Minggu, 30 Juni 2013

Belajar Terjemah Al-Qur'an per Kata

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

Assalamu’alaikum wr wb

 

Bapak/Ibu yang dirahmati Allah SWT.

 

Kembali kami kirimkan file powerpoint belajar terjemah Al-Qur’an per kata. Belajar terjemah per kata dimulai dari QS Al-Baqarah ayat 1-5.

Email terjemah per kata akan dikirim setiap hari Senin.

 

Wassalam,

Admin

FW: JADUAL PUASA 1434 H UNTUK DAERAH MUARA BADAK

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Pengurus BDI Badak
Sent: Monday, July 01, 2013 7:12 AM
To: BDI
Subject: FW: JADUAL PUASA 1434 H UNTUK DAERAH MUARA BADAK

 

 

Sabtu, 29 Juni 2013

FW: Mulia Dalam Kejujuran

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Thursday, June 27, 2013 7:15 AM
To: BDI
Subject: Mulia Dalam Kejujuran

 

Mulia Dalam Kejujuran

Rabu, 26 Juni 2013, 12:02 WIB

Kejujuran (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Haedar Nashir
“Aku bukan Malaikat,” kata si Fulan penuh nada yakin. Memang, siapa bilang engkau mahkluk Allah yang sangat patuh dan bersih dari dosa? Kita manusia biasa. Sejauh tak ada percikan niat ingin menjadi pendosa dan bersahabat dengan syaitan, mengapa mesti galau?
 
Manusia, siapa pun dia bisa salah dan khilaf. Manusia menjadi manusiawi karena dalam dirinya ada ruang untuk keliru.

Adam sang khalifah fil-ardh dan istrinya Hawa mengalami tahbith, dikeluarkan dari surga karena memakan buah khuldi. Keduanya menjalani hidup di dunia sebagai manusia biasa. Adam alaihissalam (AS) kemudian diberi tugas mulia sebagai nabi penyebar risalah pertama di muka bumi.
 
Masalahnya, tidak sedikit manusia berpakaian angkuh ketika salah. Alih-alih jujur akan kekhilafan, lalu memperbaiki diri ke jalan benar dan berlari kencang menuju ampunan Tuhan malah sibuk mencari kambing hitam. Diri seolah tetap bersih dan tak merasa berada di persimpangan jalan buntu.
 
Isyarat tubuh pun masih tampak pongah dalam keperkasaan semu. Jauh dari sikap tawadhu' (rendah hati). Ketika salah dan berbelok arah dari idealisme awal, masih pula merasa lurus.

Tak ada rona sesal untuk bermuhasabah diri. Keangkuhan itulah yang menjadikan anak cucu Adam tersandera dalam sangkar besi kesalahan, lalu menjadi cibiran nyinyir khalayak publik.
 
Menjauhi kicuh
Muslim yang autentik berani jujur meski ketika salah. Ibda bi-nafsika, orang jujur akan selalu berkonsultasi kepada hatinya. Pihak lain akan mudah dikelabui dengan 1.001 cara. Tetapi manakala diri salah maka nurani tak pernah dusta.
 
Kejujuran itu mahal. Kejujuran merupakan mutiara paling berharga yang membuat siapa pun dihargai dan dipercaya. Tuhan mencintai orang-orang yang berhati jujur, berkata dan berbuat jujur.

Muhammad di usia muda sebelum diangkat menjadi Nabi memperoleh tempat mulia di hati bangsa Arab karena kejujurannya. Dia bahkan digelari al-Amin, sang terpercaya. Bangsa kafir dan jahiliyah sekalipun masih menjujung tinggi nilai kejujuran.

Kejujuran itu universal. Di belahan dunia manapun sejauh hati masih bicara, pasti mencintai kejujuran. Pesepak bola ternama dari negeri Samba, Neymar, juga mencintai kejujuran.

“Saya orang Brasil dan saya mencintai negara saya. Saya ingin Brasil yang lebih aman, lebih sehat, dan lebih jujur,” tulis Neymar di akun Facebook-nya ketika mereaksi maraknya demonstrasi di negerinya beberapa saat sebelum kick off pertandingan Piala Konfederasi 2013 melawan Meksiko.

Bagi orang Islam kejujuran harus menjadi bagian utuh dari kemusliman. Kisah Imam Al-Bukhari tatkala melacak kebenaran sebuah hadis sungguh penting dijadikan mutiara kehidupan.

Suatu kali periwayat hadis ternama itu pergi menelusuri kebenaran sebuah hadis dari seseorang. Ia melihat orang yang dicari itu sedang mengejar kudanya yang terlepas. Untuk menangkap kudanya, orang itu menunjukkan bungkusan seolah di dalamnya ada gandum. Kuda terkecoh dan akhirnya ditangkap kembali.

Al-Bukhari mendekat dan bertanya kepada si pemilik kuda. “Apakah engkau sertakan gandum dalam bungkusan itu?” Orang itu menjawab, “Tidak, aku hanya mengelabui kudaku agar mudah kutangkap.”

Imam Bukhari dengan tegas berkata, “Kalau begitu, aku tidak akan mencari hadis dari orang yang bohong terhadap hewan.” Dusta dan bersiasat kepada hewan saja tercela, apalagi terhadap sesama manusia.

Kisah Al-Bukhari menurut Jabir al-Jazairi merupakan contoh agung tentang hakikat kejujuran atau kebenaran. Kejujuran merupakan nilai, sikap, dan tindakan paling utama, lebih dari segalanya. Hidup jujur itu mulia, sedangkan dusta itu hina.

Lawan jujur ialah kicuh, yakni dusta dan suka mengelabui. Dalam hadis disebut nifaq. Yakni, jika bicara atau memberi pernyataan berbohong, manakala berjanji tidak ditepati, dan bila diberi amanat berhianat.

Barang halal dan baik dicampuradukkan dengan yang haram dan subhat. Lain di kata, lain pula tindakan. Jargon dan tindakan lahir tampak indah demi rakyat, tetapi motif dan tujuan penuh siasat bulus. Kicuh perilaku yang antagonis seperti itulah musuh kejujuran dan kebenaran sekaligus perangai yang paling dibenci Tuhan. (QS ash-Shaff [61]: 4).
 
Kehormatan diri
Perilaku kicuh sering membuat pelaku bebal diri. Bertipu muslihat dianggap lumrah dan bukan dosa. Boleh jadi perbuatan muslihat bagi sementara orang dipandang sebagai cara hidup demi meraih tujuan.

Dusta menjadi perilaku berjamaah yang didukung para pengikut setia. Ukuran moral dinisbikan demi siasat, yang penting nilai guna dan kemenangan. Hati nan jernih (qalbu salim) akhirnya menjadi mati rasa. Agama pun tak sungkan dijadikan alat mengicuh dalam aroma sakral.

Insan beriman pun bisa roboh ketangguhan akidahnya. Keimanan hanya gemerlap dari luar, tetapi kering di dalam karena tingginya hasrat menguasai dunia melampaui takaran.

Tatkala perjuangan hidup masih merayap senyap, kejujuran dan nilai-nilai luhur masih dapat dirawat dengan baik. Setelah roda kehidupan berputar ke atas, api kejujuran dan sikap hidup utama pun luruh dan terkikis habis karena tertipu dengan pesona dunia. (QS Ali Imran [3]: 14).

Kejujuran digadaikan. Idealisme ditukar murah dengan kursi, materi, dan kesenangan indera yang diraih dengan jalan pintas. Perangai berubah drastis dari sosok-sosok yang tulus hati dan tawadhu' yang menjadi para pencari pamrih dalam pakaian diri serba angkuh, pemarah, ambisius, dan terjangkiti virus apologia.
 
Begitulah ketika pesona dan kejayaan duniawi mengerangkeng hidup bani Adam. Dalam sangkar besi kehidupan dunia yang sarat gemerlap tidak sedikit manusia beriman akhirnya jatuh dalam kubangan kesalahan diri dan kolektif. Maksud meraih sukses dunia melampaui pihak lain, segala cara syubhat dan haram pun dilakukan.

Nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kepatutan diterabas tanpa rasa sungkan. Martabat atau kehormatan diri pun dibanting harga hingga ke titik terendah, yang penting menang dalam meraih tujuan.
 
Kaum beriman pun kehilangan kehormatan diri demi kejayaan hidup berlebih. Mata batinnya lumpuh dan tidak lagi sensitif akan nilai-nilai kebajikan yang utama. Nasihat sekaligus kritik orang tak lagi mempan, bahkan bebal ibarat pepatah anjing menggonggong kafilah berlalu.

Kian larut dalam permainan duniawi, semakin jauh dirinya dari segala sesuatu yang bernilai hakiki, yang ada hasrat dan keasyikan mengejar kedigdayaan. Akhirnya, berlakulah titah Tuhan, tsuma radadnahu asfala safilin, “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya” (QS at-Tin [95]: 5).

Iman dan ilmu tinggi tidak lagi menjadi energi pencerahan hidup. Keberimanan pun berhenti sekadar menjadi aksesori keagamaan yang kelihatan bening dari luar, tetapi jorok di dalam. “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci, Dia-lah yang paling mengetahui tentang perangai orang bertaqwa.”(QS an-Najm [53]: 32).

 

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

FW: Biblioterapi

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, June 28, 2013 6:58 AM
To: BDI
Subject: Biblioterapi

 

Biblioterapi

Kamis, 27 Juni 2013, 10:26 WIB

Kitab Suci Alquran (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhbib Abdul Wahab 
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah." (QS Al-Alaq [96]: 1-3).
   
Hanya Islam, satu-satunya agama di dunia ini, yang perintah pertamanya adalah membaca.  Dalam bahasa Arab, kata iqra  mengandung arti: menghimpun (informasi, data, pengetahuan, wawasan), meneliti, memahami, menganalisis, membaca, dan memaknai.

Karena itu, perintah tersebut tidak harus dimaknai hanya sekadar membaca (melafalkan simbol-simbol bunyi dalam bentuk tulisan), melainkan harus dipahami dalam makna generiknya yang luas tersebut.

Dengan demikian, perintah iqra’ berarti juga perintah meneliti, mengembangkan sains dan teknologi, serta mengkaji dan memahami persoalan secara akademik-ilmiah.
   
Membaca adalah sendi tegaknya kehidupan dan peradaban manusia. Membaca tidak hanya bermanfaat bagi siapapun yang haus informasi, tetapi kini juga dapat difungsikan sebagai terapi (pengobatan).

Iqra’ bukan hanya menjadi terapi kebodohan, tetapi juga terapi berbagai penyakit, terutama psikosomatik. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Mesir, kini sedang dikembangkan terapi dengan membaca (al-'ilaj bil qira'ah) atau biblioterapi.
   
Di Florida Amerika Serikat, pernah dilakukan ujicoba penggunaan bacaan Al-Qur'an terhadap lima sukarelawan nonmuslim dalam proses terapi penyakit mereka.

Riset eksperimen itu membuktikan bahwa 97 persen bacaan Alquran dapat menormalkan fungsi-fungsi syaraf dan menurunkan ketegangan jiwa, membuat suasana hati menjadi lebih rileks, meskipun mereka tidak memahami bahasa Arab (isi Alquran), apalagi jika mereka memahami kandungan dan pesannya.
   
Biblioterpi sebenarnya sudah dimulai pada abad ketiga belas di rumah sakit al-Manshur di Kairo. Selain diberi obat yang sesuai dengan jenis penyakitnya, para pasien saat itu juga diberi terapi berupa bacaan ayat-ayat Alquran.

Hasilnya sangat positif; selain memberi sugesti positif, mereka merasakan kedamaian hati, sehingga memperoleh kesembuhan yang lebih cepat.
   
Biblioterapi di beberapa rumah sakit di Eropa juga dikembangkan dalam bentuk musik. Pasien dibuat rileks dengan mendengar musik-musik religius, sehingga beban psikologis berupa rasa sakit berkurang.
   
Dalam karyanya, al-'Ilaj bi al-Qira'ah (terapi dengan membaca), Dr. Sya'ban Khalifah menyatakan rumah-rumah sakit Islam sudah saatnya mengembangkan biblioterapi sebagai bagian dari proses penyembuhan berbagai penyakit, terutama penyakit jiwa.

Selain diberi bacaan religius yang perlu dibaca sebelum maupun sesudah proses pengobatan, kepada para pasien perlu diperdengarkan secara periodik alunan ayat-ayat Alquran.

Dokter dalam hal berperan penting untuk membuat pasien merasa yakin (iman) bahwa ayat-ayat yang didengar atau dibaca sendiri secara langsung dapat membantu proses terapi.
   
Biblioterapi, menurut Sya'ban Khalifah, memang sesuai dengan firman Allah: "Dan Kami turunkan Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman..." (QS Al-Isra' [17]: 82).

Dalam konteks ini, Umar bin al-Khaththab pernah menyatakan: "Siapa yang tidak berterapi dengan Alquran, maka Allah tidak akan memberi kesembuhan. Dan siapa yang tidak merasa cukup dengan Alquran, maka Allah tidak akan memberikan kecukupan kepadanya."
   
Jadi, selama dikaitkan dengan nama Allah (bismi rabbik), membaca itu ternyata tidak hanya baik untuk mencerdaskan umat, tetapi juga menyembuhkan aneka penyakit, termasuk penyakit korupsi.

Calon koruptor boleh jadi mengurungkan niatnya untuk korupsi, jika di tempat kerjanya dibacakan ayat-ayat suci yang menjelaskan hukuman potong tangan bagi pencuri dan ayat-ayat lainnya yang membuat spiritualitas dan moralitas mereka mampu meredam syahwat korupsi. Wallahua'lam bish shawab!

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

Kamis, 27 Juni 2013

FW: Hukum Shalat Gaib

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, June 28, 2013 7:04 AM
To: BDI
Subject: Hukum Shalat Gaib

 

Hukum Shalat Gaib

Thursday, 27 June 2013, 10:54 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb.

Ustaz, bagaimanakah hukumnya melakukan shalat jenazah gaib? Soalnya saya diberitahu bahwa shalat gaib itu tidak disyariatkan dan ia hanya khusus untuk Raja Najasyi saja sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Nabi SAW. Mohon penjelasannya.

Hamba Allah

Waalaikumussalam wr wb.

Shalat gaib adalah shalat jenazah yang dilakukan umat Islam terhadap saudaranya sesama Muslim yang wafat, tetapi jenazahnya tidak berada di depan orang yang melakukan shalat jenazah itu, melainkan di tempat lain.

Dan, memang asal pensyariatan shalat gaib ini adalah shalat jenazah yang dilakukan Nabi SAW dan para sahabatnya atas Raja Najasyi yang wafat jauh di negerinya Habasyah.

Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengumumkan kematian Al-Najasyi pada hari kematiannya. Kemudian, beliau keluar menuju tempat shalat. Lalu, beliau membariskan shaf, kemudian bertakbir empat kali. (HR Bukhari dan Muslim).

Namun, kemudian para ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat gaib ini. Para ulama Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat shalat gaib itu tidak disyariatkan dan seseorang tidak dishalatkan shalat jenazah, kecuali mayitnya ada di depan orang yang menshalatinya.

Mereka mengatakan, shalat gaib yang dilakukan Nabi SAW terhadap Raja Najasyi merupakan kekhususan Nabi SAW. Dan, karena kemudian tidak ada lagi riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi SAW melakukan shalat gaib terhadap Muslim lain selain Najasyi.

Ulama Mazhab Syafi’i dan yang masyhur dalam Mazhab Hanbali berpendapat, shalat gaib itu disyariatkan secara mutlak, baik terhadap mayit yang belum dishalatkan ataupun sudah dishalatkan di tempat ia wafat.

Dalil mereka adalah shalat jenazah gaib yang dilakukan Nabi SAW dan para sahabatnya terhadap Raja Najasyi. Dan, tidak ada dalil sahih yang menunjukkan bahwa itu khusus untuk Nabi SAW, sedangkan umat Islam diperintahkan untuk mengikuti dan mencontoh Rasulullah SAW.

Dalam kitab Zad al-Ma’ad karangan Ibnu al- Qayyim disebutkan, Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa yang benar adalah seorang Muslim yang wafat di daerah lain dan ia belum dishalatkan, harus dishalatkan secara gaib sebagaimana Nabi SAW shalat gaib terhadap Najasyi.

Sedangkan, jika jenazah Muslim itu sudah dishalatkan, tidak perlu lagi dishalatkan secara gaib karena kewajiban umat Islam telah jatuh karena ia sudah dishalatkan.

Dan, pendapat yang terakhir, yaitu shalat gaib itu tidak disyariatkan untuk setiap orang, tapi hanya untuk orang yang saleh yang mempunyai banyak jasa dan keutamaan kepada umat Islam, seperti seorang ulama yang memberi banyak manfaat kepada umat dengan ilmunya, sebagaimana seorang Raja Najasyi yang telah memberikan tempat dan keamanan kepada umat Islam.

Jadi, masalah shalat gaib ini termasuk masalah khilafiyah yang menjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama.

Dan, semua pendapat ada dasarnya berdasarkan pemahaman terhadap riwayat shalat gaib yang dilakukan Nabi SAW terhadap Raja Najasyi. Sehingga, seharusnya tidak menjadi sebab perselisihan dan saling membid’ahkan.

Tetapi, pendapat yang kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa shalat gaib itu disyariatkan bagi seorang Muslim yang wafat di daerah yang tidak ada yang menshalatinya, sebagaimana yang dilakukan Nabi SAW terhadap Raja Najasyi.

Selanjutnya, tidak ada lagi riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi SAW shalat terhadap mayit lain selain Najasyi, padahal banyak sekali sahabat beliau yang wafat di tempat yang jauh dari Nabi SAW. Wallahu a’lam bish shawwab.

Oleh Ustaz Bachtiar Nasir

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

FW: Ibu...,kau adalah...

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Muh. Thamsil
Sent: Friday, June 28, 2013 8:11 AM
To: BDI
Subject: Ibu...,kau adalah...

 

Kau adalah tetesan embun pagi yang membasahi kegersangn hati hingga mampu menyuburkan seluruh taman sanubari dalam kesejukan

 

Kau adalah bintang gemintang malam di angksa raya ...yang menemani kesendirian rembulan yang berduka ...hingga mampu menerangi gulita semesta dalam kebersamaan

 

Kau adalah pohon rindang dengan seribu dahan ...yang memayungi dari terik matahari yang tak tertahankan ...hingga mampu memberikan keteduhan dalam kedamaian

 

Kau adalah kumpulan mata air dari telaga suci ...yang jernih mengalir tiada henti ...hingga mampu menghapuskan rasa dahaga diri dalam kesegaran

 

Kau adalah derasnya hujan yang turun

...yang menyirami setiap jengkal bumi yang berdebu menahun ...hingga mampu membersihkan mahkota bunga dan dedaunan dalam kesucian

 

Kau adalah untaian intan permata yang tersimpan ...yang berkilau indah sebagai anugrah tiada tara ...hingga mampu menebar pesona jiwa dalam keindahan

 

Kau lah ratu dan wanita idola di dalam hati ku Untukmu seorang insan yang bergelar IBU...

 

Aku rindu padamu...

...terutama menjelang Ramadhan yang tinggal beberapa hari lagi

 

 

FW: Shalat Jum'at di P2 Pindah ke P10

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

From: Pengurus BDI Jakarta
Sent: Friday, June 28, 2013 7:29 AM
Subject: FW: Shalat Jum'at di P2 Pindah ke P10

 

-------------------------------------------
From:
Mapri Kuncoro[SMTP:MAPRI99@GMAIL.COM]
Sent:
Friday, June 28, 2013 7:28:54 AM
Subject:
Shalat Jum'at di P2 Pindah ke P10
Auto forwarded by a Rule

Assalamualaykum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala,& shalawat serta salam kita sampaikan kehadirat Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarganya dan para sahabat.

 

Berikut ini disampaikan Pelaksanaan Shalat Jumat di City Plaza P2 Pindah ke P10 , Tgl :  28 Juni 2013 yaitu :

Mohon berwudhu di lantai masing-masing di tempat bekerja.


Khotib  : Ustad Faisal Abbad
Imam   : Ustad Khoirul Muttaqin al Hafidz

 

Rabu, 26 Juni 2013

FW: Imam Safi'i: Bintang yang Berserak

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Suparman
Sent: Thursday, June 27, 2013 8:25 AM
To: BDI
Subject: Imam Safi'i: Bintang yang Berserak

 

Imam Safi'i: Bintang yang Berserak

Jumat, 21 Juni 2013, 10:47 WIB

Erick Yusuf

 

REPUBLIKA.CO.ID,  Bismillahirrahmaanirrahiim,
Dahulu Eyang Papih (begitulah saya memanggil kakek dari ibu), berpesan, “Hati-hati dalam mengikuti ajaran mazhab agama. Kita itu mazhabnya Safi’i."

Sekitar awal tahun 80-an, informasi tentang agama sedikit sekali. Buku-buku agama pun tidak terlalu banyak seperti sekarang. Sayapun tidak paham mengenai mazhab, ketika SMP saya hanya diajak seorang teman untuk berguru pada salah satu ustaz untuk merapal bacaan yang kemudian jika dipakai berkelahi bisa menerbangkan lawan.

Ada juga yang dengan membeli Isim (yang berbentuk semacam kain dengan rajah tertentu). Na’udzubillah. untung saya dilarang dulu oleh eyang saya.  Itu syirik,''  kata beliau.

Berbicara tentang Mazhab Safi’i, mari mengenal Imam Safi’i. Nama aslinya adalah Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al Muththalib bin Abdi Manaf. Gelar atau kunyah beliau adalah Abu Abdillah.

Biasanya orang Arab jika menulis nama mendahulukan gelar dari pada nama, sehingga disebut Abu Abdillah Muhammad bin Idris. Beliau lahir di Gaza, bagian selatan Palestina, pada tahun 150 Hijriyah, pertengahan abad kedua hijriyah.

Sebagian ahli sejarah mengatakan Imam Safi'i lahir di Asqalan, tetapi kedua perkataan itu tidaklah berbeda karena Gaza dahulunya adalah daerah Asqalan. Kampung halaman Imam Syafi’i bukan di Gaza (Palestina) tapi di Mekkah (Hijaz). Kedua orang tua beliau datang ke Gaza untuk sebuah keperluan, dan tidak lama beliau lahir di situ.

Sewaktu Imam Syafi’i masih dalam kandungan, sang Bunda bermimpi bahwa sebuah bintang telah keluar dari perutnya dan terus naik membumbung tinggi, kemudian bintang itu berhamburan dan berserak menerangi daerah-daerah di sekelilingnya.

Ahli mimpi pada saat itu memaknai mimpi itu bahwa ia akan melahirkan seorang putra yang ilmunya meliputi seluruh jagat. Dan sekarang telah menjadi kenyataan bahwa ilmu Imam Syafi’i memang memenuhi dunia, bukan saja di tanah Arab, timur tengah dan Afrika, tetapi juga sampai kearah timur jauh, ke Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina dan lainnya.

Beliau dilahirkan pada tahun 150 H. Pada tahun itu pula, Abu Hanifah wafat sehingga dikomentari oleh Al Hakim sebagai isyarat bahwa beliau adalah pengganti Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit seorang ulama di Baghdad (Pencetus Madzhab Hanafi).

                                                              ****


Nasab Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin as-Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin al-Muththalib bin Abdi Manaf bin Qushay. Abdul Manaf bin Qushay yang menjadi kakek ke-9 Imam Syafi’i adalah Abdul Manaf bin Qushay yang juga menjadi kakek ke-4 Nabi Muhammad SAW. Gelar “Asy Syafi’i” dari Imam Syafi’i rahimahullah diambil dari kakek ke-4 beliau yaitu Syafi’i bin Saib.

Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita penyakit bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama penyakitnya itu bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya’ hari terakhir bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah memberikan kepadanya rahmat-Nya yang luas.

Ar-Rabi menyampaikan bahwa dia bermimpi melihat Imam Syafi’i, sesudah wafatnya. Dia berkata kepada beliau, “Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu, wahai Abu Abdillah?”

Beliau menjawab, “Allah mendudukkan aku di atas sebuah kursi emas dan menaburkan pada diriku mutiara-mutiara yang halus.”

Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 bagian, sedangkan menurut al-Marwaziy mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiqih adab dan lain-lain.

Yaqut Al Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu An Nadim dalam Al Fahrasat. Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah I, yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah, dan Ar Risalah Al Jadidah (yang telah direvisinya) mengenai Al qu’ran dan As Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.

Begitulah kisah singkat beliau, dalam beberapa sumber kitab Manhaj Aqidah Imam Asy Syafi’i dikisahkan perjuangannya dalam menegakkan fiqih. Banyak murid-murid beliau yang menjadi para ulama, sebagaimana bintang terang yang berserakan cahayanya, salah satunya Imam Bukhari.

Salah seorang  guru fikih Syafi’i Imam Bukhari  adalah Imam Al Humaidi, sahabat Imam Syafi’i yang belajar fiqkh kepada Imam Syafi’i ketika berada di Makkah. Beliau  juga belajar fikih dan Hadis kepada  Za’farani, Abu Thur dan Al Karabisi, ketiganya adalah murid Imam Syafi’i.

Ada beberapa  nasihat Imam Syafi’i yang sangat cocok dengan kondisi saat ini.  “Lawanlah nafsu bicara dengan diam, hadapilah soal pelik dengan tafakur. Berpikir cermat berarti selamat, penyesalan dan keinsyafan menyebabkan kita menjadi waspada, musyawarah dengan orang-orang budiman akan memperkuat keyakinan”.

Dikatakan pula oleh beliau bahwa keutamaan itu ada empat yaitu (1) kebijaksanaan yang berpokok pada tafakur, (2) kesopanan yang berpokok pada penahanan nafsu, (3) kekuatan yang berpokok pada kekuatan yang sehat dan (4) keadilan yang berpokok pada keseimbangan jiwa.

Subhanallah apa jadinya kita, jika tanpa perjuangan mereka para Imam. Alhamdulillah ilmu mereka bagaikan payung yang menaungi kita dari hujan kejahilan sampai saat ini. Baarakallahu fiikum

Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi Allah adalah yang mengamalkannya.

Ustaz Erick Yusuf: Penggagas iHAQi @erickyusuf

Redaktur : Heri Ruslan

 

 

FW: RAMADHAN, BULAN PENUH BERKAH

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

 

From: Amalina Hani Sulistia
Sent: Thursday, June 27, 2013 12:44 PM
To: BDI
Subject: FW: RAMADHAN, BULAN PENUH BERKAH

 

 

 

From: soni indra [mailto:soni.indr@gmail.com]
Sent: Thursday, June 27, 2013 12:01 PM
To: undisclosed-recipients
Subject: RAMADHAN, BULAN PENUH BERKAH

 

RAMADHAN, BULAN PENUH BERKAH

 

Oleh

Dr. Nashir bin 'Abdirrahman bin Muhammad al-Juda'i

 

KEWAJIBAN BERPUASA RAMADHAN

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

 

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." [Al-Baqarah: 183]

 

Allah berfirman:

 

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

 

"Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendak-lah ia berpuasa pada bulan itu." [Al-Baqarah: 185]

 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

 

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسِيْنَ...

 

"Islam dibangun di atas lima (sendi)."

 

Kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan di antaranya, berpuasa di bulan Ramadhan. Kaum muslimin juga telah sepakat atas wajibnya berpuasa di bulan Ramadhan.

 

Namun demikian, terdapat perbedaan pendapat (ikhtilaf) mengenai (dasar) penamaan bulan ini dengan nama Ramadhan. Ada pendapat yang menyatakan (dari perspektif maknawi -pent) bahwa dinamakan Ramadhan karena turmadhu (تُرمَضُ) fiihidz Dzunuub (pada bulan ini dosa-dosa manu-sia dibakar) dan الرَّمْضَاءُ شِدَّةُ الْحُرِّ (ar-ramdhaa' maknanya panas membara).[1] Pendapat yang lainnya menyatakan bahwa dinamakan Ramadhan karena orang-orang Arab ketika mentransfer nama-nama bulan dari bahasa kuno, mereka menamakan bulan-bulan itu berdasarkan realita dan kondisi yang terjadi ketika zaman itu. Lalu secara kebetulan bulan ini jatuh tepat pada cuaca yang panas membakar, maka dinamakan bulan ini dengan nama Ramadhan. [2]

 

KEBERKAHAN BULAN RAMADHAN DAN KEUTAMAANNYA

Bulan Ramadhan memiliki banyak keberkahan, keutamaan dan berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan lainnya.

 

Keberkahan pertama, adalah bahwa puasa Ramadhan merupakan penyebab terampuninya dosa-dosa dan terhapusnya berbagai kesalahan.

 

Sebagaimana hadits yang terdapat dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:

 

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

 

"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala (dari Allah Subhanahu wa Ta'ala), niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." [3]

 

Dan dalam Shahiih Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

 

اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرَ.

 

"Shalat fardhu lima waktu, shalat Jum'at ke Jum'at berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antara masa tersebut seandainya dosa-dosa besar dijauhkannya."[4]

 

Keberkahan kedua, pada bulan ini terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu malam lailatul Qadar. Namun mengenai hal ini akan dibahas secara khusus dan tersendiri pada bab selanjutnya.

 

Keberkahan ketiga, terdapat banyak hadits lain yang menjelaskan keutamaan dan keistimeaan bulan yang sangat barakah ini, di antaranya hadits yang termaktub dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

 

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ.

 

"Apabila Ramadhan datang maka pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan syaitan-syaitan dibelenggu." [5]

 

Sedangkan dalam riwayat an-Nasa-i dan Imam Ahmad terdapat tambahan: "Telah datang kepadamu Ramadhan, bulan yang penuh barakah." [6]

 

Keberkahan keempat, di antara keberkahan bulan ini adalah kaum Muslimin dapat meraih banyak keutamaan dan manfaat puasa yang bersifat ukhrawi maupun duniawi, di antaranya yaitu:

 

1. Keutamaan-Keutamaan Duniawi

Pertama : Ketakwaan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

 

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." [Al-Baqarah: 183]

 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan dalam kitab ash-Shahiihain:

 

وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ.

 

"Puasa itu adalah perisai, jika suatu hari salah seorang di antara kalian dalam keadaan berpuasa, maka hendaknya dia tidak berkata kotor dan berteriak-teriak. Jika seseorang mencela dan mencacinya, hendaknya ia mengatakan, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa.'" [7]

 

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Puasa adalah perisai," maknanya bahwa puasa memelihara pelakunya dari adzab Neraka pada hari Kiamat, puasa memeliharanya dari hawa nafsu dan kemungkaran dalam kehidupan dunianya. [8] Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah membimbing orang yang berpuasa untuk meninggalkan perkataan kotor dan keji, perbuatan-perbuatan yang buruk serta meninggalkan emosi kemarahan. Dan akhlak pelaku puasa yang mulia ini akan membantunya meraih derajat takwa. Itulah perangai yang terpuji.

 

Kedua : Pelipatgandaan Pahala.

Berdasarkan hadits yang tertera dalam kitab ash-Shahiihain dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhhu:

 

قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ...

 

"Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, 'Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku. Akulah yang akan mengganjarnya...'"

 

Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan:

 

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي.

 

"Setiap amal yang dilakukan anak Adam akan dilipatgandakan. Satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Lalu Allah Azza wa Jalla berfirman, "Kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang memberi ganjarannya. Orang yang berpuasa meninggalkan syahwat dan makannya demi Aku semata." [9]

 

Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, "Firman Allah Ta'ala yang menyatakan, 'Dan Aku-lah yang memberi ganjarannya,' merupakan penjelasan yang nyata tentang kebesaran karunia Allah dan melimpahnya balasan pahala-Nya karena sesungguhnya orang yang mulia dan dermawan jika mengabarkan bahwa dia sendiri yang akan menanggung balasannya, ini menunjukkan betapa besar kadar balasan yang dia persembahkan dan betapa luas pemberian yang Dia berikan." [10]

 

Ketiga : Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih baik di sisi Allah Ta'ala daripada wangi minyak kesturi.

 

Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :

 

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ.

 

"Demi Rabb yang jiwa Muhammad (berada) di tangan-Nya, sungguh bau mulut seorang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada wangi minyak kesturi."

 

Al-khaluuf artinya perubahan bau mulut sebagai akibat dari puasa. Namun hal ini ternyata baik di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bahkan disukai-Nya. Hal ini menunjukkan betapa agung perkara pu-asa di sisi Allah Ta'ala. Sampai-sampai sesuatu yang menurut manusia dibenci dan dianggap jijik, ternyata di sisi Allah merupakan sesuatu yang disukai. Karena hal tersebut dibangun di atas sendi puasa yang merupakan implementasi dari ketaatan kepada Allah.

 

Keempat : Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa itu mendapatkan dua kebahagiaan

Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :

 

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ.

 

"Bagi orang yang berpuasa itu ada dua kebahagiaan, berbahagia pada saat dia berbuka, berbahagia dengan puasanya itu dan pada saat ia berjumpa Rabb-nya." [11]

 

Kelima : Pengistimewaan terhadap orang-orang yang berpuasa dengan masuknya mereka ke dalam Surga lewat pintu khusus yang bernama ar-Rayyaan.

 

Dalilnya adalah hadits Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:

 

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ."

 

"Sesungguhnya di Surga itu ada sebuah pintu yang disebut ar-Rayyaan. Pada hari Kiamat nanti orang-orang yang suka berpuasa akan masuk Surga lewat pintu itu. Tidak ada seorang pun selain mereka yang diperkenankan (untuk masuk Surga) lewat pintu itu." [12]

 

2. Manfaat Puasa Yang Bersifat Mendidik Dan Sosial

Pertama : Membiasakan diri untuk bersabar dan untuk menghadapi berbagai kesulitan dan musibah.

Oleh karena itu, bulan ini disebut bulan kesabaran (syahru ash-shabri). Makna asal ash-shabru (kesabaran) adalah al-habsu (mengekang, menahan diri). Maka, di dalam puasa terdapat pengekangan atau penahanan diri dari (syahwat) makan dan sebagian (nafsu) kelezatan. [13] Hal ini akan menguatkan keinginan orang yang berpuasa.

 

Kedua : Pembinaan akhlak.

Diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:

 

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ ِلهِg حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ.

 

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh (terhadap puasanya) walaupun ia meninggalkan makan dan minumnya." [14]

 

Hakekat puasa adalah berpuasanya kedua mata dari memandang sesuatu yang haram, beruasanya pendengaran dari mendengar sesuatu yang diharamkan, puasanya lisan dari perkataan dusta, keji dan sejenisnya dan berpuasanya seluruh anggota tubuh dari melakukan sesuatu yang haram. Dalam ritual puasa terdapat pendidikan bagi setiap individu mengenai persamaan antara yang fakir dan yang kaya, berbuat baik kepada kaum fakir dan miskin.

 

3. Manfaat Kesehatan

Pertama : Membebaskan tubuh dari lemak-lemak yang bertumpuk -apalagi pada orang-orang yang hidup mewah- yang seringkali menjadi sumber penyakit ketika lemak-lemak itu terus bertambah.

 

Sakit dari jenis ini merupakan penyakit kegemukan. Maka, lapar merupakan cara terbaik untuk mengatasi kegemukan tersebut.

 

Kedua : Membuang kotoran-kotoran tubuh, racun-racun tubuh yang bertumpuk dan cairan-cairan tubuh yang merusak. Meringankan aliran darah pada urat nadi dan menjaganya dari tertutupnya pembuluh darah.

 

Ketiga : Puasa memiliki pengaruh positif terhadap banyak penyakit, di antaranya untuk sakit maag, tekanan darah tinggi, stress maupun depresi. [15] Karena itu puasa mempunyai dampak positif yang mengagumkan dalam menjaga kesehatan. Apalagi puasa itu dijalani secara benar dan terarah pada waktu-waktu yang paling utama (afdhal) menurut syari'at. Secara pasti tubuh membutuhkan proses seperti puasa, sebagaimana diisyaratkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam bukunya, at-Thibbun Nabawi. [16] Para dokter di dunia barat telah memperhatikan puasa sebagai salah satu cara yang efektif dari berbagai model terapi medis. Sebagian mereka mengatakan, "Sesungguhnya faedah lapar dalam terapi medis memiliki keunggulan yang berlipat kali dari penggunaan obat-obatan. [17] Dokter yang lainnya mengatakan, "Sesungguhnya puasa sebulan penuh dapat menghilangkan berbagai sisa-sisa kotoran badan selama setahun. [18] Inilah hal paling nyata dari manfaat puasa dan barakahnya di dunia dan akhirat, puasa yang telah diwajibkan Allah kepada kaum Muslimin sebulan penuh dalam setahun. Dia-lah puasa Ramadhan yang penuh barakah itu.

 

Keberkahan kelima, yaitu besarnya keutamaan amal shalih yang dilakukan dalam bulan ini, dan besarnya motivasi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memacu kaum Muslimin beramal shalih pada bulan ini. Di antara amal shalih yang dimaksud adalah sebagai berikut:

 

Pertama : Qiyaamul lail

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi motivasi (kepada para Sahabat) untuk mendirikan qiyaam Ramadhaan (shalat malam Ramadhan) tanpa menyuruh mereka dengan paksaan. Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

 

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

 

'Barangsiapa yang mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala (dari Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.'"

 

Lalu setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal sekalipun, ibadah ini terus berlanjut. Dan terus berlanjut pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq dan permulaan masa kekhalifahan 'Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu. [19] Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat Tarawih bersama Sahabat-Sahabat beliau Radhiyallahu anhum, kemudian beliau meninggalkannya lantaran khawatir kaum Muslimin menganggap wajib hukumnya shalat tersebut. Kemudian 'Umar bin al-Khaththab berinisiatif untuk mengumpulkan orang-orang di masjid menunaikan shalat Tarawih. [20] Dan alhamdulillaah, ritual (syi'ar) seperti ini masih terus berlangsung hingga hari ini. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat sungguh-sungguh dan giat dalam beribadah serta berdo'a pada sepuluh malam terakhir (al-'asyrul awaakhir) dari bulan Ramadhan.

 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِي الله عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ.

 

"Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata, 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila memasuki sepuluh hari (yang terakhir di bulan Ramadhan), beliau menghidupkan malam, membangunkan keluarganya dan mengencangkan kainnya .'" [21][22]

 

Kedua : Ash-Shadaqah.

Imam al-Bukhari dan Muslim mengeluarkan hadits dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu nahuma, dia berkata:

 

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيْلُ كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ الْمُرْسَلَةِ.

 

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dalam kebaikan. Dan beliau lebih dermawan lagi ketika di bulan Ramadhan pada saat Jibril menemuinya. Maka pada saat Jibril menemuinya, ketika itulah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih dermawan dalam kebaikan dari pada angin yang berhembus."

 

Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah anjuran untuk memperbanyak berderma dan bersedekah, lebih-lebih lagi dalam bulan Ramadhan yang penuh barakah ini.

 

Ketiga : Tilaawah al-Qur-aanil Kariim.

Disunnahkan untuk memperbanyak tilaawah al-Qur-an (membaca al-Qur-an) pada bulan Ramadhan. Pada bulan inilah al-Qur-an diturunkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu mengulang-ulang hapalannya bacaan al-Qur-annya bersama Jibril, satu kali di setiap Ramadhan. Sebagaimana yang tertera dalam hadits Ibnu 'Abbas Radhiyallahu anhuma. Dalam hadits itu disebutkan:

 

وَكَانَ جِبْرِيْلُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِيْ رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ.

 

"Jibril menemuinya setiap malam pada bulan Ramadhan hingga terbaring. Saat itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan hapalan bacaan al-Qur-annya pada Jibril." [23]

 

Para Salafush Shalih Radhiyallahu anhum memperbanyak bacaan al-Qur-annya di dalam shalat maupun pada kesempatan lainnya. [24]

 

Keempat : Al-I'tikaaf.

I'tikaaf yaitu berdiam diri di masjid untuk beribadah dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta'ala. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ber-i'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Dalam hadits 'Aisyah Radhiyallahua anhuma disebutkan:

 

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.

 

"Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ber-i'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, (amalan ini terus dilakukannya-pent) hingga Allah mewafatkannya. Kemudian istri-istri beliau meneruskan amal ber-i'tikaf sepeninggalnya." [25]

 

Tidak diragukan lagi bahwa i'tikaf akan membantu pelakunya berkonsentrasi untuk melakukan ibadah dan bertaqarrub kepada Allah Jalla wa 'Alaa. Lebih lagi pada saat-saat yang dimulia-kan, seperti bulan Ramadhan atau sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.

 

Kelima : Al-'Umrah

Dalil yang menunjukkan keutamaan melaksanakan 'Umrah pada bulan Ramadhan adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada seorang wanita Anshar yang tidak sempat melaksanakan haji bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

 

فَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَاعْتَمِرِي فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً.

 

"Apabila datang bulan Ramadhan, maka laksanakanlah 'umrah kamu, sesungguhnya 'umrah pada bulan Ramadhan nilainya setara dengan Haji."

 

Dalam riwayat lain disebutkan: "('Umrah pada Ramadhan itu) dapat menggantikan Haji atau menggantikan Haji bersamaku." [26] Maksudnya, nilai pahala 'umrahnya wanita Anshar menyamai nilai pahala ber-Haji, bukannya 'umrah tersebut dapat menggantikan kedudukan hukum wajibnya Haji, sehingga dapat menggugurkan hukum wajibnya haji tersebut, bukanlah demikian. [27]

 

Keberkahan keenam, bahwasanya keberkahan-keberkahan Ramadhan adalah banyak peristiwa-peristiwa besar nan mulia yang terjadi di bulan ini. Dan sesungguhnya dari sekian banyak peristiwa penting yang terjadi di bulan yang penuh berkah ini, maka peristiwa yang paling fenomenal dan sangat bermanfaat untuk ummat manusia adalah peristiwa turunnya al-Qur-an al-Karim.

 

Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

 

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ

 

"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)..." [Al-Baqarah: 185]

 

Sedangkan di antara peristiwa fenomenal lainnya yang sarat manfaat, adalah sebagai berikut:

 

Pertama, Perang Badar Kubra, yang dinamakan sebagai yaumul Furqaan (hari Pembeda).

 

Pada hari itu Allah memisahkan dan membedakan antara kebenaran dan kebathilan. Maka, ketika itu, kelompok minoritas yang beriman meraih kemenangan atas kelompok besar yang kafir yang jauh lebih unggul dalam hal kuantitas pasukan dan perbekalan. Peristiwa ini terjadi pada tahun kedua Hijriyyah.

 

Kedua, Futuh Makkah

Sesungguhnya Allah telah memberi nikmat besar pada kaum mukminin dengan futuh (penaklukan) yang penuh barakah ini. Orang-orang secara berbondong-bondong masuk ke dalam Islam, lalu jadilah Makkah sebagai Daarul Islam (negeri Islam), setelah sebelumnya menjadi pusat kesyirikan orang-orang musyrik. Peristiwa ini terjadi pada tahun kedelapan Hijriyah.

 

Ketiga, Perang Hiththin pada tahun 584 H.

Dalam peperangan ini kaum Salibis mengalami kekalahan yang telak. Dan Shalahuddin al-Ayubi meraih kemenangan-kemenangan besar, lalu mengembalikan hak-hak kaum muslimin dan merebut kembali Baitul Maqdis.

 

Keempat, Peperangan 'Ain Jaluut

Inilah peperangan sengit yang diakhiri dengan kemenangan bagi kaum muslimin atas pasukan Tartar. Peperangan ini terjadi pada tahun 658 Hijriyyah.

 

Setelah kami memaparkan secara global berbagai keutamaan yang menjadi keistimewaan bulan Ramadhan, dan sekian banyak keberkahan yang terkandung di dalam bulan mulia ini, maka tidak ada upaya kecuali aku berdo'a untuk saudara-saudaraku sesama muslim agar mereka terus meneguk berbagai keutamaan itu, dan bisa meraih berkah-berkah itu sebagai implementasi dari perintah Allah Ta'ala dan mengikuti Sunnah Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, para Sahabat beliau Radhiyallahu anhum yang mulia, dan para pendahulu dari ummat yang terpilih ini, serta sebagai upaya mendulang berbagai manfaat yang bersifat ukhrawi maupun duniawi, juga dari berbagai kebaikan yang luas.

 

[Disalin dari buku At Tabaruk Anwaa'uhu wa Ahkaamuhu, Judul dalam Bahasa Indonesia Amalan Dan Waktu Yang Diberkahi, Penulis Dr. Nashir bin 'Abdirrahman bin Muhammad al-Juda'i, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

_______

Footnote

[1]. Fathul Baari (IV/113).

[2]. Ash-Shihhaah, karya al-Jauhari (III/1081), dengan sedikit perubahan. 

[3]. Shahih al-Bukhari (II/228) Kitaabush Shaum bab Man Shaama Ramadhaana liman wa Ihtisaaban wa Niyyatan dan Shahih Muslim (I/524) Kitaabush Shalaah al-Musaafiriin bab at-Targhiib fii Qiyaami Ramadhaan. 

[4]. Shahih Muslim (I/209) Kitaabuth Thahaarah bab ash-Shala-waatil Khamsi wal Jumlah ilal Jumu'ah.

[5]. Shahih al-Bukhari (II/227) Kitaabush Shaum bab Hal Yuqaalu Ramadhaanu aw Syahru Ramadhaan.

[6]. Sunan an-Nasa-i (IV/129) Kitaabush Shiyaam bab Fadhlu Syahri Ramadhaan dan Musnad Imam Ahmad (II/230)

[7]. Shahih al-Bukhari (II/228) Kitaabush Shaum bab Hal Yaquulu innii Shaa-im dan Shahih Muslim (II/807) Kitaabush Shiyaam bab Fadhlu ash-Shiyaam.

[8]. Fat-hul Baari (IV/104).

[9]. Shahih Muslim (II/807) Kitaabush Shiyaam bab Fadhlush Shiyaam.

[10]. Syarhun Nawawi li Shahiih Muslim (VIII/29).

[11]. Ini merupakan bagian akhir dari kutipan hadits Abu Hurairah yang telah disebutkan dan ditakhrij sebelumnya.

[12]. Shahih al-Bukhari (II/226) Kitaabush Shaum bab ar-Rayyaan lish Shaaimiin dan Shahih Muslim (II/808) Kitaabush Shiyaa-mi bab Fadhlish Shiyaam.

[13]. Syarhus Sunnah, karya al-Baghawi (VI/219). 

[14]. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahihnya (II/ 228) Kitaabush Shaum bab Man lam Yada' Qaula az-Zuur wal 'Amala bihi fish Shaum.

[15]. Dari Tafsiir al-Manaar (II/138) dan kitab Shuumuu Tashihhuu, karya Syaikh Sa'id al-Ahmari (hal. 16, 18), dan banyak sekali referensi dari buku-buku serta majalah-majalah kedok-teran (medis) yang telah mengupas manfaat puasa bagi kesehatan.

[16]. Ath-Thibbun Nabawi, hal 258.

[17]. Disadur dari kitab Shuumuu Tashihhuu, Syaikh Sa'id al-Ahmari (hal. 17).

[18]. Tafsiir al-Manaar (II/148).

[19]. Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya (I/523) kitab Shalaatil Musaafiriin.

[20]. Lihat hadits-hadits yang menunjukkan perkara ini dalam Shahih al-Bukhari (II/252) kitab Shalaah at-Taraawiih dan Shahih Muslim (I/524) kitab Sha-laatil Musaafiriin.

[21]. Para ulama berbeda pendapat mengenai makna (شَدَّ الْمِئْزَرَ), ada yang berpendapat maknanya adalah bersungguh-sungguh dalam beribadah dengan meningkatkan (kualitas dan ku-antitas) ibadahnya dari yang biasa beliau lakukan. Pendapat lainnya memaknainya sebagai at-tasymiir (bersegera) dalam ibadah. Sedangkan pendapat yang lainnya lagi adalah menjauhi istri-istrinya dalam rangka menyibuki dirinya dalam beribadah. Lihat Syarhun Nawawi li Shahiih Muslim (VIII/71).

[22]. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya (II/255) kitab Fadhlu Lailatil Qadr bab al-A'mal fil 'Asyril Awaakhir min Ramadhaan dan Muslim dalam Shahihnya (II/832) kitab al-I'tikaaf bab al-Ijtihaad fil 'Asyril Awaakhir, lafazhnya milik Muslim.

[23]. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya (II/228) kitab ash-Shiyaam bab Ajwada maa Kaanan Nabiyyu fii Ramadhaan dan Muslim dalam Shahihnya (IV/1803) kitab al-Fadhaa-il bab Kaanan Nabiyyu Ajwadan Naasi bil Khairi minar Riihil Mursalah, dan lafazhnya milik al-Bukhari.

[24]. Lihat kitab Majaalis Syahri Ramadhaan, karya Syaikh Ibnu 'Ustaimin (hal. 24).

[25]. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya (II/255) kitab al-I'tikaaf bab al-I'tikaaf fil 'Asyril Awaakhir dan Imam Muslim dalam Shahihnya (II/831) kitab al-I'tikaaf bab I'tikaaf al-Asyril Awaakhir min Ramadhaan.

[26]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya (II/200) kitab al-'Umrah bab 'Umrah fii Ramadhaan dan Muslim dalam Shahihnya (II/918) kitab al-Hajj bab Fadhlil 'Umrah fii Ramadhaan.

[27]. Lihat Syarhun Nawawi li Shahiih Muslim (IX/2) dan Fat-hul Baari (III/604).

Disclaimer:
The contents of this email, together with its attachments, may contain confidential information belong to Virginia Indonesia Co., LLC ("VICO") and Virginia Indonesia Co., CBM Limited  ("VICO CBM"). If you are not the intended recipient, please notify the sender immediately and delete this e-mail from your system, and you should not disseminate, distribute, copy or otherwise use this email or any part thereof.

Selasa, 25 Juni 2013

FW: Meminta Akhirat

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Wednesday, June 26, 2013 6:54 AM
To: BDI
Subject: Meminta Akhirat

 

Meminta Akhirat

Selasa, 25 Juni 2013, 14:46 WIB

Dzikir kepada Allah (ilustrasi).

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zainal Arifin
Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW melihat semangat dan kesungguhan Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami dalam membantu dan melayani keperluan beliau, Rasulullah bersabda, “Mintalah kepadaku wahai Rabi’ah! Niscaya aku akan memberimu.”

Mendengar tawaran itu, Rabi’ah lalu menjawab, “Aku akan berpikir dahulu wahai Rasulullah! Nanti aku akan memberitahukannya kepadamu.”

Maka, Rabi’ah pun berpikir apa yang hendak ia minta dari sang kekasih Allah tersebut. Sudah barang tentu semua yang dipinta dapat dipenuhi Rasulullah, baik itu urusan yang bersifat dunia maupun urusan akhirat kelak. Karena, Rasulullah sangat dimuliakan Allah SWT sehingga doa dan permintaannya akan dikabulkan.

Dalam benak Rabi’ah, jika ia meminta dunia,  itu sungguh sesuatu yang hanya bersifat sementara. Semua yang ada di dalamnya fana dan pasti akan lenyap dalam sekejap mata.

Dan sesungguhnya selama hidup di dunia ini, Allah telah memberi rezeki yang cukup dan selalu mendatangi siapa pun hamba-Nya yang memerlukan.

Setelah merenung dan terus memikirkannya, Rabi’ah mencapai suatu tekad untuk meminta akhirat. Ia menemui Rasulullah untuk menyampaikan permintaannya. Tatkala Rasulullah didatangi Rabi’ah, beliau bertanya, ”Apakah yang telah kamu perbuat wahai Rabi’ah?”

Rabi’ah Menjawab, “Wahai Rasulullah, aku meminta kepadamu agar engkau sudi memberi syafaat kepadaku di sisi Rabbmu, agar Dia membebaskanku dari api neraka.” Mendengar permohonan Rabi’ah itu, Rasulullah kembali bertanya, “Siapakah kiranya yang telah menyuruhmu untuk meminta hal ini?”

Rabi’ah menjelaskan, tidak ada seorang pun yang menyuruhnya meminta demikian. Permintaan itu lahir setelah ia berpikir dan merenungi jika segala yang ada di dunia ini hanyalah bersifat sementara.

Rabi’ah hanya meminta Rasulullah yang kedudukannya begitu mulia di sisi Allah, berkenan mendoakannya agar selamat di akhirat yang abadi.

Mendengar penjelasan Rabi’ah, Rasulullah berdiam sejenak lalu bersabda, “Aku akan memenuhi permintaanmu, bantulah aku atas dirimu dengan engkau banyak-banyak bersujud (banyak melaksanakan shalat).” (Sebagaimana diriwayatkan oleh sang pelaku sejarah Imam Ahmad bin Hanbal).

Subhanallah … itulah yang dipinta Rabi’ah ketika mendapat kesempatan emas. Seandainya ia meminta jabatan, harta, dan kesenangan dunia, pasti Rasulullah tetap berupaya memberikannnya.

Sebaliknya, kesempatan emas yang belum tentu didapatkan setiap manusia itu, Rabi’ah gunakan untuk mempersiapkan kehidupannya di akhirat.

Ia meminta agar selamat dari api neraka dan menikmati indahnya surga yang abadi. Demikianlah sekiranya kita yang mengaku sebagai umat Rasulullah, jika ada tawaran dari pemimpin kita atau dari siapa pun yang itu bersifat duniawi bahkan penuh dengan konspirasi. Sepatutnya kita menolak tanpa ragu.

Sungguh, segala kenikmatan di dunia ini, sejatinya banyak berupa jebakan setan, yang dapat menjerumuskan umat manusia ke dalam neraka. Mari berhati-hati dan selalu meminta keselamatan akhirat yang abadi.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

 

 

FW: Empat Macam Hati

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Wednesday, June 26, 2013 6:49 AM
To: BDI
Subject: Empat Macam Hati

 

Empat Macam Hati

Tuesday, 25 June 2013, 12:11 WIB

Berdoa agar hati kita selalu terjaga

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Imron Baehaqi MA*
Sebuah ayat al-Quran yang mengandung doa menuturkan, “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau palingkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah rahmat dari sisiMu kepada kami, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS. Ali Imran [3]:8).

Konten doa ayat di atas tidaklah diucapkan dan diamalkan kecuali oleh orang-orang yang akal dan hatinya bersih (Ulil Albab). Mereka bermunajat dengan harapan dan tujuan agar hatinya tetap berada dalam proteksi hidayah Allah dan terjaga dari berbagai macam jalan yang menyesatkannya.

Oleh sebab itu, sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menunjukan tentang pentingnya kedudukan hati di antara unsur jasmani dan kebendaan lainnya.

Sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta kamu sekalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amalmu yang ikhlas.” (HR. Muslim).
 
Menurut riwayat dari Abi Sa’id RA, terdapat empat macam hati yang disebutkan oleh baginda Rasulullah SAW. Hadits ini bisa dijumpai juga dalam sebuah buku yang berjudul Kitab al-Kabair, karangan Syeikh Imam Abi al-Hasan Muhammad bin Abdul Wahab.

Pertama, Qalbun Ajrad (hati yang murni), yaitu hati laksana lentera yang memancarkan cahaya. Hati ini membuka pintu-pintunya untuk mendengar dan menerima kebenaran (alhaq).

Itulah hati orang-orang Mukmin yang menjalankan ketaatan kepada Allah dan RasulNya secara konsisten. Jenis hati ini disebut juga sebagai Qalbun Shaleh (hati yang sehat).  

Kedua, Qalbun Aghlaf, hati yang keras dan tertutup untuk menerima kebenaran dan petunjuk dari Allah. Ia disebut juga sebagai Qolbun Mayyit (hati yang mati) karena tidak mengenal dan mengakui Allah sebagai Tuhannya.

Ketika diseru pun ke jalanNya, maka seruan itu tidak berfaedah sama sekali disebabkan hatinya sudah tertutup. (QS. Al-An’am [6]:25). Tidak lain, jenis hati ini adalah hatinya orang-orang kafir.

Ketiga, Qalbun Mankus (hati yang terbalik). Yaitu hati orang-orang munafik. Hati ini sebetulnya mengetahui kebenaran Islam sebagai agama samawi, akan tetapi ia berbuat inkar. Bahkan ia memusuhi dan menghalang-halangi orang lain untuk mengikuti kebenaran tersebut.

Kempat Qalbun Mushaffah. Yaitu, hati yang di dalamnya terdapat dua unsur sekaligus, keimanan dan kemunafikan. Kedua unsur ini saling tarik-menarik sehingga terkadang hati tersebut condong dan dekat kepada keimanan dan terkadang kepada kekufuran, tergantung kepada salah satu yang mendominasinya.

Jenis hati ketiga dan kempat ini disebut Qalbun Maridh (hati yang sakit) karena terdapat penyakit atau  virus yang menyerangnya, yaitu berupa fitnah syahwat (nafsu) dan shubhat (sikap ragu) dengan motivasi syaitan yang terkutuk.

Sebagai bahan muhasabah diri, masing-masing di antara kita dapat mengetahui secara jujur dan objektif, tipe hati manakah yang sebenarnya kita miliki dari keempat macam hati di atas.

Mudah-mudahan kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mempunyai tipe hati yang pertama, yaitu hati yang murni dan sehat. Di antara kuncinya adalah mengamalkan do’a yang diajarkan al-Quran, sebagaimana disebutkan di atas.  Wallahu alMusta’an.

*Pengurus PCIM Malaysia, Bidang Dakwah

Redaktur : Heri Ruslan