Selasa, 27 November 2012

Kurban Membentuk Solidaritas Sosial

http://waysofmoeslim.blogspot.com/

 

 

Kurban Membentuk Solidaritas Sosial

Selasa, 04 September 2012, 19:03 WIB

 

Penyembelihan hewan kurban (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Ia membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi.

Bahkan, manusia juga membutuhkan hewan sebagai kendaraan dan lainnya, tumbuh-tumbuhan sebagai makanan, serta ilmu pengetahuan untuk memahami seluruh ciptaan Allah.

Dari sekian banyak syariat Islam yang diperintahkan kepada kaum Muslim, yang mengandung hubungan horizontal bagi sesama manusia, misalnya zakat, haji, shalat, dan kurban.

Sedangkan puasa, sebagaimana diterangkan dalam Hadis Qudsi adalah untuk Allah, karena hanya Allah yang mengetahuinya.

Namun, puasa sesungguhnya juga mengandung unsur sosial, karena orang yang berpuasa bisa merasakan rasa lapar yang biasa dirasakan kaum dhuafa. Karenanya, seluruh praktik dan ritual ibadah yang diajarkan dalam Islam memiliki nilai-nilai sosial.

Seperti halnya shalat, puasa, zakat, dan haji, dalam ibadah kurban juga terdapat nilai-nilai sosial. Terlebih lagi dalam Kitab Suci Alquran maupun hadis banyak terkandung ajaran-ajaran sosial kemanusiaan, seperti berbuat baik kepada tetangga, menolong orang lain, berbakti kepada kedua orang tua, menyantuni anak yatim, menjenguk orang sakit, memberi makan fakir miskin, dan lain sebagainya.

Melalui ibadah kurban, seorang hamba ditempa untuk memiliki jiwa kepedulian terhadap orang lain. Salah satu hikmah berkurban adalah menggembirakan golongan fakir miskin.

Sebab, tidak semua orang mampu makan dengan daging walaupun dia tinggal di kota besar. Maka dianjurkan sekali bagi orang yang mampu untuk berkurban dan membagi-bagikan daging dari hewan kurban tersebut kepada fakir miskin.

Dalam ajaran Islam, disyariatkan daging kurban untuk disedekahkan kepada yang berhak, yaitu orang yang layak untuk menerimanya, yang tentunya bukanlah orang kaya.

“Beliau (Rasulullah) memberi makan dari dua kurbannya itu untuk orang miskin, dan beliau beserta ahlinya ikut memakannya.” (HR Ahmad).

“Makanlah (dari kurbanmu, berilah orang-orang, dan simpanlah. Sesungguhnya pada tahun yang lalu itu orang-orang mendapat kesusahan, aku ingin agar kamu menolong mereka.” (Muttafaq Alaih).

Keutamaan kurban
Allah SWT telah menjanjikan surga bagi mereka yang telah menyisihkan sebagian dari harta mereka untuk berkurban dengan niat yang ikhlas. Hewan yang telah kita kurbankan diyakini di kemudian hari akan mengantarkan kita menuju surga.

Rasul SAW bersabda, “Tiap-tiap rambut yang dikurbankan merupakan khair. Ungkapan ‘khair’ ini mengandung arti keselamatan, kebaikan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kemurahan Allah SWT.”

Ibadah kurban juga mengandung pesan-pesan moral yang ditunjukkan dengan simbol-simbol yang ada dalam ritual ibadah kurban. Sejarah kurban Nabi Ibrahim merupakan sejarah yang penuh dengan nilai pengorbanan.

Dalam hal ini kita meneladani bahwa sikap Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan anak yang dicintainya, menandakan kerelaannya pula dalam mengorbankan segala hal yang dimilikinya.

Kata ‘pengorbanan’ yang dimunculkan dalam ritual ibadah kurban ini merupakan salah satu bentuk sikap moral yang apabila diaplikasikan oleh berbagai lapisan masyarakat dapat menjadi solusi berbagai permasalahan.

Contohnya adalah orang kaya yang mau berkorban dengan hartanya untuk orang-orang miskin sehingga memberikan solusi bagi permasalahan orang-orang miskin di sekitarnya. Begitu juga seorang pemimpin yang rela berkorban dengan meninggalkan hawa nafsu dan egonya demi kemaslahatan masyarakat, bukan untuk kemaslahatan pribadi dan golongan.

Lebih jauh lagi, kaum Muslim harus rela berkorban baik harta dan jiwa, maupun tenaga dan fikirannya untuk menjalankan apa yang Allah perintahkan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim.

Kepasrahan Totalitas
Ibadah kurban merupakan salah satu bentuk kemuliaan seorang hamba. Sebab, dengan berkurban berarti dirinya telah mengalahkan kepentingan pribadinya demi pengabdiannya kepada Allah. Dan hanya orang-orang yang penuh kecintaan dan kepasrahan untuk berkurban.

Sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah hadis Nabi Muhammad SAW, kurban merupakan ibadah yang sangat mulia dan agung. Tidak ada satu pun perbuatan manusia yang paling disukai Allah pada hari raya haji (selain) dari mengalirkan darah (berkurban).

“Sesungguhnya, orang yang berkurban itu datang pada hari kiamat membawa tanduk, bulu, dan kuku binatang kurban itu. Dan sesungguhnya darah (kurban) yang mengalir itu akan lebih cepat sampai kepada Allah dari (darah itu) jatuh di permukaan bumi. Sucikanlah dirimu dengan berkurban itu.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Aisyah).

Perihal keutamaan ibadah kurban ini juga diterangkan dalam sebuah hadis dari Ibnu Abbas bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada sedekah uang yang lebih mulia dari yang dibelanjakan untuk kurban di Hari Raya Idul Adha.” (HR Daruquthni).

Sebagai salah satu ibadah yang hukumnya sunah, setidaknya ibadah kurban mengandung nilai-nilai dimensi tauhid dan dimensi spiritual. Dalam sejumlah riwayat disebutkan, kurban di zaman para nabi dan rasul terdahulu terlukis dengan jelas bahwa harga dan nilai kurban itu adalah ketakwaan dan kesabaran dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT.

KHE Abdurrahman dalam bukunya “Hukum Kurban, Akikah dan Sembelihan” memaparkan, harga dan nilai kurban dalam pandangan Allah SWT ialah pembangkit utama yang menggugah niat yang ikhlas dan mencerminkan keteguhan iman serta ketakwaan yang murni. Karenanya, ibadah kurban dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dimensi tauhid
Ibadah kurban mempunyai nilai ketauhidan yang sangat kental. Ibadah kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dengan mengorbankan anak yang dicintainya mengajarkan kepada manusia sikap bertauhid yang sesungguhnya.

Nabi Ibrahim mampu membebaskan dirinya dari penghambaan kepada materi (dalam hal ini anak yang dicintainya) menuju penghambaan kepada Allah semata.

Melalui ibadah kurban ini, Nabi Ibrahim memperlihatkan keimanan, ketundukan, dan ketaatannya hanya kepada Allah. Beliau juga telah berhasil melepaskan diri dari kecintaannya terhadap dunia, baik jasad, jiwa, hati, maupun ruhnya, karena hal tersebut akan menjadi penghalang seseorang untuk melakukan pengorbanan, ketaatan, atau kepatuhan dalam menjalankan perintah Allah.

Di sisi lain, nilai tauhid yang ada dalam kisah kurban Nabi Ibrahim adalah pengorbanan dilakukan demi pengabdian kepada Allah semata.

Ibadah kurban juga menegaskan larangan melaksanakan ibadah untuk selain Allah. Seperti, melakukan kurban yang diperuntukkan bagi penjaga Pantai Selatan agar tidak menimpakan bencana atau melakukan kurban yang diperuntukkan bagi sesuatu yang akan mendatangkan manfaat.

Dimensi spiritual
Ibadah kurban merupakan sarana pembuktian keimanan seorang hamba kepada Allah. Keimanan meliputi keikhlasan, yang berarti ibadah kurban yang dilakukan harus murni dilakukan semata-mata karena Allah dan dalam rangka menjalankan perintah-Nya.

Dengan berkurban, diharapkan dapat menumbuhkan dan mengasah keikhlasan seorang hamba. Karena keikhlasan, sebagaimana halnya keimanan, akan selalu naik dan turun dan akan selalu menguat dan melemah.

Kurban yang dilaksanakan bukan karena Allah, seperti malu bila tidak berkurban atau ingin pamer sebagai orang yang rajin ibadah, ibadah kurban yang dilakukannya itu tak akan pernah diterima.

Keimanan juga meliputi ketaatan, yang berarti ibadah kurban yang dilaksanakan harus didasari atas ketaatan seorang hamba kepada perintah Allah dan bukan didasari atas ketaatan kepada selain-Nya.

Diharapkan dengan adanya ritual ibadah kurban dapat meningkatkan ketaatan kepada Allah dalam segala bentuk ketaatan, baik ketaatan dalam menjalankan perintah Allah maupun ketaatan dalam menjauhi segala larangan-Nya.

Keimanan juga meliputi pengorbanan. Pengorbanan ini direfleksikan dalam bentuk materi yang dipersembahkan, yaitu hewan sembelihan. Ritual ibadah kurban juga melatih seorang hamba untuk selalu siap berkorban, sebagaimana halnya Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan anak yang dicintainya demi menjalankan perintah Allah.

Redaktur: Chairul Akhmad

Reporter: Nidia Zuraya



 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar