Kamis, 07 Februari 2013

FW: Laki-laki yang Dicerai Isteri Wajibkah Menafkahi Anak Kandungnya?

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Najamuddin
Sent: Thursday, February 07, 2013 2:17 PM
To: BDI
Subject: Laki-laki yang Dicerai Isteri Wajibkah Menafkahi Anak Kandungnya?

 

Laki-laki yang Dicerai Isteri Wajibkah Menafkahi Anak Kandungnya?

Assalamu 'alaikum Wr. Wb.

Saya mempunyai kakak sepupu perempuan yang dua tahun lalu menggugat cerai suaminya. Yang ingin saya tanyakan adalah benarkah laki-laki yang dicerai istri tidak wajib menafkahi anak kandungnya sendiri? Karena mantan suami kakak sepupu saya tersebut mengatakan kalau dia tidak wajib menafkahi anak karena yang meminta cerai adalah kakak sepupu saya.

Mohon jawaban ustadz. Jazaakumullah khairan.

Wassalaamu 'alaikum Wr. Wb.

Jawaban:

 

Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulilahi Rabbil 'alamin, wash-shalatu was-salamu 'alaa Sayyidina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa shahbihihi ajma'in, wa ba'du.

Pendapat itu kurang tepat, sebab menafkahi anak itu hukumnya wajib dilakukan oleh seorang ayah. Sebab hubungan anak itu dengan ayahnya adalah hubungan abadi. Sampai kapan pun anak itu akan tetap menjadi anaknya. Tidak pernah ada seorang anak kemudian menjadi 'mantan anak', juga tidak ada seorang ayah menjadi 'mantan ayah' untuk anaknya.

Ini berbeda dengan hubungan suami istri yang bisa kapan saja bubar alias cerai. Seorang laki-laki sudah tidak wajib lagi memberi nafkah kepada 'mantan istri' bila sudah tidak ada lagi hubungan pernikahan. Dan seorang wanita sudah tidak punya kewajiban apapun kepada laki-laki yang pernah menjadi suaminya, bila hubungan pernikahan mereka sudah diputuskan.

Tetapi hal itu tidak pernah terjadi kepada anak. Pendeknya, selama anak itu masih membutuhkan nafkah, maka ayahnya wajib memberinya nafkah, meski ayahnya itu sudah bercerai dengan ibu anak itu. Bahkan walaupun anak itu tinggal bersama ibunya yang terpisah jauh dari ayahnya. Si ayah tetap masih berkewajiban untuk memberinya nafkah.

Dalam masalah perceraian memang kita mengenal istilah khulu', yaitu gugatan cerai yang diajukan oleh pihak istri kepada pengadilan untuk memisahkan hubungan suami istri. Dalam masalah khulu' memang bukan suami yang menceraikan istrinya, namun pihak pengadilan atas nama pemerintah yang mengambil kebijakan untuk membubarkan sebuah rumah tangga. Tentu saja pihak pengadilan tidak mungkin memutuskan begitu saja untuk membubarkan sebuah rumah tangga kecuali ada alasan yang sangat masuk akal dan bisa diterima oleh semua pihak.

Di masa Rasulullah masih hidup, kasus pisah dengan khulu' ini memang pernah terjadi sebagaimana yang kita dapati dalam hadits berikut ini :

Dari Ibnu 'Abbas r.a : "Sesungguhnya istri Tsabit bin Qais datang kepada Rasulullah SAW, ia berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak mencela suamiku (Tsabit) dalam hal akhlaknya maupun agamanya, akan tetapi aku benci kekufuran (karena tidak mampu menunaikan kewajibanku sebagai istri) dalam Islam" Maka Rasulullah SAW berkata padanya: "Apakah kamu mengembalikan kebun (mahar) suamimu ? Wanita itu menjawab: "Ya". Maka Rasulullah SAW berkata kepada Tsabit: "Terimalah kebun tersebut dan ceraikanlah ia 1 kali talak" (HR Bukhari, Nasa'i dan Ibnu Majah. Nailul Authar 6/246)

Konsekuensi khulu' sebenarnya sangat berat. Pertama, pihak istri wajib mengembalikan semua mahar/maskawin yang pernah diberikan oleh pihak suami, sebagaimana disebutkan di dalam hadits di atas.

Kedua, pasangan itu sudah dipastikan tidak bisa kembali lagi selama-lamanya, bahkan meski pun pihak istri sempat menikah dulu dengan laki-laki lain. Sebab yang terjadi bukan perceraian dengan talak 1, talak 2 atau talak 3, tetapi yang terjadi adalah pelepasan, atau dengan bahasa agak lebih kasar adalah 'pemuntahan'. Maksudnya, pihak istri seperti memuntahkan makanan yang ada di dalam perutnya, sehingga tidak mungkin muntahan itu dimakan kembali selamanya.

Kita kembali ke masalah yang Anda tanyakan, bila yang terjadi adalah khulu' dan pasangan itu berpisah untuk selama-lamanya, tetap saja seorang ayah tetap wajib memberi nafkah kepada anaknya. Sebab anak itu tidak dikhulu' bukan? Anak itu adalah anaknya untuk selamanya dan tidak pernah ada 'perceraian' antara orang tua dan anak. Maka sebagai ayah, dia wajib memberikan nafkah kepada anaknya.

Wallahu A'lam Bish-shawab
Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc.
www.eramuslim.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar