mereka. Salah dalam mendidik maka orang tua yang akan menanggung akibatnya.

Pepatah Arab mengatakan, “Man yazro’ yahsud” (barang siapa menanam, ia yang akan menuai).

Redaktur: Damanhuri Zuhri

 

 

FW: Saleh Finansial

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Irvan Desmal
Sent: Wednesday, January 30, 2013 7:44 AM
To: BDI
Subject: Saleh Finansial

 

Saleh Finansial

SocButtons v1.4

Oleh: Samson Rahman, MA


Suatu hari, Umar bin Khatab berjalan di sebuah pasar dan dia melihat seorang sahabatnya sedang membawa barang belanjaan dalam jumlah yang sangat besar. 

Maka Umar pun bertanya, "Mengapa engkau membeli demikian banyak barang?" 

Sahabatnya itu menjawab, karena aku ingin membelinya!" 

Mendengar jawaban itu, Umar marah. "Apakah engkau akan membeli setiap yang engkau inginkan?"

Banyak orang yang membelanjakan hartanya dengan sesuatu yang dia sendiri tidak membutuhkannya, dia hanya menginginkannya. Dan inilah yang membuat Umar gusar. Sahabat utama Rasulullah itu melihat kebiasaan buruk yang tidak menggambarkan esensi ajaran Islam. Dan itu tidak menunjukkan sebuah kesalehan finansial.

Uang yang masuk ke dalam rumah kita hendaknya didapatkan dari sumber yang halal, dengan cara yang baik dan dipergunakan untuk hal-hal yang baik. Seorang yang memiliki kesalehan finansial akan cermat memilih uang yang dia dapatkan dan saat menggunakannya. 

Sebab, uang yang dia dapatkan bukan hanya akan dimintai pertanggungjawabannya di dunia, namun juga di akhirat kelak.

Allah telah memberikan bimbingan dan arahan sempurna bagaimana seharusnya seorang Muslim membelanjakan hartanya. Dia tidak boros, tapi juga tidak kikir (pelit). Cara belanja moderat ini menjadi tanda utama yang disebut oleh Allah sebagai Ibadur Rahman. (QS al-Furqan: 67). 

Allah tidak menyukai orang-orang yang belanja dengan cara yang boros karena orang-orang yang boros itu merupakan teman setan, dan setan sangat kufur pada Tuhannya. Boros dan kikir adalah tindakan tidak cerdas dan tidak saleh. 

Keduanya merupakan penyakit jiwa yang menghancurkan. Boros akan mencelakakan diri sendiri dan kikir akan membuat orang lain menderita.

Saleh finansial akan membuat seseorang bersikap arif terhadap uang. Dia beranggapan bahwa uang adalah karunia Allah dan amanah yang harus disyukuri dan dipergunakan dengan benar dan tepat sasaran. 

Kesalehan finansialnya akan membuat dia senantiasa mempergunakan uangnya untuk sesuatu yang bermanfaat, baik bagi diri, keluarga, maupun masyarakat umumnya.

Dia akan senantiasa dimintai pertanggungjawaban finansial sangat berat di sisi Allah di hari kemudian. Bila kesalehan finansial ini menjadi kebiasaan yang ada pada para penguasa, politisi, anggota dewan, para petinggi negeri ini pasti korupsi tak akan mendapatkan ruang. Keculasan keuangan akan teredam.

Rasulullah mengingatkan kita tentang pertanyaan yang harus dijawab di hari kiamat. “Kaki seorang hamba tidak akan beranjak pada hari kiamat hingga dia ditanya empat perkara; tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang ilmunya untuk apa dia pergunakan, tentang hartanya dari mana didapatkan dan untuk apa dibelanjakan, tentang raganya untuk apa dia pergunakan.” (HR Turmidzi).

Ancaman ketidaksalehan finansial ini telah begitu nyata. Banyak orang sudah tak lagi peduli apakah uang yang didapatkan itu melalui jalan halal atau haram. Sungguh benar sabda Rasulullah, “Akan datang sebuah zaman di mana  orang tidak lagi peduli dari mana dia mendapatkan harta; apakah lewat jalur halal atau haram.” (HR Bukhari ).

Sumber:Ikadi

 

Senin, 28 Januari 2013

FW: Hukum Suami Menggunakan Harta Istri

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Yoga Aditama
Sent: Monday, January 28, 2013 8:58 AM
To: BDI
Subject: Hukum Suami Menggunakan Harta Istri

 

Hukum Suami Menggunakan Harta Istri

http://fadhlihsan.blogspot.com/2013/01/hukum-suami-menggunakan-harta-istri.html

Ada yang mengajukan pertanyaan kepada Samahatusy Syaikh al-Imam Abdul Aziz ibnu Abdillah ibnu Baz rahimahullahu sebagai berikut.

"Saya dan istri saya sama-sama bekerja. Sejak kami menikah, harta kami (penghasilan saya dan istri saya) digabung sebagai harta milik bersama. Saya, sebagai suami, mengurusi penghasilan kami. Setelah dikeluarkan untuk keperluan rumah tangga, kami menyimpan bagian yang tersisa untuk keperluan masa depan keluara, seperti membangun rumah, membeli mobil, dan lainnya. Apakah harta istri yang terpakai oleh suaminya (guna membiayai kebutuhan keluarga) itu haram baginya, dalam keadaan si istri menyetujui/rela?"

Samahatusy Syaikh rahimahullahu menjawab, "Jika istri memperkenankan kerja sama (pengumpulan harta bersama) seperti yang disebutkan, dalam keadaan ia adalah wanita yang lurus pikirannya/baik akalnya (rasyidah, tidak lemah akal), tidak menjadi masalah. Hal ini berdasar firman Allah Subhanallahu wa Ta'ala:

"Berikanlah mahar kepada wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar tersebut dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan (sesuatu) yang sedap lagi baik akibatnya." (An-Nisa: 4)

Adapun jika si istri adalah seorang yang kurang akalnya, tidak cerdas/lurus [1], anda tidak boleh mengambil hartanya sedikit pun. Jagalah harta itu untuknya. Semoga Allah Subhanallahu wa Ta'ala memberi taufik kepada semuanya menuju perkara yang menyampaikan keridhaan-Nya." [2]

Pertanyaan senada juga ditujukan kepada beliau rahimahullahu. "Jika saya menikah dengan seorang wanita yang bekerja sebagai guru, apakah pantas saya mengambil gajinya dengan keridhaannya guna menutupi kebutuhan dan kemaslahatan kami berdua, seperti membangun rumah, misalnya. Saya tidak mencatat pengambilan tersebut, dia pun tidak memintanya. Saya sendiri mempunyai penghasilan bulanan dari pekerjaan saya sebagai pegawai."

Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu menjawab, "Tidak ada dosa bagi anda mengambil gaji istri anda dengan keridhaannya jika ia seorang wanita yang berpikiran lurus/tidak kurang akal. Demikian pula segala sesuatu yang diserahkannya kepada anda sebagai bentuk bantuan (atau tolong-menolong) maka tidak ada keberatan bagi anda untuk mengambilnya jika ia memberikannya dengan senang hati dan ia wanita yang lurus akalnya, berdasar firman Allah Subhanallahu wa Ta'ala:

"Berikanlah mahar kepada wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar tersebut dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan (sesuatu) yang sedap lagi baik akibatnya." (An-Nisa: 4)

Walaupun hal itu dilakukan tanpa pencatatan, tetapi jika anda mencatatnya, hal itu lebih hati-hati, terutama jika anda khawatir tuntutan dari keluarga istri anda dan karib kerabatnya, atau anda khawatir ia meminta kembali hartanya yang terpakai. Wabillah at-taufiq." [3]

Wallahu ta'ala a'lam bish-shawab.

Catatan kaki:
[1] Mungkin karena usianya yang masih kecil atau sudah dewasa tetapi tidak sempurna akalnya.
[2] Dimuat dalam surat kabar al-Bilad, no. 15377, 19-04-1419 H, sebagaimana dinukil dalam Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, 20/42-43.
[3] Dimuat dalam surat kabar al-Bilad, no. 15376 18-04-1419 H, sebagaimana dinukil dalam Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, 20/43-44.

Faedah ini diambil dari: Majalah Asy Syariah no. 71/VI/1432 H/2011 dalam artikel "Harta Bersama", penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyah, hal. 87-89. Melalui http://fadhlihsan.blogspot.com/2013/01/hukum-suami-menggunakan-harta-istri.html

 

FW: Menghadirkan Kembali Perikehidupan Rasulullah SAW

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, January 25, 2013 7:15 AM
To: BDI
Subject: Menghadirkan Kembali Perikehidupan Rasulullah SAW

 

Menghadirkan Kembali Perikehidupan Rasulullah SAW

Jumat, 25 Januari 2013, 05:53 WIB

 

Ribuan umat Islam mengikuti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diadakan Majelis Rasulullah di kawasan Silang Monas, Jakarta Pusat, Kamis (24/1). (Republika/Aditya Pradana Putra)

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein  
Umat Islam di penjuru dunia, termasuk di Indonesia akan menggelar peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sebagai ritual peringatan hari kelahiran Rasulullah ini, umat Islam sepertinya ingin menghadirkan kembali perikehidupan Nabi Muhammad SAW lebih dari empat belas abad yang lampau, dalam kehidupan kekinian.

Kita ingin, momentum Maulid Nabi benar-benar menghadirkan kembali perikehidupan Rasulullah sebagai panduan hidup dalam bermasyarakat dan bernegara. Maulid Nabi adalah momentum  penting dan berarti bagi kita, untuk mengaktualkan dan mengimplementasikan nilai-nilai kebaikan Rosulullah SAW, sebagai uswahtul khasanah atau teladan yang baik bagi kita semua.

Dasar awal Islam menjunjung tinggi nilai-nilai universal, seperti keadilan, keadaban, kesantunan, dan toleransi. Islam menjunjung tinggi pengakuan dan penghormatan kepada seluruh masyarakat tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin dan bahasa. Dalam agama Islam, manusia hanya sebagai hamba Allah SWT, yang diberi anugerah akal dan fikiran untuk menjadi manusia yang berakhlak mulia.

Akhlak yang berisi nilai-nilai ketauhidan, nilai-nilai kebenaran dan kesucian serta nilai-nilai rahmatan lil alamin; rahmat bagi semesta alam. Nilai rahmatan lil alamain yang akan menghancurkan rasa iri, dengki, fitnah dan kemunafikan di tubuh umat Islam.

Ketika nilai-nilai ini diimplementasikan maka sangat diyakini akan terbangun hati-hati yang penuh rasa kekeluargaan, rasa kebersamaan sesama insan, tanpa memandang suku, latarbelakang ekonomi atau pun lainnya, di tubuh umat Islam. Jadi momentum Maulid Nabi tidak hanya membangun kesalehan pribadi, namun juga menciptakan kondisi kesalehan sosial.

Terlebih lagi ada sebahagian masyarakat diwilayah Kota Jakarta dan sekitarnya sedang dirundung musibah banjir dan saatnyalah kita untuk menaruh empati dengan mengulurkan bantuan kepada mereka yang sedang kesusahan. Hal ini merupakan implementasi nilai-nilai kebaikan yang dibawa Rasulullah SAW.

Maulid Nabi juga merupakan momentum untuk membangkitkan kembali ruh Masyarakat Madani (atau ada yang menyebut masyarakat Madinah) di Kota Tangerang. Ruh-ruh yang terkandung dalam Masyarakat Madani adalah masyarakat yang berakhlak mulia.

Masyarakat yang mengaktualisasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai Islam, sebagai uswahtul khasanah; Masyarakat yang mengutamakan kesalehan sosial diatas kesalehan pribadi; Masyarakan yang selalu terjaga dari prilaku-prilaku negatif; Masyarakat dimana hukum sudah ditegakkan; dan Masyarakat yang jauh dari nilai-nilai kemunafikan.  

Redaktur: Heri Ruslan

 

 

Materi Taklim Bulanan - Mengenalkan Nabi Muhammad SAW kepada Anak

 

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Pengurus BDI Jakarta
Sent: Friday, January 25, 2013 6:02 PM
To: BDI
Subject: Taklim Bulanan - Mengenalkan Nabi Muhammad SAW kepada Anak

 

 

Minggu, 27 Januari 2013

FW: Inilah Umat yang Terbaik Itu

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Monday, January 28, 2013 7:06 AM
To: BDI
Subject: Inilah Umat yang Terbaik Itu

 

Inilah Umat yang Terbaik Itu

Senin, 28 Januari 2013, 05:52 WIB

 

Ratusan ribu jamaah haji menunaikan ibadah shalat berjamaah di luar masjid Namira di Arafah dekat kota suci Mekkah,Kamis (25/10). (AP Photo / Hassan Ammar)

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nawawi

Umat Islam merupakan umat yang terbaik. Di dalam Alquran ditegaskan, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS [3]: 110).

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda, “Kalian sebanding dengan 70 umat dan kalian adalah sebaik-baik dan semulia-mulia umat bagi Allah.” (HR Tirmidzi). Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan, kemuliaan umat Islam tidak lain karena kemuliaan Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad adalah makhluk paling terhormat dan Rasul paling mulia di sisi Allah SWT. Beliau diutus Allah dengan syariat yang sempurna nan agung yang belum pernah diberikan kepada seorang Nabi dan Rasul sebelumnya.

Oleh karena itu, derajat terbaik dari kalangan umat Islam ini ada pada mereka yang konsisten mengikuti ajaran Rasulullah dengan terus-menerus melakukan amar makruf nahi mungkar sebagaimana telah diteladankan oleh manusia paripurna itu (QS al-Ahzab [33]: 21).

Amar makruf nahi mungkar tentu sangat luas cakupannya. Karena itu, setiap Muslim berpeluang untuk mengamalkan perintah agung tersebut. Amar makruf bisa diwujudkan dengan mengajak manusia pada keimanan dan ketakwaan dengan cara-cara yang telah disyariatkan oleh-Nya. (QS [16]: 125).

Sementara nahi mungkar bisa kita amalkan dengan cara mengajak umat Islam menjauhi hal-hal yang dapat mengundang kemurkaan Allah SWT. Dalam hal nahi mungkar, Rasulullah juga telah memberikan panduan yang sangat jelas untuk umatnya.

“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu, hendaklah dia mengubah hal itu dengan lisannya. Apabila tidak mampu lagi, hendaknya dia ingkari dengan hatinya dan itulah bentuk selemah-lemah iman.” (HR Muslim).

Berangkat dari hal itu, kriteria umat terbaik itu akan tetap kita miliki, hanya apabila kita mau melakukan amar makruf nahi mungkar secara beriringan. Tidak sekadar amar makruf tetapi tidak nahi mungkar. Atau, sekadar mencegah yang mungkar tetapi tidak mengerjakan yang makruf (kebaikan).

Imam Qatadah, sebagaimana dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya, menjelaskan, suatu waktu Umar bin Khattab pernah berkata, “Barang siapa yang ingin menjadi bagian dari umat ini (umat terbaik), maka ia harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan Allah dalam ayat tersebut.” (HR Ibnu Jarir).

Namun demikian, amar makruf dan nahi mungkar bisa berjalan efektif manakala umat Islam sendiri memang memiliki identifikasi diri yang pasti dengan ajaran Islam secara keseluruhan (kafah). Karena, mustahil sapu yang kotor bisa digunakan untuk membersihkan lantai yang juga kotor.

Rasulullah memerintahkan umatnya untuk konsisten mengikuti sunahnya. Jika tidak, dia ibarat penjual obat yang hanya bisa menawarkan obat penyembuh, tapi tidak bisa mengobati penyakitnya sendiri.

Apabila keteladanan itu jauh dari umat Islam maka tidak saja kegagalan yang akan diperoleh, tetapi juga kemurkaan Allah SWT (QS [61]: 3). Karena secara prinsip, amar makruf nahi mungkar, mensyaratkan keteladanan yang merupakan akar dari segala kemuliaan.

Redaktur: Heri Ruslan

 

 

FW: Kemaksuman Nabi Muhammad SAW

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Monday, January 28, 2013 6:59 AM
To: BDI
Subject: Kemaksuman Nabi Muhammad SAW

 

Kemaksuman Nabi Muhammad SAW

Minggu, 27 Januari 2013, 05:23 WIB

 

Kaligrafi Nama Nabi Muhammad (ilustrasi)

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA

Sudah menjadi pengatahuan bersama bahwa setiap Nabi dan Rasul dijaga oleh Allah SWT dari kesalahan dan dosa (Maksum), termasuk Nabi Muhammad SAW.

Kesalahan kecil dan tidak berarti bagi kaum awam tidaklah pernah mengkhawatirkan mereka, namun bagi maqam para nabi dan rasul maka hal tersebut bisa menjadi masalah besar dalam kaitannya dengan kredibilitasnya (muru'ah). Hal itu tidak lain karena perbedaan sikap dan pandangan (maqam) dalam melihat substansi sebuah kesalahan dan perbedaan kualitas pribadi masing-masing jiwa.

Allah SWT menjaga kemaksuman Nabi Muhammad SAW secara fisik maupun non fisik. Terlahir dalam keadaan tersunat, penjagaan atas keterbukaan auratnya di mata masyarakat, terlindungi dari kemaksiyatan dan keburukan perilaku kaumnya, dan keterjagaan fisiknya terjatuh dalam kemungkaran merupakan beberapa bentuk penjagaan Allah SWT secara fisik terhadap Muhammad SAW.

Sedangkan penjagaan non fisik dianugerahkan oleh Allah SWT dalam bentuk ketundukan hawa nafsu Nabi Muhammad pada bimbingan ilahi, pembersihan hatinya dari sifat tercela melalui pembedahan dadanya, dan kegemaran hatinya pada tradisi khalwat sebagai bentuk persiapan hati dan ibadah sebelum datangnya wahyu pertama.

Suatu hari Muhammad kecil yang hidup di perkampungan Halimatus Sa'diyah berkeinginan untuk mendengarkan musik pada resepsi pernikahan di Makkah. Berangkatlah Muhammad sore itu dengan berpamitan kepada kawannya sesama penggembala kambing. Ketika waktu malam sampai di Makkah, Muhammad menyaksikan sebuah resepsi pernikahan yang di dalamnya terdapat hiburan musik.

Muhammad duduk di tempat itu, namun tiba-tiba dirinya mengantuk, dan ditidurkan oleh Allah SWT. Muhammad baru bangun satelah sinar matahari menerpa dirinya. Pagi hari Muhammad kembali ke kampung ibu susuannya dan ditanya oleh kawannya, "Apa yang kamu saksikan?"

Muhamamd menjawab: "Aku tidak melakukan apa-apa." Kemudian Muhammad menceritakan kejadian tertidurnya kepada kawannya.

Malam berikutnya Muhammad kembali ke Makkah dengan tujuan yang sama, namun peniduran Allah kembali terjadi pada pengalaman yang kedua. Pada saat kawannya bertanya, Muhammad menjawab bahwa ia tidak menyaksikan dan mendengar apa-apa karena tertidur hingga waktu pagi tiba.

Suatu waktu salah seorang pedagang dari Qabilah Az-Zabidi di Yaman dizalimi oleh Al-Ash bin Wail As-Sahmi dari Quraish yang tidak membayar barang dagangan. Merasa tidak ada yang menolong, pedagang dari Yaman tersebut naik ke gunung Abi Qubais dan menyeru kaum Quraish yang berkumpul di tempat itu. Dia berteriak menyerukan supaya haknya yang terzalimi dikembalikan.

Az-Zubair bin Abdul Muthalib mengumpulkan beberapa qabilah di antaranya Bani Hasyim, Bani Zuhrah, dan Bani Taim di rumah Abdullah bin Ja'dan untuk membuat perjanjian pengembalian hak orang yang terzalimi tersebut. Muhammad SAW termasuk yang hadir dalam perjanjian itu dan mereka menemui Wail serta mengambil dengan paksa barang milik pedagang Az-Zabidi.

Muhammad SAW berkata mengenai kejadian tersebut. "Saya telah menyaksikan di rumah Abdullah bin Ja'dan, sebuah perjanjian yang lebih aku cintai dari pada seekor unta berwarna merah, seandainya saya diajak dalam perjanjian yang sama dalam Islam, maka saya akan bergabung." (Al Bidayah wa Al-Nihayah).

Kedua riwayat tersebut yang satu menegaskan mengenai kemaksuman Muhammad secara fisik dan yang lainnya secara non fisik, yaitu berupa kecenderungan dan keperpihakan hati Muhammad pada keadilan.

Demikianlah Allah SWT menjaga kemaksuman nabi tercintanya, sebab kemaksuman tersebut dipersiapkan dalam rangka menerima wahyu, sehingga sesuatu yang suci harus diturunkan kepada pribadi yang suci.

Lebih dari itu, kemaksuman memberikan penegasan bahwa jika  manusia pada umumnya mendapat pengajaran dan bimbingan manusia melalui madrasah insaniyah, maka madrasah para nabi dan rasul adalah madrasah rabbaniyah, sehingga kendati mereka secara fisik sama dengan manusia pada umumnya, tetapi SDM yang terdapat di dalam tubuhnya sungguh benar-benar berbeda dengan manusia biasa. Wallahu A'lam.

Redaktur: Heri Ruslan

 

 

Jumat, 25 Januari 2013

FW: Menghadirkan Kembali Perikehidupan Rasulullah SAW

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, January 25, 2013 7:15 AM
To: BDI
Subject: Menghadirkan Kembali Perikehidupan Rasulullah SAW

 

Menghadirkan Kembali Perikehidupan Rasulullah SAW

Jumat, 25 Januari 2013, 05:53 WIB

 

Ribuan umat Islam mengikuti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diadakan Majelis Rasulullah di kawasan Silang Monas, Jakarta Pusat, Kamis (24/1). (Republika/Aditya Pradana Putra)

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein  
Umat Islam di penjuru dunia, termasuk di Indonesia akan menggelar peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sebagai ritual peringatan hari kelahiran Rasulullah ini, umat Islam sepertinya ingin menghadirkan kembali perikehidupan Nabi Muhammad SAW lebih dari empat belas abad yang lampau, dalam kehidupan kekinian.

Kita ingin, momentum Maulid Nabi benar-benar menghadirkan kembali perikehidupan Rasulullah sebagai panduan hidup dalam bermasyarakat dan bernegara. Maulid Nabi adalah momentum  penting dan berarti bagi kita, untuk mengaktualkan dan mengimplementasikan nilai-nilai kebaikan Rosulullah SAW, sebagai uswahtul khasanah atau teladan yang baik bagi kita semua.

Dasar awal Islam menjunjung tinggi nilai-nilai universal, seperti keadilan, keadaban, kesantunan, dan toleransi. Islam menjunjung tinggi pengakuan dan penghormatan kepada seluruh masyarakat tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin dan bahasa. Dalam agama Islam, manusia hanya sebagai hamba Allah SWT, yang diberi anugerah akal dan fikiran untuk menjadi manusia yang berakhlak mulia.

Akhlak yang berisi nilai-nilai ketauhidan, nilai-nilai kebenaran dan kesucian serta nilai-nilai rahmatan lil alamin; rahmat bagi semesta alam. Nilai rahmatan lil alamain yang akan menghancurkan rasa iri, dengki, fitnah dan kemunafikan di tubuh umat Islam.

Ketika nilai-nilai ini diimplementasikan maka sangat diyakini akan terbangun hati-hati yang penuh rasa kekeluargaan, rasa kebersamaan sesama insan, tanpa memandang suku, latarbelakang ekonomi atau pun lainnya, di tubuh umat Islam. Jadi momentum Maulid Nabi tidak hanya membangun kesalehan pribadi, namun juga menciptakan kondisi kesalehan sosial.

Terlebih lagi ada sebahagian masyarakat diwilayah Kota Jakarta dan sekitarnya sedang dirundung musibah banjir dan saatnyalah kita untuk menaruh empati dengan mengulurkan bantuan kepada mereka yang sedang kesusahan. Hal ini merupakan implementasi nilai-nilai kebaikan yang dibawa Rasulullah SAW.

Maulid Nabi juga merupakan momentum untuk membangkitkan kembali ruh Masyarakat Madani (atau ada yang menyebut masyarakat Madinah) di Kota Tangerang. Ruh-ruh yang terkandung dalam Masyarakat Madani adalah masyarakat yang berakhlak mulia.

Masyarakat yang mengaktualisasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai Islam, sebagai uswahtul khasanah; Masyarakat yang mengutamakan kesalehan sosial diatas kesalehan pribadi; Masyarakan yang selalu terjaga dari prilaku-prilaku negatif; Masyarakat dimana hukum sudah ditegakkan; dan Masyarakat yang jauh dari nilai-nilai kemunafikan.  

Redaktur: Heri Ruslan

 

 

FW: Teladani Kepemimpinan Nabi saw

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, January 25, 2013 7:24 AM
To: BDI
Subject: Teladani Kepemimpinan Nabi saw

 

Teladani Kepemimpinan Nabi saw

Kamis, 24 Januari 2013, 15:10 WIB

.

Kaligrafi Muhammad SAW. Ilustrasi

 

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Prof Dr KH Ali yaqub MA mengatakan memaknai peringatan maulid Nabi Muhammad saw harusnya dimaknai bagaimana umat Islam mencontoh akhlak nabi saw, bukan memperingati hari kelahirannya.

'Harus dimaknai bagaimana kita  meneladani prilaku Nabi Muhammad saw, baik kita sebagai seorang ayah, seorang suami atau sebagai seorang pemimpin,'' jelas Ali Yaqub kepada Republika.co.id Kamis (24/1).

Sebagai seorang pemimpin, kata pakar hadis ini, Rasulullah saw adalah orang yang tidak mementingkan diri sendiri dan keluarga bahkan kelompoknya. Rasulullah saw adalah orang yang sangat mementingkan umatnya.

Salah satu contohnya, kata Pimpinan Pesantren Luhur Hadis Darussunnah Ciputat ini, Nabi Muhammad saw mengharamkan diri dan keluarganya menerima dan memakan zakat. Zakat diperuntukkan terutam bagi kaum fakir miskin.

Sebagai seorang pemimpin, kata Ali Yaqub, Rasulullah saw sangat tegas menegakkan supremasi hukum, tanpa terkecuali kepada keluarganya.''Rasuluillah saw dengan tegas mengatakan, 'Seandainya Fatimah anak Muhammad mencuri, pasti akan aku potong tangannya.''

Jadi, dalam penegakan hukum, Rasulullah saw tidak pernah tebang pilih dan pandang bulu. ''Siapa saja yang bersalah, tanpa terkecuali keluarganya, harus dikenakan sanksi yang tegas.''

Perlunya para pejabat dan pemimpin Indonesia meneladani Rasulullah, juga diungkapkan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang Jawa Timurr, Prof Dr Imam Suprayogo.

Menurut Imam, peringatan maulid Nabi Muhammad saw bagi pejabat dan pemimpin yang seharusnya ditangkap adalah jiwa kepemimpinan Rasulullah saw. Sekalipun Nabi Muhammad saw pernah berdagang, tapi tidak pernah tampak menggunakan jiwa dagangnya dalam memimpin.

''Seorang pedagang selalu menghitung untung rugi dari sudut materi. Nabi saw tidak melakukan itu. Nabi bahkan mau sengsara, rugi dan berkorban untuk membela umatnya,'' jelas Imam.

Nabi juga tidak sekadar memberi perintah, tapi juga menjalaninya sendiri. Nabi juga tidak saja memberi arahan, tapi juga menunjukkan cara melakukan perintah itu dengan kasih sayang.

''Tentu kejujuran, keadilan, keikhlasan dan kesabaran nabi harus ditangkap dan dijadikan pedoman dalam menjalankan kepemimpinannya,'' jelas Imam Suprayogo menambahkan.

Pimpinan Pesantren Tahfid Daarul Quran Ketapang, Tangerang, Banten Ustadz Yusuf Mansur menyayangkan masih banyaknya umat Islam yang belum meneladani kepemimpinan Rasulullah saw.

''Emang keteladanan kepemimpinan Rasul, nggak dipake oleh tidak sedikit pemimpin dan pengusaha di negeri ini, tapi juga barangkali oleh para ustadz dan kyai, termasuk saya belum meneladani kepemimpinan Rasulullah saw,'' ujar Ustadz Yusuf Mansur kepada Republika.co.id Kamis (24/1).

Dalam memimpin, dalam bekerja, dalam bertugas, dalam berkeluarga, dalam bertetangga, berkawan dan bermuamalah masin banyak di antara umat Islam yang belum meneladani Rasulullah saw.

Diantara sebabnya, kata dai kelahiran Betawi ini, karena nggak tahu banyak tentang Rasulullah saw. ''Saya sendiri sebagai seorang ustadz, benar-benar nggak terlalu banyak hingga cukup bagi saya meneladani Rasulullah saw.''

Sampai hari ini, kata Ustadz Yusuf Mansur, ia masih terus berjuang belajar pribadi Rasulullah saw.''Lha, gimana kalo yang sudah berhenti belajar tentang Rasulullah saw? Makin parah lagi bisa-bisa.''

Karena itu, Ustadz Yusuf Mansur mengajak umat Islam Indonesia untuk terus berjuang mempelajari pribadi Rasulullah saw. ''Tapi saya percaya, tidak sedikit pula dari umat Islam yang sudah mendekati dan mengikuti Rasul: kejujuran, kesederhanaan, ibadah dan yang lainnya,'' ujarnya penuh syukur.

Redaktur: Damanhuri Zuhri

 

 

FW: Taklim Bulanan - Mengenalkan Nabi Muhammad SAW kepada Anak

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Pengurus BDI Jakarta
Sent: Friday, January 25, 2013 6:02 PM
To: BDI
Subject: Taklim Bulanan - Mengenalkan Nabi Muhammad SAW kepada Anak

 

 

Rabu, 23 Januari 2013

FW: Tadrusu Lughatul Al-Arabiyyah - Online

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Rahmat, Edi Asmal [mailto:ERahmat@kockw.com]
Sent: Wednesday, January 23, 2013 11:59 AM
To: BDI
Subject: Tadrusu Lughatul Al-Arabiyyah - Online

 

 

Assalamu'alaikum,

 

Ikhwati fillah,

 

Berikut adalah link belajar bhs. Arab bagi pemula seperti saya :). Silakan klik di atas subyek yg ada. Bagi yg punya referensi / link yg lain, silakan di share ya.

Smoga bermanfaat.

 

 http://www.freewebs.com/arabindo/isi.htm

Wassalam, Edi   ex-Vico (2002-2006)

Daftar Isi Arabindo

QAWAID (TATA BAHASA)

  1. Aqsam al-Kalimah (Pembagian Kata)
  2. Isim Alam (Kata Benda Nama)
  3. Mudzakkar (Laki-laki) - Muannats (Perempuan)
  4. Mufrad (Tunggal) - Mutsanna (Dual) - Jamak (Plural)
  5. Isim Isyarah (Kata Tunjuk)
  6. Isim Maushul (Kata Sambung)
  7. Isim Nakirah (Kata Benda Umum) - Isim Ma'rifah (Kata Benda Khusus)
  8. Shifat-Maushuf, Mudhaf-Mudhaf Ilaih, Mubtada'-Khabar
  9. Dhamir (Kata Ganti)
  10. Dhamir Rafa' (Kata Ganti Subjek)
  11. Dhamir Nashab (Kata Ganti Objek)
  12. Fi'il Madhy (Kata Kerja Lampau) - Fi'il Mudhari' (Kata Kerja Kini/Nanti)
  13. Fi'il Amar (Kata Kerja Perintah)
  14. Fi'il Nahy (Kata Kerja Larangan)
  15. Fi'il Ma'lum (Kata Kerja Aktif) - Fi'il Majhul (Kata Kerja Pasif)
  16. Harf (Kata Tugas)
  17. Adawat al-Istifham (Kata Tanya)
  18. Isim Jamid (Kata Benda Solid)
  19. Isim Musytaq (Kata Benda Pecahan)
  20. Fi'il Mujarrad (Fi'il dengan Huruf Asli)
  21. Fi'il Mazid (Fi'il dengan Huruf Tambahan)
  22. I'rab Isim (Perubahan Baris/Bentuk di Akhir Kata Benda)
  23. Isim Marfu' (Kata Benda yang Mengalami I'rab Rafa')
  24. Isim Manshub (Kata Benda yang Mengalami I'rab Nashab)
  25. Isim Majrur (Kata Benda yang Mengalami I'rab Jarr)
  26. Inna dan Kana serta "Kawan-kawannya"
  27. Alamat Far'iyyah (Tanda-tanda Cabang dari I'rab)
  28. Isim Ghairu Munawwan (Isim yang Tidak Menerima Tanwin)
  29. I'rab Fi'il Mudhari' (Perubahan Baris/Bentuk di Akhir Fi'il Mudhari')
  30. 'Adad (Bilangan)

HIWAR (PERCAKAPAN)

  1. Perkenalan (1)
  2. Perkenalan (2)
  3. Kebangsaan (1)
  4. Kebangsaan (2)
  5. Profesi (1)
  6. Profesi (2)
  7. Keluarga
  8. Silsilah Keturunan
  9. Azan Subuh
  10. Tempat Tinggal
  11. Apartemen
  12. Perabot Rumah
  13. Pagi Hari
  14. Libur
  15. Pagi Hari Libur
  16. Makan Pokok
  17. Makanan
  18. Makan Siang
  19. Shalat Lima Waktu
  20. Safar (Perjalanan Jauh)
  21. Azan Ashar
  22. Jadwal Pelajaran
  23. Mahasiswi
  24. Sekolah
  25. Profesi
  26. Studi dan Profesi
  27. Guru Perempuan
  28. Kamus
  29. Di Pasar
  30. Pakaian
  31. Cuaca
  32. Ke Luar Negeri
  33. Dari Luar Negeri
  34. Antara Desa dan Kota
  35. Hobi
  36. Pameran Hobi
  37. Perguruan Tinggi
  38. Biro Perjalanan
  39. Di Bandara
  40. Tas Jinjing
  41. Libur Ramadhan
  42. Umrah
  43. Haji
  44. Di Rumah Sakit
  45. Demam
  46. Dari Dokter
  47. Hari Raya
  48. Bepergian di Waktu Libur
  49. Mengisi Liburan
  50. Madu Mengandung Obat
  51. Ke Dokter
  52. Manusia Butuh Istirahat
  53. Bagaimana Kita Berlibur?
  54. Pilihlah Perempuan yang Baik Agamanya
  55. Begadang di Luar Rumah
  56. Antara Desa dan Kota
  57. Jalan Menuju Universitas
  58. Bergabung di Universitas
  59. Peradaban Muslimin
  60. Mencari Pekerjaan

QIRAAH (BACAAN)

  1. Bahasa Arab Fasih dan Jejak-jejaknya
  2. Zainab dan Maryam, Dua Sahabat
  3. Masa Muda
  4. Kebersihan Lingkungan
  5. Pengajaran - Dahulu dan Sekarang
  6. Bentuk-bentuk Rekreasi
  7. Berkemah
  8. Keluarga - Dahulu dan Sekarang
  9. Pekerjaan Wanita
  10. Problema Suami-Isteri
  11. Problematika Pemuda
  12. Hakikat Islam
  13. Islam dan Kebersihan
  14. Jenjang Pendidikan
  15. Kota-kota Besar
  16. Mengapa Sebagian Orang Suka Tinggal di Kota Besar?
  17. Negara-negara Timur dan Negara-negara Barat
  18. Bahasa Arab Bahasa Internasional
  19. Bekerja Lebih Baik daripada Meminta
  20. Macam-macam Penghargaan
  21. Penghargaan Internasional Raja Faisal
  22. Kesehatan - Dahulu dan Sekarang
  23. Rukun Islam yang Lima
  24. Alat Transportasi dan Komunikasi Dahulu dan Modern
  25. Bahaya-bahaya Rokok
  26. Memilih Pasangan
  27. Bahasa Arab dan Al-Quran
  28. Agama Menyuruh Hidup Bersih
  29. Rekreasi dalam Islam
  30. Kota-kota Islam
  31. Sang Pencari Kebenaran
  32. Sekolah dan Lembaga Pendidikan
  33. Tingakatan-tingkatan Persahabatan
  34. Globalisasi
  35. Bagaimana Memilih Profesi?
  36. Ulama yang Memperoleh Penghargaan Raja Faisal

http://www.freewebs.com/arabindo/isi.htm

__._,_.___