Rabu, 02 Oktober 2013

Kakek Penanda Waktu

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Kakek Penanda Waktu

Selasa, 01 Oktober 2013, 23:00 WIB

Shalat berjamaah (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prof Yunahar Ilyas
Walaupun umurnya sudah mendekati tujuh puluh tahun, tetapi badannya masih tegap.  Kalau berjalan masih cepat seperti kebiasaannya sejak muda.

Setiap pagi setelah shalat Subuh sang kakek rutin jalan pagi menempuh jarak 6-8 km pulang pergi. Menurut pengakuannya, waktu muda sang kakek suka main sepak bola. Bergabung dengan klub sepak bola di kampungnya.
   
Setelah menamatkan pendidikan setingkat sekolah lanjutan pertama, dia mulai  berdagang, walaupun bapaknya sebenarnya menginginkan dia meneruskan sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi, minimal setingkat sekolah lanjutan atas.

Sebagai seorang pedagang yang sukses, bapaknya sanggup membiayai pendidikannnya sampai ke perguruan tinggi. Tetapi rupanya darah dagang bapaknya lebih menonjol mempengaruhi dirinya.

Mula-mula dia berdagang di kota tempat kelahirannya, lalu kemudian merantau. Berpindah dari satu kota ke kota lainnya di pulau Sumatera, kemudian ke Singapura dan Malaysia. Pada akhir masa-masanya berdagang,  sempat juga dia merasakan bagaimana kerasnya kehidupan di kota Jakarta.

Sudah lebih sepuluh tahun sang kakek pensiun dari berdagang dan menetap di kampung halamannya. Hari-hari tuanya benar-benar dia nikmati untuk beribadah.

Hidupnya hanya bergerak dari rumah ke masjid. Setelah selesai shalat malam, dia bersiap pergi ke masjid untuk shalat Subuh. Selesai shalat Subuh, kalau tidak ada pengajian, dia bergegas pulang berganti pakaian olah raga, terus jalan pagi.

Sebelum waktu Zhuhur dia sudah berjalan menuju masjid. Begitu juga sebelum Ashar dan Maghrib. Setelah Maghrib dia tidak pulang, membaca Al-Qur'an dan berzikir di masjid menunggu Isya'.

Kadang-kala antara Maghrib dan 'Isya ada pengajian, maka sang kakek akan mengikutinya dengan tekun. Para muballigh yang rutin mengisi pengajian di masjid itu sudah hafal dengan wajah sang kakek.

Kalau shalat dia selalu di shaf pertama, mengambil posisi tidak tepat di belakang imam, tetapi agak kekiri sedikit. Jamaah lain pun sudah hafal posisi sang kakek, sehingga tidak ada yang mengambil posisi itu.

Kalau pun ada yang akan mengambil posisi itu, biasanya kalah cepat dari sang kakek, karena dia sudah berada di sana sebelum waktu shalat masuk.

Seisi rumah, apalagi cucu-cucunya sudah hafal. Jika sang kakek sudah sibuk ke kamar mandi pertanda tidak lama lagi waktu shalat akan masuk.

Sebelum meninggalkan rumah, tidak lupa sang kakek mengingatkan seisi rumah untuk segera bersiap-siap melaksanakan shalat.

Terutama sebelum Ashar dan Maghrib, tatkala cucu-cucunya masih asyik menonton televisi, akan terdengar suara kakek: "Ayoo semua, shalat…shalat…matikan tivi…"

Tidak jarang cucunya menjawab: "belum azan kakek…waktunya masih lama..." Jika cucu-cucunya masih membandel, tidak  jarang kakek bertindak mematikan televisi. Baginya shalat di awal waktu lebih penting dari semua acara televisi itu.

Jarak dari rumah sang kakek ke masjid sekitar setengah kilometer. Melewati jalan yang kiri kanannya penuh warung dan toko. Penjaga warung dan toko sudah sangat hafal, jika sang kakek lewat di depan warung dan toko mereka menuju arah masjid, berarti waktu shalat sudah hampir masuk.

Sang kakek dijadikan sebagai penanda waktu-waktu shalat akan masuk. Setelah sang kakek meninggal dunia, tidak ada lagi orang lewat di depan warung dan toko yang bisa dijadikan penanda waktu.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Awalnya Mengajak Muslim untuk Murtad, Misionaris Ini Justru Terpikat Islam

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Awalnya Mengajak Muslim untuk Murtad, Misionaris Ini Justru Terpikat Islam

Senin, 23 September 2013, 07:57 WIB

Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa 
"Selama bertahun-tahun, saya berusaha membujuk muslimin di negara saya untuk murtad. Namun saya justru mendapat mimpi yang membujuk saya untuk memeluk Islam,” ujar Musa Bangura, seorang misionaris asal Sierra Leone Afrika, mengawali kisahnya.

Bukan menjalankan tugas sebagai misionaris, Bangura justru tertarik dengan Islam. Bukan menyudutkan agama Islam agar muslimin tertarik untuk murtad, Bangura justru mendapati hatinya tertarik pada risalah Rasulullah.

Kisah Bangura bermula sekitar dua puluh tahun yang lalu saat mendapati mimpi yang mengajaknya pada Islam. Mimpi itu pun bukan sekali, melainan tiga kali di malam yang berurutan. Ia pun kemudian merasa terpanggil dengan mimpi "aneh" itu. Bangura mulai mempelajari Islam.

Sebagai misionaris, tentu Bangura tahu betul apa itu Islam dan siapa itu muslim. Namun pengetahuan yang ia tahu itu hanyalah dari sudut pandang agamanya. Dengan panggilan mimpi itu, ia pun kemudin mempelajari Islam dengan benar dan secara kaffah. Hasilnya, banyak pengetahuan dan logika baru yang ia peroleh.

Ketauhidan Allah menggerakkan hatinya. Ia kemudian bertanya-tanya akan paham anak tuhan yang selama ini ia yakini. Keyakinan pada agama sebelumnya pun mulai luntur. Ia kemudian mendatangi pendeta untuk berdiskusi. Pergulatan hati akan dua paham berbeda membuat benaknya dipenuhi pertanyaan.

"Saya mengungkapkan kontradiksi dalam agama saya kepada pendeta, dan kami pun berdiskusi," ujarnya kepada kantor berita Anadolu, dikutip onislam.

Kontradiksinya mulai terlihat terang. Bukan menemukan kembali keyakinan pada agamanya, namun menemukan agama baru seperti dalam mimpinya; Islam. Setelah banyak melakukan diskusi, ia pun kemudian mendapat keyakinan bahwa Islam lah agama yang haq. "Saya membuktikan (saat diskusi dengan pendeta) bahwa Islam adalah agama yang benar," tuturnya.

Bangura pun kemudian melantunkan syahadat, saat itu tahun 1993. Saat ini ia menjadi ulama yang melakukan safari dakwah di kawasan Afrika, terutama di negaranya, Sieraa Leone. Ia banyak menjadi perantara jalan hidayah masyarakat disana.

Begitu semangatnya Bangura dalam dakwah Islam, ia pun kemudian mendirikan sebuah organisasi bernama Why Islam In Action (WIIA) pada tahun 1995. Organisasi non-pemerintah ini sebetulnya bergerak di bidang kemanusiaan. Bangura mengajak para muslimin untuk peduli pada kemiskinan di kampungnya, Sierra Leone. Namun Bangura yang telah menjadi da'i kemudian mendapat banyak apresiasi positif dari masyarakat setempat. WIIA pun menjadi sumber informasi terpercaya mengenai Islam.

Organisasi besutan Bangura ini pun makin berkembang. Sebuah organisasi di Turki bersedia menjadi sponsor dan memberikan dana yang dibutuhkan WIIA. Kesuksesan pun diraih WIIA ketika membantu lebih dari 8 ribu masyarakat dalam memeluk agama Islam.

Saat ini Sierra Loenne pun dihuni mayoritas muslimin. Dari total 6 juta warga Sierra Lonne, 4 juta merupakan muslimin. "Saya menjadi seorang yang membantu mereka melihat kebenaran dan merasakan hidayah Islam," tuturnya.
 

Ditinggal Keluarga

Saat memeluk Islam, para mualaf selalu dihadapi rintangan dan tantangan sebagai ujian keimanan mereka. Bagi Bangura, di tinggal keluarga merupakan ujian yang sangat berat. Setelah bersyahadat, ia di tinggal seluruh anggota keluarga termasuk istrinya. Ia berhasil mendakwahkan banyak orang, namun tidak keluarganya. Ia bahkan berusaha mendakwahkan Islam pada teman-teman misionaris lain. Namun hidayah hanya Allah yang mampu memberi.

Tak berlarut dalam kesedihan, Bangura bangkit dan berusaha mengabdikan diri pada agama. Dari keterpurukan hati itulah Bangura membentuk WIIA yang disana ia mendapat keluarga baru yang jumlahnya jauh lebih besar. Ia membantu dalam kemanusaiaan, sekaligus berdakwah, sekaligus membentuk keluarga besar yang baru.

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

More Important than the right answers are the right question

Disclaimer:
The contents of this email, together with its attachments, may contain confidential information belong to Virginia Indonesia Co., LLC ("VICO") and Virginia Indonesia Co., CBM Limited  ("VICO CBM"). If you are not the intended recipient, please notify the sender immediately and delete this e-mail from your system, and you should not disseminate, distribute, copy or otherwise use this email or any part thereof.

Golongan Orang yang Sedikit dan Air Mata Doa

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Golongan Orang yang Sedikit dan Air Mata Doa

Senin, 30 September 2013, 16:35 WIB

Para pengantar calon haji yang akan berangkat ke Tanah Suci

 

REPUBLIKA.CO.ID,  Labbaika Allohumma Labbaik, Labbaika laa syarika laka labbaik, innal hamda wan ni'mata laka wal mulk, laa syarii kalak. "Aku penuhi panggilan MU ya Allah, Aku penuhi panggilan MU ya Allah. Tidak ada sekutu bagi MU, sesungguhnya pujian dan nikmat adalah milik MU. Tidak ada sekutu bagi MU.

Kalimat Talbiyah pelepasan keberangkatan haji selalu menguras emosi. Dikarenakan harapan semua jamaah baik yang pergi maupun yang melepas untuk selalu mencari ridha Allah SWT.

Dalam keterbatasan kuota tahun ini dikarenakan renovasi besar masjidil Haram), Alhamdulillah saya termasuk menjadi salah satu tamu Allah yang sangat bersyukur. Betapa jutaan jamaah menunggu kuota dari berbagai sudut daerah di Indonesia bahkan Dunia untuk melaksanakan ibadah eksklusif  yaitu Haji. Ya karena hanya bisa dilaksanakan di tempat tertentu (Makkah), dan juga khusus di waktu tertentu (bulan haji).

 Dari berjuta-juta manusia yang berniat haji, kami menjadi golongan yang sedikit di tahun ini yang terpilih untuk memenuhi undangan Allah SWT. Berbicara mengenai golongan yang sedikit. Teringat satu doa yang berbunyi "Allohummaj'alni min 'ibadikaal qoliil. Ya Allah jadikanlah aku golongan dari hamba-hambu MU yang sedikit”. 

Doa ini dahulu dipanjatkan oleh seorang pemuda yang sedang berthawaf, pemuda tersebut mengulang-ngulang doa tersebut yang akhirnya memancing sahabat Umar RA untuk bertanya "kenapa engkau berdoa seperti itu?", maka pemuda tersebut menjawab teringat surah dalam Alquran, Allah SWT menyatakan dalam surah  Al Araf 10, surah Hud 40, atau surah Saba 13. Yang menyatakan hanya sedikit orang-orang yang bersyukur. 

Seperti dalam surah Al Araf ayat 10; "Sesungguhnya Kami telah menempatkan Kamu sekalian di muka Bumi dan Kami adakan bagimu di muka Bumi (sumber) penghidupan, Amat sedikit lah Kamu bersyukur". Atau dalam surah Hud ayat 40; "dan tidak beriman bersama Nuh itu kecuali sedikit"

Diakhiri air mata doa mengiringi langkah tamu-tamu Allah yang semringah. Langkah pejuang-pejuang ridho Allah. Jangan takut atau merasa tidak berkemampuan untuk berangkat haji, Insya Allah, Allah yang akan memampukan kita. Kuatkan niat untuk berhaji, karena faktanya Allah sendiri yang akan memilih tamu NYA. 

Banyak dari mereka yang mempunyai harta yang banyak, kedudukan yang tinggi, tapi tidak bisa berhaji. Malah tidak sedikit orang-orang yang kurang harta, tidak lengkap panca indranya, dan sebagainya yang berhaji. Namun hanya sedikit orang-orang yang kuat niatnya untuk berhaji dengan cara mengimplementasikan amalan haji dalam keseharian seperti memuliakan tamu, ikhlas, berzuhud, dsb.  

Ya, hanya sedikit yg bersyukur, sedikit yang bangun di sepertiga malam utk qiyamul lail, hanya sedikit yang patuh, yang mendapat nikmat patuh, mari menjadi golongan yang sedikit! Insya Allah.

 Ustaz Erick Yusuf

@erickyusuf

Pendiri yayasan dakwah iHAQi

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

21 September 2013 = Pilih Dunia atau Akhirat ?

Visit waysofmuslim.blogspot.com

21 September 2013 = Pilih Dunia atau Akhirat ?

Lilik Wijayati

antaranews.com

Mungkin tulisan ringan yang kutulis ini adalah pengalaman seseorang yang dekat denganku. Namun di manapun dia berada, semoga Allah melimpahkan kasih sayangNya padanya. Karena melalui dia aku menemukan dunia baru yang belum kujumpai sebelumnya, baik dari kehidupan nyata maupun dalam buku. Dunia baru tersebut kutemui ketika aku menggunakan "telingaku".

21 September 2013...

Dia mendapat panggilan tes tertulis di sebuah perusahaan yang cukup terkenal. Kebetulan dia termasuk di gelombang tes yang kedua, yang pertama dari jam 8 pagi sampai jam 2 siang.

Jam 2 tepat masuklah dia ke ruangan tes bersama peserta lain yang jumlahnya ratusan. Waktu itu seorang petugas yang mendapat giliran menjaga selama tes berlangsung mengatakan beberapa aturan yang harus ditaati oleh semua peserta. "TIDAK BOLEH KELUAR RUANGAN, BAGI YANG MELAKUKAN DIANGGAP MENGUNDURKAN DIRI".

Seorang peserta bertanya, "Bagaimana kalau ijin sholat Ashar, karena secara logika pasti tes akan selesai lebih dari jam enam petang".

Dengan enteng petugas penjaga tersebut menjawab, "Tak kecuali dengan sholat, jika kalian mau sholat, silakan sholat di sudut ruangan."

"Bagaimana dengan wudhunya?" tanya seorang peserta lagi.

"Kan bisa dengan tayamum," jawab petugas enteng.

"Ya, nggak bisa bu, tayamum diperbolehkan bila kita tidak menjumpai air."

"Itu urusan kalian, jika kalian ingin keluar, kalian tahu konsekuensinya."

Alhasil tes tsb terus berlanjut.

Saat ada adzan Ashar berkumandang, si petugas ini gak ada tanda-tanda mengijinkan peserta untuk keluar. Di antara keheningan tes yang berlangsung, sesosok pemuda bangkit berdiri, dia mengambil tasnya dan berjalan keluar ruangan."

Ruanganpun heboh, "Dia telah memutuskan keluar, artinya peserta tersebut mengundurkan diri."

Satu per satu pesertapun meninggalkan bangkunya mengikuti si pemuda, karena menunggu gak ada kepastian untuk istirahat guna melaksanakan sholat. Sebagian lagi pada bimbang, sambil berbisik mereka saling bertanya, "Kamu milih mana dunia atau akhirat".

Dan akhirnya sepertiga orang mengundurkan diri karena lebih memilih untuk sholat dibandingkan meneruskan ujiannya. Sebagian peserta yang di ruangan ada yang senang, mereka dengan sumringah berkata, "Akhirnya sainganku berkurang".

Namun kesempatan tak akan lari kemana, tak lama setelah itu sepertiga anak yang meninggalkan ruangan tersebut kembali lagi, karena ada salah seorang petugas yang membawa mereka kembali ke ruangan tes.

Dan dari cerita ini ada banyak makna yang tersimpan   ...   Kita bisa menilai seperti apa watak peserta ujian tersebut dari keputusan yang mereka ambil.

 

http://penulis165.esq-news.com/2013/artikel/10/01/21-september-2013-pilih-dunia-atau-akhirat.html

Selasa, 01 Oktober 2013

Tukang Becak naik Haji

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Tukang Becak Berhaji

Keinginan Haji Terwujud Setelah Abdullah Menabung 22 Tahun

Syaiful Kusmandani - detikNews

 

Menabung 22 tahun Abdullah bisa berangkat haji/File

 

Jember - Keinginan untuk naik haji butuh perjuangan panjang dan bertahun-tahun. Abdullah bin Saiful Hadi (60), bapak dua anak asal Dusun Klanceng Desa/Kecamatan Ajung, Jember, ini harus menyisihkan sisa belanjanya selama 22 tahun. Upaya menabung dilakukan sejak 1987 silam.
Abdullah yang akan berangkat pada Senin (7/9/2013), dalam kloter 62 wilayah Jember, menceritakan kisahnya hingga akhirnya bisa berangkat haji di tengah keterbatasan ekonomi seorang tukang becak.
Di usia remaja, Abdullah sering sholat malam bahkan setiap selesai sholat 5 waktu, dia tak lepas dari mengaji. Saat itulah timbul keinginan untuk menunaikan rukun Islam kelima, namun impian itu seakan hanyalah mimpi mengingat dirinya berasal dari kalangan ekonomi bawah.
Tapi bagi Abdullah impian itu haruslah terwujud, saat itulah timbul keinginan untuk menabung meski penghasilan dari seorang tukang becak tidak menetap setiap harinya.
"Kadang saya menabung Rp 20 ribu, kadang pula tiga hari sekali bahkan pernah satu minggu sekali cuma menabung Rp 25 ribu. Semua itu tergantung sisa uang belanja di rumah," cerita Abdullah kepada detikcom di rumahnya, Selasa (24/9/2013).
Semangat Abdullah untuk menabung tak pernah berhenti, bahkan dia pernah menabung Rp 5 ribu saja di kala sepi penumpang. Semangat Abdullah kini telah menjadi impian nyata.

MABRUR SETELAH HAJI

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Mengapa sudah puluhan juta jama’ah Haji Indonesia, sepulang dari Haji hanya sangat sedikit yang yang dampaknya terasa berubah ?.

 

Karena mayoritas tidak mengetahui makna Ibadah Haji. Sesungguhnya ibadah Haji itu adalah Training Simulasi Kehidupan kita mengenai

Bagaimana kita harus menjadi seorang Leader baik itu Pemimpin Rumah Tangga ataupun sebagai Pemimpin dalam pekerjaan kita sehari-hari.

 

Seorang Leader itu harus mempunyai urutan prioritas kalau ingin menjadi seorang Leader yang lebih baik, urutan-urutannya adalah sebagai berikut :

 

I.   REFINING (disimulasikan dengan Ihram)

 

Sebelum memimpin orang lain, kita harus mampu memimpin diri sendiri. Caranya, kita harus bisa melepaskan rasa lebih tinggi dan lebih hebat dari yang lain. Disimulasikan dengan pakaian ihram, manusia sama didepan Allah. Jadi, sucikan dahulu jiwa dan raga (pangkat, kedudukan, harta, dsb.) baru kita bisa memimpin diri sendiri dan orang lain.

 

 

II.  PLANNING (disimulasikan dengan Wukuf )

 

Setelah jiwa dan raga kita bersih, baru kita merenung bahwa kita ada untuk maksud apa ?. Kenapa kita dipilih mengemban amanah ? Kok tidak yang lain ? Darimana asal kita dan mau kemana kita ? Apa misi hidup kita ? Apa tujuan kita jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek kita ?. Untuk berhasil mencapai tujuan jangka panjang, tujuan jangka menengah harus tercapai dahulu. Dan untuk berhasil mencapai tujuan jangka menengah, tujuan jangka pendek harus harus berhasil !. Kemudian langkah2 apa yang seharusnya dilakukan agar arahnya benar dan selamat untuk mencapai tujuan tsb ?

 

Didalam pencarian untuk menemukan visi, misi, langkah2 dalam perenungan kita. Kenali juga kendala2  apa yang bisa menghalangi agar  langkah2 kita agar selamat dan tidak melenceng dari tujuan ?.

 

Didalam perenungan, kita dibatasi oleh "Dead Line" untuk WUKUF di Arafah, artinya didunia kerjapun engkau tidak boleh berlama-lama merenung.

 

Mengapa “Dead Line” itu harus ada ? Karena “Dead Line” memaksa kita untuk segera :

 

1.  Memberikan jadwal yang membuat kita produktif.

2.  Meningkatkan etika kerja & disiplin.

3.  Secara kontinyu membawa kita semakin dekat dengan tujuan.

4.  Memberikan dorongan untuk segera menuntaskan.

5.  Menghindari keinginan untuk menunda-nunda pekerjaan.

6.  Menghindari penumpukan pekerjaan.

 

Semoga sudah menemukan jawaban2nya. Kita harus segera Keluar dari Arafah menuju Muzdalifah untuk mengambil 7 batu kerikil di kegelapan malam.

 

 

III. IDENTIFYING (disimulasikan dengan pengambilan 7 Batu di Muzdalifah)

 

Dalam simulasi ibadah haji, dilambangkan kendala2 tersebut adalah batu-batu yang kita ambil di kegelapan malam. Artinya, kita ada didalam dunia yang kita tidak tahu kendala2 yang dihadapi. Kenali kendala2 itu, paling tidak ambil 7 batu kerikil di kegelapan malam. Mengapa 7 batu kerikil ?. Ketujuh batu tersebut melambangkan 7 Kendala yang harus dikenali dan dihilangkan yang mengotori jiwa kita sebelum kita  melangkah.

 

 

IV.CONTROLLING (Disimulasikan dengan Lempar Jumrah di Jumratul Aqobah, Wustho’ dan U’la di Mina)

 

Belenggu2/kendala2 tadi berasal dari syetan yang ada dalam aliran darah setiap kita, itulah esensi dari LEMPAR JUMROH di Mina. Yang dilempar batu bukan syetan yang ada di tugu jumratul tapi syetan yang ada didalam diri kita.  Lempar 7 Batu, esensinya yang kita lempar syetan yang membelenggu kita :

 

Minimal ada 7 kendala yang harus dikenali dan dihilangkan yang mengotori jiwa kita sebelum kita  melangkah yaitu :

 

1.  Pembanding (Batu ke 1)                  : Suka membanding-bandingkan (subyektif)

 

2.  Literatur (Batu ke 2)                         : Tidak mau menerima hal-hal baru yang lebih baik dari literatur yang selama ini dia pegang

 

3.  Kepentingan (Batu ke 3)                   : Lebih mementingkan diri sendiri atau golongan daripada kepentingan orang lain

 

4.  Sudut Pandang (Batu ke 4)              : Tidak mau menerima sudut pandang orang lain yang berbeda atau tidak mau melepaskan sudut pandang diri sendiri yang salah.

 

5.  Pengalaman Masa Lalu (Batu ke 5)  : Tidak mau belajar dari kesalahan2 masa lalu dan tidak mau menerima hal2 baru disebabkan tidak bisa melepaskan trauma masa lalunya.

 

6.  Prinsip Hidup (Batu ke 6)                 : Prinsip yang salah tetap dilakukan. Jangan berprinsip pokoknya saya benar, orang lain selalu salah.

 

7.  Prasangka Negatif (Batu ke 7)          : Sering berparsangka negatif yang dikedepankan.

 

Itulah makna pelemparan ke 7 batu. Setelah ke 7 Batu itu kamu lempar, mudah2an hati dan pikiranmu sebagai seorang leader menjadi bersih sebelum melangkah berikutnya.

 

 

V.  ORIENTATING (Disimulasikan dengan Thawaf mengelilingi Ka’abah)

 

Kini kita telah mengetahui diri dan hati serta pikiran suci bersih. Selanjutnya, kita berangkat menuju Masjidil Haram untuk thawaf mengelilingi ka'bah.

 

Esensi dari mengelilingi ka'bah berlawanan arah jarum jam adalah engkau bersinergi dengan alam semesta, dengan elektron kesemuanya mengorbit berlawanan jarum jam.

 

Kita berbaur dan bersosialisasi dengan orang lain berbagai bangsa tanpa membedakan pangkat, kedudukan, pakaian ihram sama dan bersinergi dengan orang lain dalam mencapai tujuan yang sama.

 

Kita akan menangis pada putaran ke 7 akan kita rasakan Kasih Sayang dari Allah yang ditanamkan kepada setiap orang yang thawaf. Rasakan Energi Positif yang dahsyat dari bermilyar orang seluruh dunia sholat berkiblat ke satu titik, ka'bah. Rasakan efek Lorentz ketika ka'bah dikitari, terjadi Medan Magnet yang dahsyat dimana semua do'a2 langsung menembus langit menuju Arsy Allah. sekaligus menghunjam hati dimana Allah ada didalam hati ini. Kita akan menangis terisak-isak karena pada dasarnya berthawaf dengan pakaian ihram esensinya adalah lepaskan semua atribut kebesaran, tdak boleh memakai parfum agar engkau tidaik merasa lebih wangi dari yg lain krn Allah hanya akan mau menerima hambaNya dlm keadaan suci bersih fisik, hati, jiwa dan pikiran.

 

Jangan ada berhala apapun didalam hati ini, sebagaimana ka'bah yg kau kitari didalamnya juga kosong tanpa ada materi apapun. Jangan pernah mengucapkan kata-kata negatip (rafats) bertamu kepada-Nya.

 

Ka'bah adalah Bangunan Kasih Sayang yg Allah meminta Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as utk membangunnya dan memanggil semua manusia dtg ke ka'bah, sbg peringatan cinta manusia hny kpd Allah melebihi kpd anaknya sendiri (setelah kedua Nabi tsb lulus dari ujian Allah menyembelih yg plng disayangi setiap manusia yaitu anaknya sendiri dan diganti seekor domba besar).

 

Labbaik Allahumma labbaik ... labbaik la syarikalaka labbaik .. Innalhamda wal nikmata lakawal mulk laa syarikalak. Allah ... Allah... aku datang memenuhi panggilan-Mu ... bergetar seluruh tubuh, jiwa dan hati serta air mata karena cinta ... karena cinta ... hanya karena cinta.

 

 

VI. ACTION (Disimulasikan dengan melakukan Sa'i)

 

Rukun Haji selanjutnya setelah Wukuf, Lempar Jumroh dan Thawaf adalah Sa'i. Esensi dari SA'I adalah bukan hanya napak tilas Bunda Hajar dari Bukit Soffa dan Bukit Marwa p.p dalam 7 x. Namun, SA'I adalah perjuangan manusia tanpa kenal lelah  karena suatu keyakinan bahwa pada ambang batas dimana seorang manusia sudah tidak sanggup lagi, maka pertolongan Allah akan datang secara tidak terduga.

 

Ketika bayi Isma'il menangis karena tidak ada minuman ditengah padang pasir panas terik. Bunda Hajar tidak berpangku tangan dg hny berdo'a. Namun, dia mencari air dari bukit soffa ke bukit marwa. Tidak hanya berjalan, tetapi berlari bolak-balik. Setiap 1x bolak-balik dia tetap berprasangka baik dengan memuji Allah yang sekarang diabadikan oleh setiap jama'ah Haji yaitu mengucapkan :"Bismillahi Allahu Akbar"

 

Setelah ke 7x nya dia sudah tidak sanggup lagi, dia lemah dan lunglai kehausan, pasrah dan dikembalikannya semua urusan kepada Allah. Subhanallah, ternyata dia dapati dikaki Ismail adalah rembesan air yg kemudian digalilah sehingga menjadi tempat minum. Bukan sekedar air tetapi air yg mengenyangkan dan mengobati...Itulah Air Zamzam.

 

Bunda Hajar berlari2 kesana kemari bukan karena AIR, tetapi karena KEYAKINAN bahwa pertolongan Allah pasti datang menyelamatkan.

 

 

VII.   RESULTING (Disimulasikan dengan Zamzam)

 

Jika step I s/d VII telah dilakukan dengan baik dan benar, maka kemakmuran /kesejahteraan kita, keluarga kita, perusahaan tempat kita bekerja dan lingkungan kita akan terpancar jelas sejelas Sumur Air Ajaib yang TAK PERNAH KERING, MENGOBATI, DIMINUM BERMILYAR ORANG sejak 5,000 tahun yang lalu hingga sekarang serta SUMBER AIR SATU2NYA dan TIDAK BISA DI DRILL TWIN WELL.

 

Begitulah kita, sepulang dari Haji bisa mengerti bahwa kita (dilambangkan dengan usaha Bunda Hajar) bekerja bukan karena GAJI tetapi karena KEYAKINAN bahwa Allah akan memberikan JALAN untuk menyelamatkan serta mensejahterakan perusahaan, keluarga, masyarakat (dilambangkan dg Ismail).

 

Bekerjanya kita harus sepenuh hati (Bunda Hajar bukan hanya Berjalan tetapi Berlari-lari), TOTAL ACTION.

 

Hingga tercapailah Keselamatan, Kemajuan, Kemakmuran yg kenikmatannya dirasakan oleh Pribadi, Perusahaan, Keluarga, Kaum Dhua'fa yang diidam-idamkan setiap orang. Itulah perlambang AIR ZAMZAM yang diidam-idamkan oleh setiap orang. Itulah Leader, itulah Kita yang mempunyai Tugas dari Allah untuk mensejahterakan dan menyelamatkan ummat-Nya dan lingkungan yang diciptakan-Nya.

 

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH HAJI

 

From: Suparman
Sent: Monday, September 23, 2013 6:58 AM
To: BDI
Subject: Mabrur Pascahaji

 

Mabrur Pascahaji

Sabtu, 21 September 2013, 10:12 WIB

Jamaah Haji di Masjidil Haram

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhbib Abdul Wahab 
Musim haji sudah tiba. Syawal, Dzul Qaidah, dan Dzul Hijjah adalah bulan-bulan haji. Umat Islam yang kini tengah menunaikan rukun Islam kelima ini tentu sudah bersiap diri, baik fisik, finansial, maupun mental spiritual.

Para tamu Allah  (dhuyuf ar-Rahman) itu tentu juga berniat dan berharap memperoleh haji mabrur, yang balasannya tidak lain adalah surga (HR Muslim).
   
Jamaah haji Indonesia termasuk yang terbesar di dunia, dan boleh jadi yang paling banyak membelajakan hartanya di Tanah Suci.

Para alumni Tanah Suci itu sering digugat: "Mengapa jumlah jamaah haji yang terus meningkat setiap tahun, bahkan ngantri bertahun-tahun, tidak berbanding lurus dengan penurunan angka korupsi atau perbaikan integritas dan akhlak  umat Islam?" "Apa bukti kemabruran haji mereka?

Oleh karena itu, aktualisasi kemabruran pascahaji merupakan sebuah keharusan, agar ritualitas ini tidak berhenti pada tataran pemenuhan atau pengguguran kewajiban, melainkan harus membuahkan perilaku moral yang mulia dan terhormat.

Berhaji bukan sekadar untuk mengejar dan memperoleh gelar haji, tetapi yang lebih penting lagi adalah menjadi orang benar-benar mengamalkan nilai-nilai moral-spiritual pascahaji.
    
Haji itu ibadah multidimensional. Manasik haji bukan sekadar ritualitas fisik tanpa makna. Prosesi manasik haji adalah sebuah drama kehidupan yang kaya makna, terutama makna sosial kultural.

Haji dimulai dengan niat ihram. Pakaian ihram mengandung pesan bahwa menjadi tamu Allah itu harus suci lahir batin, tidak egois, tapi emansipatoris dan siap memenuhi panggilan ketaatan (talbiyah) hanya kepada-Nya dan hanya berharap memperoleh ridha-Nya.
   
Thawaf bukan sekadar mengelilingi Ka'bah tujuh kali. Thawaf mendidik jamaah haji bergerak dinamis dalam orbit tauhid. Keteguhan dan konsistensi dalam bertauhid memacu gerak untuk maju dan terus maju.

Orang yang berthawaf adalah orang yang antikemunduran dan kejumudan. Thawaf menyadarkan pentingnya nilai progresivitas sosial yang bersendikan nilai-nilai tauhid.
   
Sa'i antara Shafa dan Marwa melambangkan etos dan disiplin kerja yang tinggi. Siti Hajar, ibunda Nabi Ismail AS, memberikan keteladanan sebagai seorang ibu yang tidak pernah menyerah untuk berusaha demi masa depan anaknya yang saat itu menghadapi kesulitan.

Etos dan disiplin kerja itu harus dimulai dari shafa (ketulusan hati dan kejernihan pikiran). Etos dan disiplin sa'i harus maksimal agar mencapai Marwa (kepuasan hati, hasil maksimal atau prestasi tinggi).
   
Wuquf di Arafah adalah kesadaran terhadap pentingnya berhenti sejenak sambil makrifat diri untuk dapat merasakan kehadiran Allah SWT.

Sebagai lambang miniatur makhsyar di akhirat kelak, wukuf memberi kesadaran akan pentingnya introspeksi diri, pengenalan jati diri, dan yang lebih penting lagi "pengadilan terhadap diri sendiri". Jika selama ini manusia cenderung mengadili orang lain, atau tidak pernah berbuat adil,

Wuquf di Arafah adalah momentum yang tepat untuk mengambil keputusan yang arif: apakah selama ini yang berwukuf sudah benar-benar menjadi hamba-Nya ataukah masih menjadi hamba-hamba selain-Nya? Apakah yang berwukuf itu sudah meneladani akhlak Allah atau masih selalu mengikuti hawa nafwu dan setan?
   
Karena itu, di malam hari menuju Mina, para jamaah haji diminta bermabit di Muzdalifah (mendekatkan diri), sekali lagi bertaubat dan bermunajat kepada Allah sambil menyiapkan amunisi jihad di jamarat Mina.

Mina adalah simbolisasi cita dan cinta. Karena cinta-Nya yang tulus kepada Allah, Nabi Ibrahim rela mengorbankan anak kesayangannya, Ismail. Berjuang melawan setan dan hawa nafsu hanya bisa dimenangi oleh rasa cinta yang tulus kepada Allah.

Dengan cinta karena-Nya, Ibrahim akhirnya memperoleh cita-citanya: anaknya tidak jadi korban, karena manusia memang tidak pantas dikorbankan. Ismail adalah generasi masa depan, penerus perjuangan ayahnya.
    
Haji adalah ibadah yang paling multikultural; diikuti oleh aneka suku bangsa, bahasa, negara, adat-istiadat, watak, karakter, latar belakang sosial ekonomi dan budaya. 

Melalui syariat haji ini, Allah sungguh menitipkan pesan-pesan moral agar manusia saling bersikap emansipasi, toleransi, saling menghargai, cinta damai, disiplin dan etos kerja tinggi, dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia sebagaimana dipesankan dalam khutbah wada' Nabi Muhammad SAW.

Dengan memahami nilai-nilai moral haji tersebut, para jamaah haji diharapkan dapat mempertahankan kemabruran pascahaji! Semoga!

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Semangat Berkurban Untuk Membangun Bangsa

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Semangat Berkurban Untuk Membangun Bangsa

Senin, 30 September 2013, 06:01 WIB

Penyembelihan hewan kurban pada hari raya Idul Adha 1433 H (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Dr HM Harry Mulya Zein

Dua pekan lagi kita umat Islam akan merayakan hari Raya kurban. Kurban  berasal dari kata Arab yakni Qurbah, yang bermakna mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam ritual Kurban, umat Islam juga melakukan udlhiyah atau juga berarti penyembelihan hewan kurban. Seluruh umat Islam di muka bumi melaksanakan penyembelihan hewan kurban seperti domba, sapi atau unta, sebagai tanda memenuhi panggilan Allah SWT.

 

Hari Raya Kurban juga merupakan refleksi atas catatan sejarah perjalanan kebaikan umat manusia pada masa lalu. Dalam konteks sejarah, Hari Raya Kurban berarti refleksi atas ketulusan dan loyalitas Nabi Ibrahim terhadap perintah-perintah Allah SWT.

 

Dalam konteks ini, mimpi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail, merupakan sebuah ujian Tuhan, sekaligus perjuangan maha berat seorang Nabi Ibrahim yang diperintah oleh Tuhannya melalui malaikat Jibril untuk mengurbankan anaknya. Peristiwa itu harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang menunjukkan ketakwaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Ibrahim pada titah sang pencipta.

 

Hampir seluruh ulama sepakat bahwa apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim terhadap Ismail adalah bukti penyerahan diri sepenuhnya terhadap perintah Tuhan. Oleh karenanya ajaran Nabi Ibrahim disebut sebagai ajaran Islâm atau (penyerahan diri). Seorang mufassir modern, Muhamad Ali (1874-1951) memaknai kurban sebagai tindakan kerendahan hati dan kesabaran dalam penderitaan dan ketakjuban kepada Ilahi. Dalam hal penyembelihan hewan sebagai simbol kurban.

 

Sementara intelektual Muslim asal Iran, Ali Syariati, dalam bukunya ‘Hajj’, ibadah ritual Kurban bukan sekadar memiliki makna bagaimana manusia (baca: umat Islam) mendekatkan diri kepada Allah SWT, tetapi juga mendekatkan diri kepada sesama manusia, terutama mereka yang tergolong sebagai kaum dhuafa dan marginal.

 

Ali Syariati memaknainya sebagai sebuah perumpamaan atas kemusnahan dan kematian ego. Berkurban berarti menahan diri dari, dan berjuang melawan, godaan ego. Kurban atau penyembelihan hewan sebenarnya adalah lambang dari penyembelihan hewan (nafsu hewani) dalam diri manusia.

 

Ibadah Kurban juga memiliki pesan bahwa umat Islam diharuskan lebih mendekatkan diri dengan kaum dhuafa (kaum miskin) dan lebih mengutamakan nilai-nilai persaudaraan dan kesetiakawanan sosial.

 

Ibadah Kurban juga mengajarkan bahwa umat Islam tidak mengambil harta kekayaan orang lain. seruan “Korbanlah Ismalilmu” yang bernada perintah tidak hanya saran tetapi juga merupakan sebuah keharusan.

 

Dengan begitu, melalui berqurban, kita dapat mendekatkan diri kepada kaum dhuafa. Bila kita diberikan kenikmatan dari Allah, maka kita diwajibkan untuk berbagi kenikmatan dengan orang lain. Ibadah kurban mengajak mereka yang termasuk dalam golongan dhuafa untuk merasakan kenyang.

 

Atas dasar spirit itu, peringatan Idul Adha dan ritus kurban memiliki tiga makna penting sekaligus. Pertama, makna ketakwaan manusia atas perintah sang Khalik. Kurban adalah simbol penyerahan diri manusia secara utuh kepada sang pencipta, sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang sangat kita kasihi.

 

Dalam tataran sosial, spirit ibadah berqurban sebaiknya kita jadikan sebagai prinsip hidup dalam berbagai sesama umat manusia dalam kehidupan sehari-hari. Spirit berqurban janganlah sekadar kita implementasikan hanya membeli hewan ternak lalu disembelih dan dagingnya dibagikan kepada kaum dhuafa. Sebaiknya lebih dari itu. Spirit berkurban harus kita jadikan spirit hidup sepanjang masa.

 

Bagi seorang aparatur pemerintah, spirit berqurban bisa dijadikan sebagai prinsip hidup dalam memberikan pelayanan publik terbaik dan menuju yang paling terbaik untuk masyarakat. Memberikan pelayanan publik kepada masyarakat tidak pandang bulu, suku, ras, agama, latarbelakang ekonomi serta tidak bermotifkan keuntungan.

 

Bagi seorang akademisi, pelajar dan mahasiswa, sebaiknya spirit berkurban bisa menjadi landasan dalam belajar, mengajar dan melakukan penelitian yang menghasilkan ilmu bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

 

Spirit berqurban bisa menjadi prinsip hidup sipapun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Mulailah dari sekarang. 

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

Syukurnya Anggota Badan

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Syukurnya Anggota Badan

Jumat, 27 September 2013, 20:44 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bahron Ansori
Suatu hari, seseorang bertanya kepada Abu Hazim, “Bagaimana bentuk syukurnya kedua mata, wahai Abu Hazim?”
Abu Hazim menjawab, “Jika engkau melihat kebaikan, engkau mengumumkannya (memberitahukan kepada yang lainnya). Dan, sebaliknya jika engkau melihat kejelekan, engkau menyembunyikannya.”

Laki-laki tadi bertanya lagi, “Bagaimana syukurnya kedua telinga?” “Jika engkau mendengar kebaikan maka engkau menjaganya. Dan, jika engkau mendengar kejelekan, engkau menolaknya.”

“Bagaimana syukurnya kedua tangan?” “Janganlah engkau mengambil apa-apa yang bukan milik keduanya. Dan, janganlah engkau tahan hak untuk Allah apa yang ada pada keduanya.”

Lelaki itu bertanya lagi, “Bagaimana syukurnya perut?” Abu Hazim menjawab, “Jadikanlah makanan di bawahnya dan ilmu di atasnya.” Dia bertanya lagi, “Bagaimana syukurnya kemaluan?”

Ia menjawab dengan membacakan ayat, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS al-Mukminun: 5-7).

Lelaki itu bertanya lagi, “Bagaimana syukurnya kedua kaki?” Abu Hazim pun menjawab, “Jika engkau mengetahui suatu mayat yang engkau iri kepadanya (karena ketika hidupnya melakukan ketaatan kepada Allah) maka pergunakan keduanya sebagaimana dia amalkan.”

“Jika engkau tidak bersyukur dengan seluruh anggota badanmu maka perumpamaannya adalah seperti seseorang yang mempunyai pakaian, lalu dia mengambil ujungnya dan tidak memakainya. Maka pakaian itu tidak memberikan manfaat sedikit pun kepadanya untuk menghindari panas, dingin, salju, dan hujan.”

Sebagian ulama telah menulis surat kepada salah seorang saudaranya, “Sungguh kami telah berada di pagi hari dengan nikmat-nikmat dari Allah yang tidak dapat dihitung bersamaan dengan banyaknya maksiat yang telah kami lakukan. Maka, kami tidak tahu mana di antara keduanya yang kami bisa syukuri. Apakah keindahan (yaitu kebaikan-kebaikan) yang telah dimudahkan bagi kita ataukah kejelekan-kejekan yang telah ditutupi?”

Subhanallah, seorang Muslim tidak boleh sekejap pun untuk melupakan syukur kepada Allah. Mengapa? Tidakkah kita sadari betapa banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada kita meski kita sering berbuat maksiat.

Bahkan, Allah senantiasa menutup aib-aib kita walau kita sering memaksiati-Nya. Untuk itu, bersegeralah kembali dan tobat kepada-Nya. Mintalah pada-Nya agar kita dijadikan sebagai orang-orang yang pandai bersyukur.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Menakar Sabar

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Menakar Sabar

Jumat, 27 September 2013, 10:56 WIB

Sabar (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ina salma Febriany 
Sabar. Perpaduan lima huruf yang mudah dilontarkan, namun cukup sulit dipraktikkan. Sabar dalam makna sebenarnya ialah bukan diam tanpa usaha, putus asa tanpa mau bangkit dan berprasangka baik pada Allah. Hakikat sabar ialah ‘dinamis’ dan bergerak menuju perubahan. Sabar tidak statis yang jika kita diam ketika ‘dicoba’ oleh Allah, maka akan sulit menemukan jalan keluar.

Hidup memang menyisakan misteri, sebagai manusia biasa, kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi dalam hidup ini meski sedetik kemudian. Jangankan kita, Nabi Muhammad Saw saja yang diberikan gelar kehormatan sebagai penerima wahyu Al-Quran, tidak mengetahui sekecilpun tentang peristiwa hari kiamat, pun tentang diri beliau sendiri.

Kendati demikian, bukan berarti dalam ‘ketidaktahuan’ kita akan ilmu Allah, membuat kita pasrah berusaha. Allah memiliki cara yang tak terhingga dan unik luar biasa dalam rangka mengangkat derajat manusia.    

Salah satu contoh dari cobaan itu misalnya saja kecelakaan. Secara lahiriah, mungkin kita akan beranggapan bahwa kecelakaan itu terjadi lantaran kurangnya kewaspadaan dalam berkendara. Namun sebenarnya, ada ‘makna’ tersirat dari cobaan itu. Mungkin teguran, atau mungkin pula cobaan Allah yang tak lain adalah untuk mendidik kita untuk naik ke tingkat sabar yang lebih baik.

Berdiskusi tentang sabar, tak lepas dari kisah-kisah inspiratif para Nabi utusan Allah dalam mengemban risalah-Nya. Contoh dari sekian Nabiyallah yang dikaruniakan kesabaran itu ialah Nabi Ya’qub as, atas kerinduan pada Yusuf as, menyebabkan kedua mata beliau buta karena terus menerus menangis. Atau kisah Nabi Ayyub, yang Allah ‘coba’ dengan hilangnya harta benda lalu penyakit kulit menahun. Dan terakhir, Rasulullah SAW, suri tauladan kita—berkat kesabaran beliau—islam bisa tumbuh dan berkembang hingga seperti masa ini.

Berbagai kalangan menyoal sabar. Sabar sendiri, menurut kaum sufi terbagi atas tiga tingkatan yaitu mutashabbir fillah yang berarti seseorang yang belum sepenuhnya sabar. Kesedihan terus menimpanya saat Allah memberikan cobaan. Kedua, Shaabir Fillah wa Lillah, sabar tingkat dua ini dimiliki oleh sebagian orang yang sudah dapat bersabar (meski belum sepenuhnya) dengan tetap mengeluh atas ketetapan-Nya. Ketiga, Shabbar—nah, sabar jenis ketiga inilah sabar yang terbaik di antara dua jenis tersebut di atas karena orang yang telah memiliki sifat ini, mereka mengurangi ‘keluhan’ dan sedih yang berlebihan, saat Allah menyapanya dengan cobaan.

Ibn Qayyim AL-Jauzi menggolongkan sabar kedalam dua jenis yaitu shabru ‘alaa Allah (Uluhiyyah) yakni bersabar karena mengingat Allah-lah yang Maha Menciptakan kita sepaket dengan cobaan-cobaan-Nya. Sabar yang kedua ialah Shabru Billah (Rubuubiyyah) yaitu bersabar dengan meyakini bahwa ada ‘didikan’ Allah yang mengandung hikmah atas cobaan itu.


Siapapun yang menggolongkan dan apapun definisi dari makna ‘sabar’, sejatinya sabar hanya menyiratkan satu hal: menakar sabar itu dalam diri kita, mengoreksi diri, apakah selama ini kita telah benar-benar bersabar atas ujian-Nya? Ataukah sabar kita hanya sampai di mulut dan belum turun ke hati? Atau bahkan kita lebih sering berprasangka atas ujian-Nya, kendati sebenarnya kita tahu ada ‘hikmah’ dalam setiap kejadian yang tidak diperkenankan.

“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik," begitu Allah ungkapkan dalam  Qs Al-Ma'arij ayat 10. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah Saw bersabda, "Siapa yang sabar saat ditimpa suatu cobaan, atau sampai ia ditusuk duri sekalipun, maka, surga untuknya,” (HR Bukhari Muslim)

Menakar sabar berarti menhadirkan seluruh hati, pikiran, jiwa dan raga untuk lebih meyakini, bahwa Allah Swt, tidak mungkin menghendaki sesuatu yang buruk bagi setiap hamba-Nya. Dia selalu memberikan apa yang kita inginkan di saat yang tepat dengan cara dan waktu yang telah ditetapkan-Nya.

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

Tiga Pengawas

Visit waysofmuslim.blogspot.com

 

BY JAMILAZZAINI  SEPTEMBER 19, 2013  

Saat ini penggunaan kamera CCTV (closed-circuit television) sedang ngetrend. Orang-orang yang berbuat kejahatan akan mudah tertangkap karena kamera CCTV tersebar dimana-mana. Kamera ini merekam gerak-gerik kita di ruang publik. Hasil rekamannya bisa diputar ulang dan menjadi salah satu barang bukti di pengadilan.

Dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya semua perkataan dan perbuatan kita juga terlihat dan terekam dengan sempurna. Siapakah yang melihat dan merekam semua perkataan dan perbuatan kita itu? Pertama, Allah SWT. Dia Maha Melihat, Maha Tahu dan Maha Mendengar.

Allah SWT dapat melihat seekor semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di malam yang gelap gulita. Dia juga tahu setiap daun yang jatuh di muka bumi. Allah SWT juga mendengar apa yang terbersit di dalam pikiran dan hati kita. Dia adalah CCTV yang maha sempurna.

Kedua, Malaikat. Kemanapun kita pergi selalu ditemani oleh dua orang Malaikat yaitu Roqib dan Atid. Semua kebaikan dan keburukan yang kita lakukan dicatat dan direkam dengan sangat baik oleh kedua malaikat ini.

Mereka yang cerdas akan berusaha membuat malaikat pencatat kebaikan (Roqib) sibuk bekerja. Di sisi lain, orang cerdas akan berusaha dengan sekuat tenaga agar malaikat pencatat keburukan (Atid) santai dan sedikit bekerja. Caranya? Orang cerdas akan menyibukkan diri dengan berbuat kebaikan dan menghindari sekuat tenaga sengaja berbuat keburukan.

Ketiga, anggota tubuh kita. Di akhirat kelak, ada masa dimana mulut kita akan dikunci. Lantas siapa yang bicara menjadi saksi? Anggota tubuh kitalah yang bicara. Kaki akan menjadi saksi dan berkata kemana saja ia pernah melangkah. Tangan juga akan berbicara apa saja yang pernah dilakukannya.

Kamera CCTV bisa rusak atau rekamannya tidak sempurna. Berbeda dengan tiga pengawas yang saya sebutkan di atas. Ketiganya melakukan dengan sangat sempurna. Tidak ada yang terlewat, tidak ada yang tidak tercatat dan tidak terekam.

So, waspada dan berhati-hatilah karena tiga pengawas itu selalu menyertai kita dimanapun dan kapanpun. Masih berani sengaja berbuat maksiat? Bila jawabannya masih, maka saya berkata singkat saja, "Sungguh terlalu…"

Salam SuksesMulia!

Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini

 

http://www.jamilazzaini.com/tiga-pengawas/

 

 

Disclaimer:
The contents of this email, together with its attachments, may contain confidential information belong to Virginia Indonesia Co., LLC ("VICO") and Virginia Indonesia Co., CBM Limited  ("VICO CBM"). If you are not the intended recipient, please notify the sender immediately and delete this e-mail from your system, and you should not disseminate, distribute, copy or otherwise use this email or any part thereof.

Menjaga Allah

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Menjaga Allah

Kamis, 26 September 2013, 15:46 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: TGH Habib Ziadi
Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu….” (HR Tirmidzi).

Kalimat emas di atas adalah potongan dari pesan Nabi SAW kepada sahabat kecilnya, Abdullah bin Abbas. Melalui putra pamannya itu, Nabi SAW mengajarkan kita semua, bila kita menjaga Allah sebaik-baiknya, Allah pasti akan menjaga kita dengan penjagaan yang melebihi upaya kita.

Menjaga Allah, menurut para ulama, artinya menjaga batasan-batasan, hak-hak, perintah-perintah, dan larangan-larangan Allah.

Lebih jauh lagi, bentuk penjagaan itu dengan berkomitmen untuk menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, dan tidak melampaui batasan yang dilarang oleh-Nya. Jika semua itu dikerjakan, maka ia termasuk orang yang menjaga Allah sebaik-baiknya.

Termasuk di dalam upaya menjaga Allah adalah menjaga lisan dari mengucapkan kata-kata kotor, melakukan provokasi, sumpah palsu, menggunjing, dan berbohong.

Menjaga perut dari makan dan minum barang-barang yang haram atau syubhat. Menjaga kemaluan agar tidak terjerembab dalam hubungan terlarang.

Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang bisa menjaga di antara dua rahangnya (mulut) dan dua kakinya (kemaluan), maka dia masuk surga.” (HR Hakim).

Abu Idris al-Khaulani berujar, “Titah yang pertama kali disampaikan Allah kepada Adam AS saat turun ke dunia adalah hendaklah dia menjaga kemaluannya. Dikatakan kepadanya, ‘Janganlah kamu menggunakannya melainkan kepada yang halal bagimu.’”

Orang yang menjaga Allah berarti dia memuliakan-Nya, menjaga hak-Nya, selalu mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, serta mencintai-Nya dan menjadikan cinta tersebut sebagai dasar hidupnya. Hidupnya hanya untuk meraih ridha-Nya.

Jika seseorang telah memuliakan Allah dan memberikan hak Allah, berarti dia telah berserah diri, tawakal, ridha dengan ketetapan-Nya, bersedia dibimbing oleh-Nya. Dia juga tidak akan menyalahi perintah-Nya, tidak bersekutu untuk memerangi agama-Nya dan syiar-syiar-Nya.

Konsekuensi dari menjaga Allah adalah Allah akan menjaga hamba-Nya tersebut. Menurut Ibnu Rajab, penjagaan Allah itu mengandung dua unsur. Pertama, Allah akan menjaga hamba-Nya dengan memenuhi kebutuhan dunianya, seperti terjaga badan, anak, keluarga, dan hartanya.

Kedua, Allah akan menjaga agama dan imannya. Hamba itu terjaga dari perkara syubhat yang menyesatkan dan dari syahwat yang diharamkan.

Agamanya terjaga, hingga hamba itu meraih husnul khatimah saat menutup matanya di akhir hayatnya. Penjagaan kedua ini lebih mulia dibanding yang pertama.

Betapa luar biasa balasan dan penghargaan Allah kepada hamba-Nya. Kita sadari, betapa pun upaya kita menjaga Allah, tetap saja kita tidak akan pernah bisa melakukan yang terbaik sesuai dengan kehendak-Nya. Tapi, Allah selalu membalas dengan balasan terbaik yang sejatinya itu belum pantas untuk kita.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Keajaiban Doa

Visit waysofmuslim.blogspot.com

Keajaiban Doa

Kamis, 26 September 2013, 11:25 WIB

Orang berdoa

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh M Husnaini*
Namanya Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju’fi Al-Bukhari (196 H/810 M-256 H/870 M). Siapa saja yang belajar hadis pasti mengenal ulama bernama populer Imam Bukhari ini.

Lahir di Bukhara, Uzbekistan, dia adalah ahli hadis termasyhur sepanjang masa. Tetapi, tahukah Anda bahwa ulama yang hafal puluhan ribu hadis beserta detail sanadnya ini pernah mengalami kebutaan sewaktu kecil?

Adalah sang ibunda yang begitu sedih melihat kondisi Bukhari kecil. Ibnu Hajar dalam ‘Hadyu As-Sari’ meriwayatkan bahwa ibunda Imam Bukhari tiada henti berdoa untuk memohon kesembuhan putranya. Allah akhirnya mengabulkan doanya.

Pada suatu malam, ibunda Imam Bukhari bermimpi melihat Nabi Ibrahim yang berkata, “Hai Fulanah, sungguh Allah telah mengembalikan penglihatan putramu karena seringnya engkau berdoa.” Pagi harinya, ibunda Imam Bukhari menyaksikan bahwa penglihatan putranya telah kembali normal.

Subhanallah. Itulah keajaiban sebuah doa. Simak pula kisah yang dialami Nabi Zakaria (91 SM-1 M) sebagaimana dituturkan Al-Qur’an. Dalam usia senja, Nabi Zakaria gelisah karena belum juga dikaruniai keturunan. Kendati demikian, pantang bagi Nabi dan Rasul Allah ke-22 ini patah arang. Siang dan malam dia terus melabuhkan doa kepada Allah supaya memberinya seorang putra sebagai pewaris obor perjuangan.

“Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan telah menyala uban di kepalaku, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku. Dan sungguh aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahkanlah aku seorang putra dari sisi Engkau, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. Dan jadikan dia, Ya Tuhanku, seorang yang diridai.” (QS Maryam: 4-6).

Ajaib. Allah menjawab doanya. Padahal, usia Nabi Zakaria saat itu sudah mencapai sembilan puluh tahun dengan kondisi istri, Hannah, yang mandul. Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Setiap doa yang keluar dari ketulusan nurani dan kebersihan jiwa akan mengubah segala yang tampaknya tidak mungkin menjadi mungkin. Inilah kabar bahagia bagi kaum beriman. Apalagi Allah sendiri telah menegaskan akan mengabulkan setiap doa hamba sepanjang dia mau taat kepada-Nya.
 
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, jawablah bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al-Baqarah: 186).

Memahami ayat di atas, tentu tidak alasan bagi kaum beriman untuk enggan berdoa. Jangan sampai ada anggapan bahwa peran doa sangat sedikit dalam pencapaian sebuah keberhasilan. Itulah pola pikir orang yang sombong dan tidak tahu diri. Merasa diri hebat sehingga perlu mengesampingkan campur tangan Allah dalam setiap tarikan gerak dan langkah. Termasuk pola pikir picik juga ketika orang mau berdoa tetapi minus kemantapan bahwa doanya itu akan didengar Sang Maha Penentu Keputusan.

Allah pasti mendengar setiap keluh kesah, sekalipun yang tidak pernah terucap. Tidak ada relung jiwa manusia yang tidak mampu ditembus Allah. Jarak antara Allah dan kita sangat dekat, melebihi urat leher. “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui segala yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS Qaf: 16).

Itulah kenapa Islam adalah agama yang sangat kaya doa. Tiada laku kehidupan Muslim yang tidak dimulai dan dipungkasi dengan doa. Menurut Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, ada dua macam doa: doa ibadah (penghambaan) dan doa masalah (permintaan). Seluruh ibadah dalam rukun Islam hakikatnya adalah doa. Karena, rangkaian gerakan dan ucapan di dalamnya berintikan permohonan rida Allah. Paketnya langsung dari nas. Kita tinggal pakai, tanpa boleh berkreasi. Lain lagi dengan doa masalah, seperti permintaan pengampunan, kebahagiaan, belas kasih, penghidupan, kesuksesan, dan semacamnya. Meskipun bacaan dari Al-Qur’an dan hadis diutamakan, tetapi kita masih boleh berkreasi dengan bahasa sendiri. Terkabulnya doa jenis ini sangat bergantung kualitas doa ibadah kita.

Masih banyak kisah keajaiban doa yang tidak mungkin dikutip semua di sini. Atau boleh jadi malah sudah Anda alami sendiri. Pastinya, tidak ada makhluk di kolong jagat ini yang bisa mengerahkan secuil daya dan upaya sekalipun, tanpa belas kasih dan uluran pertolongan Allah. Tantangan Allah sebagaimana disampaikan kepada kaum kafir Makkah sudah jelas, “Katakanlah, ‘Panggillah mereka yang kalian anggap tuhan selain Allah, niscaya mereka tidak akan memiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari kalian dan tidak pula memindahkannya’.” (QS Al-Isra’: 56).

Alangkah lebih mulia sekiranya kita sanggup merenungkan dan mengamalkan firman Allah berikut. “Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kalian membuat kerusakan di bumi, sesudah Allah memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harap. Sungguh rahmat Allah itu amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-A’raf: 55-56).


*Penulis Buku ‘Menemukan Bahagia’. Email: hus_surya06@yahoo.co.id

Redaktur : Heri Ruslan