-------------------------------------------
From: BDI
Sent: Thursday, December 27, 2012 6:40:17 AM
Subject: FW: Khalifah umar dan sang istri
Auto forwarded by a Rule
Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/
Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI
From: Taufik Rahim
Sent: Wednesday, December 26, 2012 7:22 PM
To: BDI
Subject: Khalifah umar dan sang istri
Khalifah umar dan sang istri.
Dikisahkan bahwa seorang laki - laki dari pedalaman Arab datang ingin menghadap Khalifah Umar bin Khattab. Orang itu berharap khalifah Umar akan memberikan nasehat dan jalan keluar atas persoalan rumah tangga yang tengah dihadapinya. Sebagai suami ia merasa sudah tidak punya harga diri lagi, selalu saja menjadi objek omelan dan tajamnya lidah sang Istri. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu terteguh. Dari dalam rumah terdengar istri Khalifah Umar bin Khatab r.a sedang ngomel, marah-marah. jika dibandingkan dengan ocehan, omelan istri pria tersebut, jelas omelan istri pria tersebut tidak ada apa - apanya dibanding omelan dan ocehan istri sang khalifah, Tapi tak sepatah katapun terdengar kata – kata balasan yang keluar dari mulut sang khalifah, apalagi amarah. Khalifah Umar hanya diam mendengarkan istrinya yang sedang gundah gulana. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya kepada Khalifah Umar.
Apa yang membuat seorang Khalifah Umar bin Khatab r.a yang disegani kawan maupun lawan , berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas dan berani kepada siapapun?
Umar berdiam diri karena ingat 5 hal :
1. Istri sebagai benteng penjaga dari api neraka
Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya.
Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal yakni syahwat. Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari. Adalah istri tempat suami mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat. Maka, ketika Khalifah Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar bahkan bisa membinasakan. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liukan yang sama, lebih indah malah. Membawan sang suami ke langit biru. Melambungkan raga hingga kelangit ketujuh. Lebih dari itu istri yang sholeha selalu menjadi penyemangat dan juga tambahan motivasi bagi suami dalam mencari nafkah. Bukankah, suksesnya seorang suami tidak lepas dari do’a, dukungan dan motivasi dari istri tercinta?
2. Istri sebagai seorang "manager" dan sebagai seorang pemelihara rumah
Pagi hingga sore suami bekerja dan berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam, bahkan tidak jarang baru pulang hingga pagi menjelang. Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia mengumpulkan dan terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli ini beli itu. Untunglah ada seorang manager handal yang bisa menjaga dan mengatur keuangan para suami sehingga uang yang telah di dapat tidak habis sia - sia, siapa lagi manager tersebut kalau bukan seorang istri. Begitu juga dalam memelihara dan mengurus rumah, tidak ada yang lebih rapi, lebih bersih dan lebih telaten dalam mengurus dan memelihara rumah dari pada seorang istri. Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istri. Khalifah Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin menumpuk dan membebani.
3. istri adalah "penata busana" dan Penjaga Penampilan suami
Umumnya laki-laki yang telah menikah tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna gelap. Tubuh tambun, perut buncit malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilih busana apa yang pantas untuknya, menyediakan baju dan celana yang sesuai dan enak di lihat, sehingga para suami pun tetap terlihat gagah dan berwibawa. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu
4.istri sebagai Pengasuh Anak-anak
Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku dan “akulah yang membuatnya begitu.” Baik buruknya sang “tunas” beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangan seorang istri. Khalifah Umar bin Khatab r.a paham benar akan hal itu.
5. istri sebagai "chef" dan Penyedia Hidangan untuk suami
Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, tenaga pun berkurang karena aktivitas dan bekerja seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi dan tenaganya. Di meja makan yang suami cuma tahu ada hidangan: entah itu ayam panggang, ayam goreng, sayur asam, sambal terasi, lalapan dan sebagainya. Tak terpikir oleh suami harga - harga santapan tersebut; bahkan tak jarang istri berdebat hebat dengan pedagang dipasar agar mendapatkan harga yang murah dan tidak melebihi anggaran yang telah diberikan oleh suami. Dan tak perlu suami repot – repot untuk ikut memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Juga suami tak perlu pusing memikirkan berapa takaran bumbu agar rasanya terasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci oleh suami.
Dengan mengingat lima peran tersebut, Khalifah Umar bin Khatab r.a kerap berdiam diri tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya setiap istrinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga yang ada di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa khalifah Umar mendengarkan keluh kesah sang istri yang setiap hari menjalankan segala aktivitas yang melelahkan.
Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak perlu terjadi jual beli caci maki yang tak terpuji dan perang kata – kata yang tak enak didengar. Akankah calon suami-suami atau yang telah sah menjadi suami masa kini dapat mencontoh perilaku terpuji Khalifah Umar bin Khatab r.a dalam bersikap menghadapi seorang istri? Bukankah ada pepatah yang mengatakan, dibalik laki – laki yang hebat, terdapat perempuan yang hebat juga dibelakangnya. Khalifah Umar tidak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam dan suri tolaudan terbaik bagi keluarganya sehinggah masalah dalam rumah tangga mampu diselesaikan dengan tenang tanpa harus ada keributan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar