Ari Wicaksono
VICO Indonesia-Finance JKT dept. ext 6750 (081932416750 & 021-5236750)
Start an eco-friendly life: REDUCE, REUSE, RECYCLE. Don't print this email unless you REALLY need to!
From: BDI
Sent: Wednesday, October 03, 2012 8:08 AM
Subject: FW: Mengasuh Anak, Hak atau Kewajiban?
Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/
Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI
From: Suparman
Sent: Monday, October 01, 2012 6:50 AM
To: BDI
Subject: Mengasuh Anak, Hak atau Kewajiban?
Mengasuh Anak, Hak atau Kewajiban?
Minggu, 30 September 2012, 19:15 WIB
Ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, Mengasuh dan membesarkan anak merupakan rutinitas tak terlepaskan dari biduk rumah tangga. Anak menjadi tanggung jawab kedua orang tua.
Inilah karenanya para ulama sepakat, pada dasarnya yang paling pantas dan berhak untuk mengasuh anak ialah ibu.
Kecuali dalam kondisi tertentu, maka ayah atau pihak lelaki dari keluarga yang bersangkutan memperoleh hak asuh tersebut.
Menurut Imam Al-Kasani, perempuan dinilai paling laik mendidik anak karena ia dikenal dengan kelembutan dan kesabarannya. Syekh Muhammad Khatib As-Syarbini dalam “Mughni Al- Muhtaj” mengatakan, ibu dinilai paling pantas mendidik anak karena pada umumnya ia lebih lembut dan sabar menghadapi anak.
Dalam kajian fikih klasik, isu terkait pengasuhan anak menjadi perbincangan yang menarik. Salah satu topik yang menjadi pusaran diskusi ialah soal status dari pengasuhan anak.
Apakah hadhanah, sebutan untuk pengasuhan di kitab-kitab fikih lama, adalah hak bagi laki-laki atau perempuan? Apakah pengasuhan itu bentuk dari kewajiban atas keduanya? Atau malah sebenarnya pengasuhan dan didikan itu ialah hak anak yang wajib dipenuhi oleh orang tua mereka?
Prof Abd Al-Karim Zaidan menjelaskan kedua persoalan itu di dalam bukunya berjudul “Al-Mufashal fi Ahkam Al-Mar’ati”. Permasalahan pertama yang ia bahas ialah soal status pengasuhan itu. Ia mengutip pendapat para ulama mazhab.
Menurut Mazhab Hanafi, pengasuhan anak itu adalah hak bagi ibu dan dianggap hak pula untuk si anak.
Pendapat ini disampaikan oleh Al-Jashash. Ia mengatakan, seorang ibu itu berhak membesarkan anak selama ia masih kecil, sekalipun tak perlu lagi asupan ASI.
Mazhab Syafi’i menyatakan pengasuhan anak adalah hak bagi ibu. Syekh As-Syarbini mengatakan hal itu dalam “Mughni Al-Muhtaj”.
Menurutnya, hak itu akan tetap berada di tangan ibu. Bila ia menghilang atau berhalangan, seperti sakit berkepanjangan, maka hak itu berada di pihak nenek.
Dalam kondisi berhalangan seperti ini maka ibu si anak tidak boleh dipaksa mengasuh selama yang bersangkutan tidak menanggung beban nafkah. Kecuali, jika tidak terdapat sosok ayah dan ialah pencari nafkah maka ia wajib dipaksa mengasuh.
Pandangan ulama Mazhab Maliki terpecah. Ada yang berpendapat pengasuhan itu adalah hak bagi ibu. Sebagian lain berpandangan pengasuhan tersebut adalah hak bagi anak.
Seandainya sang ibu membatalkan haknya tersebut tanpa sebab, kemudian ia ingin mengambilnya kembali, maka ia tidak berhak. Ini karena hak asuh tersebut adalah milik ayah, menurut pendapat yang populer. Merujuk opsi yang lain, ia bisa mengambilnya kembali.
Menurut Mazhab Hambali, jika seorang ibu menolak mengasuh maka ia tidak dipaksa. Karena, mengasuh anak bukanlah kewajiban atasnya. Ini berarti bahwa pengasuhan anak bukan kewajiban bagi ibu, melainkan adalah hak. Hak tidak boleh ada pemaksaan.
Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Nashih Nashrullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar