Kamis, 27 Juni 2013

FW: Hukum Shalat Gaib

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, June 28, 2013 7:04 AM
To: BDI
Subject: Hukum Shalat Gaib

 

Hukum Shalat Gaib

Thursday, 27 June 2013, 10:54 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb.

Ustaz, bagaimanakah hukumnya melakukan shalat jenazah gaib? Soalnya saya diberitahu bahwa shalat gaib itu tidak disyariatkan dan ia hanya khusus untuk Raja Najasyi saja sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Nabi SAW. Mohon penjelasannya.

Hamba Allah

Waalaikumussalam wr wb.

Shalat gaib adalah shalat jenazah yang dilakukan umat Islam terhadap saudaranya sesama Muslim yang wafat, tetapi jenazahnya tidak berada di depan orang yang melakukan shalat jenazah itu, melainkan di tempat lain.

Dan, memang asal pensyariatan shalat gaib ini adalah shalat jenazah yang dilakukan Nabi SAW dan para sahabatnya atas Raja Najasyi yang wafat jauh di negerinya Habasyah.

Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengumumkan kematian Al-Najasyi pada hari kematiannya. Kemudian, beliau keluar menuju tempat shalat. Lalu, beliau membariskan shaf, kemudian bertakbir empat kali. (HR Bukhari dan Muslim).

Namun, kemudian para ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat gaib ini. Para ulama Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat shalat gaib itu tidak disyariatkan dan seseorang tidak dishalatkan shalat jenazah, kecuali mayitnya ada di depan orang yang menshalatinya.

Mereka mengatakan, shalat gaib yang dilakukan Nabi SAW terhadap Raja Najasyi merupakan kekhususan Nabi SAW. Dan, karena kemudian tidak ada lagi riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi SAW melakukan shalat gaib terhadap Muslim lain selain Najasyi.

Ulama Mazhab Syafi’i dan yang masyhur dalam Mazhab Hanbali berpendapat, shalat gaib itu disyariatkan secara mutlak, baik terhadap mayit yang belum dishalatkan ataupun sudah dishalatkan di tempat ia wafat.

Dalil mereka adalah shalat jenazah gaib yang dilakukan Nabi SAW dan para sahabatnya terhadap Raja Najasyi. Dan, tidak ada dalil sahih yang menunjukkan bahwa itu khusus untuk Nabi SAW, sedangkan umat Islam diperintahkan untuk mengikuti dan mencontoh Rasulullah SAW.

Dalam kitab Zad al-Ma’ad karangan Ibnu al- Qayyim disebutkan, Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa yang benar adalah seorang Muslim yang wafat di daerah lain dan ia belum dishalatkan, harus dishalatkan secara gaib sebagaimana Nabi SAW shalat gaib terhadap Najasyi.

Sedangkan, jika jenazah Muslim itu sudah dishalatkan, tidak perlu lagi dishalatkan secara gaib karena kewajiban umat Islam telah jatuh karena ia sudah dishalatkan.

Dan, pendapat yang terakhir, yaitu shalat gaib itu tidak disyariatkan untuk setiap orang, tapi hanya untuk orang yang saleh yang mempunyai banyak jasa dan keutamaan kepada umat Islam, seperti seorang ulama yang memberi banyak manfaat kepada umat dengan ilmunya, sebagaimana seorang Raja Najasyi yang telah memberikan tempat dan keamanan kepada umat Islam.

Jadi, masalah shalat gaib ini termasuk masalah khilafiyah yang menjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama.

Dan, semua pendapat ada dasarnya berdasarkan pemahaman terhadap riwayat shalat gaib yang dilakukan Nabi SAW terhadap Raja Najasyi. Sehingga, seharusnya tidak menjadi sebab perselisihan dan saling membid’ahkan.

Tetapi, pendapat yang kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa shalat gaib itu disyariatkan bagi seorang Muslim yang wafat di daerah yang tidak ada yang menshalatinya, sebagaimana yang dilakukan Nabi SAW terhadap Raja Najasyi.

Selanjutnya, tidak ada lagi riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi SAW shalat terhadap mayit lain selain Najasyi, padahal banyak sekali sahabat beliau yang wafat di tempat yang jauh dari Nabi SAW. Wallahu a’lam bish shawwab.

Oleh Ustaz Bachtiar Nasir

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar