Minggu, 30 Desember 2012

FW: Tahun Baru dan Semangat Baru


-------------------------------------------
From: BDI
Sent: Monday, December 31, 2012 7:45:15 AM
Subject: FW: Tahun Baru dan Semangat Baru
Auto forwarded by a Rule


Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Monday, December 31, 2012 6:40 AM
To: BDI
Subject: Tahun Baru dan Semangat Baru

 

Tahun Baru dan Semangat Baru

Jumat, 28 Desember 2012, 11:35 WIB

 

Umat Islam sambut malam malam tahun baru dengan mengikuti Dzikir Nasional di Masjid At Tin, Kompleks TMII, Jakarta, Sabtu (31/12) malam.

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein
 
Pekan depan, dunia sudah memasuki tahun baru 2013 Masehi. Meski bukan kalender Hijriah, namun memasuki tahun yang baru ini patut kiranya memberikan semangat baru untuk terus memacu memperbaiki hidup.

Sebagai umat Islam, semangat merayakan pergantian tahun baru bukan sekadar dengan menggelar pesta kembang api atau menghabiskan malam dengan pesta terompet. Namun pergantian tahun ini selayaknya memberikan kita semangat baru dalam membuat karya nyata dan prestasi hidup.

Bagi umat Islam memiliki keyakinan bahwa waktu merupakan merefleksikan diri dalam kehidupan dunia yang akan dipertangung jawabkan di akherat nanti.  Sebagaimana sudah tertulis di dalam Al-Quran yang berbunyi artinya,
“Adalah orang yang merugi jika hari ini sama dengan hari kemarin dan hari esok lebih buruk dengan hari ini. Dan kamu akan termasuk kaum yang beruntung jika hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.”

Pemahaman itu memberikan keyakinan bagi kita bahwa waktu bukan sekadar kumpulan angka-angka yang tertera pada jarum jam atau di kalender. Tetapi waktu adalah sesuatu yang harus dipertanggung jawabkan oleh Allah SWT, Sang Pemilik Zaman.

Memaknai pergantian tahun itu sebagai momentum perubahan budaya secara individual (ibda’ binafsih), keluarga dan masyarakat yang selama tahun sebelumnya mungkin masih ada kekurangan atau kealpaan, diarah lebih baik di masa mendatang.

Perubahan ini bisa terjadi apabila setiap jiwa umat Islam mampu ‘menghijrahkan’ seluruh kekuatannya (pemikiran dan tindakannya) bagi kemajuan dalam kehidupan secara pribadi.

Perubahan yang dimulai dari rumah tangga dan dilanjutkan  melalui lembaga pendidikan akan membawa dampak positif sejalan dengan perkembangan. Semua itu harus dimulai dari sekarang sebagai menciptakan negerasi muda Islami yang mampu melakukan perubahan dalam kehidupan. Sebab sudah digariskan dalam Islam bahwa “Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang akan mengubahnya”.

Karena itu ada tidaknya perubahan dalam kehidupan seseorang atau kelompok masyarakat sangat tergantung pada individu atau kelompok tersebut. Itu langkah minimal yang sejatinya dilakukan setiap muslim dalam memaknai pergantian tahun ini.

Intinya, Islam juga mengajarkan, bahwa hari-hari yang dilalui hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Setiap Muslim dituntut untuk selalu berprestasi, yaitu menjadi lebih baik dari hari ke hari, begitu seterusnya.
           
Dengan keyakinan itu, maka orientasi kerja-kerja keduniaan yang selama ini kita lakukan patut kiranya di tahun 2013 kita ubah berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan (ma’rufat) dan membersihkannya dari pelbagai kejahatan (munkarat).

Dalam hal ini, ma’rufat mencakup segala kebajikan (virtues) dan seluruh kebaikan (good qualities) yang diterima oleh manusia sepanjang masa, sedangkan munkarat menunjuk pada segenap kejahatan dan keburukuan yang selalu bertentangan dengan nurani manusia. Nilai kebaikan bisa diejawantahakn dengan bekerja berprinsip nilai kejujuran dan profesionalitas.

Sikap jujur sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW agar dapat berperilaku yang baik dengan “menjauhi dusta karena dusta akan membawa kepada dosa dan dosa membawamu ke neraka. Biasakanlah berkata jujur karena jujur akan membawamu kepada kebajikan dan membawamu ke surga.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pribadi yang jujur merupakan roh kehidupan yang teramat fundamental, karena setiap penyimpangan dari prinsip kejujuran pada hakikatnya akan berbenturan dengan suara hati nurani. Seperti contoh, para penyelenggara negara pada setiap aktivitas dalam rangka melayani masyarakat tentunya tidak menanggalkan prinsip kejujuran.

Dengan pemahaman itu, maka patutnya pergantian dari tahun 2012 menuju tahun 2013 ini kita jadikan sebagai momentum mengubah diri menuju perubahan dalam segala bidang sebagai upaya penyatuan umat Islam Indonesia. Semoga

Redaktur: Heri Ruslan

 

 

FW: Tahun Baru dan Semangat Baru


-------------------------------------------
From: BDI
Sent: Monday, December 31, 2012 7:45:15 AM
Subject: FW: Tahun Baru dan Semangat Baru
Auto forwarded by a Rule


Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Monday, December 31, 2012 6:40 AM
To: BDI
Subject: Tahun Baru dan Semangat Baru

 

Tahun Baru dan Semangat Baru

Jumat, 28 Desember 2012, 11:35 WIB

 

Umat Islam sambut malam malam tahun baru dengan mengikuti Dzikir Nasional di Masjid At Tin, Kompleks TMII, Jakarta, Sabtu (31/12) malam.

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein
 
Pekan depan, dunia sudah memasuki tahun baru 2013 Masehi. Meski bukan kalender Hijriah, namun memasuki tahun yang baru ini patut kiranya memberikan semangat baru untuk terus memacu memperbaiki hidup.

Sebagai umat Islam, semangat merayakan pergantian tahun baru bukan sekadar dengan menggelar pesta kembang api atau menghabiskan malam dengan pesta terompet. Namun pergantian tahun ini selayaknya memberikan kita semangat baru dalam membuat karya nyata dan prestasi hidup.

Bagi umat Islam memiliki keyakinan bahwa waktu merupakan merefleksikan diri dalam kehidupan dunia yang akan dipertangung jawabkan di akherat nanti.  Sebagaimana sudah tertulis di dalam Al-Quran yang berbunyi artinya,
“Adalah orang yang merugi jika hari ini sama dengan hari kemarin dan hari esok lebih buruk dengan hari ini. Dan kamu akan termasuk kaum yang beruntung jika hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.”

Pemahaman itu memberikan keyakinan bagi kita bahwa waktu bukan sekadar kumpulan angka-angka yang tertera pada jarum jam atau di kalender. Tetapi waktu adalah sesuatu yang harus dipertanggung jawabkan oleh Allah SWT, Sang Pemilik Zaman.

Memaknai pergantian tahun itu sebagai momentum perubahan budaya secara individual (ibda’ binafsih), keluarga dan masyarakat yang selama tahun sebelumnya mungkin masih ada kekurangan atau kealpaan, diarah lebih baik di masa mendatang.

Perubahan ini bisa terjadi apabila setiap jiwa umat Islam mampu ‘menghijrahkan’ seluruh kekuatannya (pemikiran dan tindakannya) bagi kemajuan dalam kehidupan secara pribadi.

Perubahan yang dimulai dari rumah tangga dan dilanjutkan  melalui lembaga pendidikan akan membawa dampak positif sejalan dengan perkembangan. Semua itu harus dimulai dari sekarang sebagai menciptakan negerasi muda Islami yang mampu melakukan perubahan dalam kehidupan. Sebab sudah digariskan dalam Islam bahwa “Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang akan mengubahnya”.

Karena itu ada tidaknya perubahan dalam kehidupan seseorang atau kelompok masyarakat sangat tergantung pada individu atau kelompok tersebut. Itu langkah minimal yang sejatinya dilakukan setiap muslim dalam memaknai pergantian tahun ini.

Intinya, Islam juga mengajarkan, bahwa hari-hari yang dilalui hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Setiap Muslim dituntut untuk selalu berprestasi, yaitu menjadi lebih baik dari hari ke hari, begitu seterusnya.
           
Dengan keyakinan itu, maka orientasi kerja-kerja keduniaan yang selama ini kita lakukan patut kiranya di tahun 2013 kita ubah berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan (ma’rufat) dan membersihkannya dari pelbagai kejahatan (munkarat).

Dalam hal ini, ma’rufat mencakup segala kebajikan (virtues) dan seluruh kebaikan (good qualities) yang diterima oleh manusia sepanjang masa, sedangkan munkarat menunjuk pada segenap kejahatan dan keburukuan yang selalu bertentangan dengan nurani manusia. Nilai kebaikan bisa diejawantahakn dengan bekerja berprinsip nilai kejujuran dan profesionalitas.

Sikap jujur sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW agar dapat berperilaku yang baik dengan “menjauhi dusta karena dusta akan membawa kepada dosa dan dosa membawamu ke neraka. Biasakanlah berkata jujur karena jujur akan membawamu kepada kebajikan dan membawamu ke surga.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pribadi yang jujur merupakan roh kehidupan yang teramat fundamental, karena setiap penyimpangan dari prinsip kejujuran pada hakikatnya akan berbenturan dengan suara hati nurani. Seperti contoh, para penyelenggara negara pada setiap aktivitas dalam rangka melayani masyarakat tentunya tidak menanggalkan prinsip kejujuran.

Dengan pemahaman itu, maka patutnya pergantian dari tahun 2012 menuju tahun 2013 ini kita jadikan sebagai momentum mengubah diri menuju perubahan dalam segala bidang sebagai upaya penyatuan umat Islam Indonesia. Semoga

Redaktur: Heri Ruslan

 

 

FW: KETIKA MALAIKAT MENCABUT NYAWA


-------------------------------------------
From: BDI
Sent: Monday, December 31, 2012 7:44:53 AM
Subject: FW: KETIKA MALAIKAT MENCABUT NYAWA
Auto forwarded by a Rule


Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Taufik Rahim
Sent: Saturday, December 29, 2012 8:52 AM
To: BDI
Subject: KETIKA MALAIKAT MENCABUT NYAWA

 

KETIKA MALAIKAT MENCABUT NYAWA

Bismillahir-Rahmaanir-Rahhiim ...

Baginda Rasullullah SAW bersabda:
"Apabila telah sampai ajal seseorang itu, maka akan masuklah satu kumpulan malaikat ke dalam lubang-lubang kecil dalam badan dan kemudian mereka menarik rohnya melalui kedua-dua telapak kakinya sehingga sampai ke lutut.

Setelah itu datang pula sekumpulan malaikat yang lain masuk menarik roh dari lutut hingga sampai ke perut dan kemudiannya mereka keluar.

Datang lagi satu kumpulan malaikat yang lain masuk dan menarik rohnya dari perut hingga sampai ke dada dan kemudiannya mereka keluar. Dan akhir sekali datang lagi satu kumpulan malaikat masuk dan menarik roh dari dadanya hingga sampai ke kerongkong dan itulah yang dikatakan saat nazak orang itu."

Sambung Rasullullah SAW lagi :
"Kalau orang yang nazak itu orang yang beriman, maka malaikat Jibril as. akan menebarkan sayapnya yang disebelah kanan sehingga orang yang nazak itu dapat melihat kedudukannya di surga. Apabila orang yang beriman itu melihat syurga, maka dia akan lupa kepada orang yang berada disekelilinginya.

Ini adalah karena sangat rindunya pada surga dan melihat terus pandangannya kepada sayap Jibril as."

Kalau orang yang nazak itu orang munafik, maka Jibril as. akan menebarkan sayap disebelah kiri. Maka orang yang nazak tu dapat melihat kedudukannya di neraka dan dalam masa itu orang itu tidak lagi melihat orang di sekelilinginya. Ini adalah karena terlalu takutnya apabila melihat neraka yang akan menjadi tempat tinggalnya. Wallahu a'lam.

Doa Nabi Yusuf 'alaihis salam:

بِالصَّالِحِينَ وَأَلْحِقْنِي مُسْلِمًا تَوَفَّنِي

"
……..Ya Allah, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang soleh." (QS. Yuusuf: 101)

Aamiin Allahumma aamiin ...

Disclaimer:
The contents of this email, together with its attachments, may contain confidential information belong to Virginia Indonesia Co., LLC ("VICO") and Virginia Indonesia Co., CBM Limited  ("VICO CBM"). If you are not the intended recipient, please notify the sender immediately and delete this e-mail from your system, and you should not disseminate, distribute, copy or otherwise use this email or any part thereof.

FW: KETIKA MALAIKAT MENCABUT NYAWA


-------------------------------------------
From: BDI
Sent: Monday, December 31, 2012 7:44:53 AM
Subject: FW: KETIKA MALAIKAT MENCABUT NYAWA
Auto forwarded by a Rule


Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Taufik Rahim
Sent: Saturday, December 29, 2012 8:52 AM
To: BDI
Subject: KETIKA MALAIKAT MENCABUT NYAWA

 

KETIKA MALAIKAT MENCABUT NYAWA

Bismillahir-Rahmaanir-Rahhiim ...

Baginda Rasullullah SAW bersabda:
"Apabila telah sampai ajal seseorang itu, maka akan masuklah satu kumpulan malaikat ke dalam lubang-lubang kecil dalam badan dan kemudian mereka menarik rohnya melalui kedua-dua telapak kakinya sehingga sampai ke lutut.

Setelah itu datang pula sekumpulan malaikat yang lain masuk menarik roh dari lutut hingga sampai ke perut dan kemudiannya mereka keluar.

Datang lagi satu kumpulan malaikat yang lain masuk dan menarik rohnya dari perut hingga sampai ke dada dan kemudiannya mereka keluar. Dan akhir sekali datang lagi satu kumpulan malaikat masuk dan menarik roh dari dadanya hingga sampai ke kerongkong dan itulah yang dikatakan saat nazak orang itu."

Sambung Rasullullah SAW lagi :
"Kalau orang yang nazak itu orang yang beriman, maka malaikat Jibril as. akan menebarkan sayapnya yang disebelah kanan sehingga orang yang nazak itu dapat melihat kedudukannya di surga. Apabila orang yang beriman itu melihat syurga, maka dia akan lupa kepada orang yang berada disekelilinginya.

Ini adalah karena sangat rindunya pada surga dan melihat terus pandangannya kepada sayap Jibril as."

Kalau orang yang nazak itu orang munafik, maka Jibril as. akan menebarkan sayap disebelah kiri. Maka orang yang nazak tu dapat melihat kedudukannya di neraka dan dalam masa itu orang itu tidak lagi melihat orang di sekelilinginya. Ini adalah karena terlalu takutnya apabila melihat neraka yang akan menjadi tempat tinggalnya. Wallahu a'lam.

Doa Nabi Yusuf 'alaihis salam:

بِالصَّالِحِينَ وَأَلْحِقْنِي مُسْلِمًا تَوَفَّنِي

"
……..Ya Allah, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang soleh." (QS. Yuusuf: 101)

Aamiin Allahumma aamiin ...

Disclaimer:
The contents of this email, together with its attachments, may contain confidential information belong to Virginia Indonesia Co., LLC ("VICO") and Virginia Indonesia Co., CBM Limited  ("VICO CBM"). If you are not the intended recipient, please notify the sender immediately and delete this e-mail from your system, and you should not disseminate, distribute, copy or otherwise use this email or any part thereof.

FW: Berkah Memuliakan Ibu


-------------------------------------------
From: BDI
Sent: Monday, December 31, 2012 7:39:47 AM
Subject: FW: Berkah Memuliakan Ibu
Auto forwarded by a Rule


Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Najamuddin
Sent: Friday, December 28, 2012 2:02 PM
To: BDI
Subject: RE: Berkah Memuliakan Ibu

 

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (QS Luqmân/31: 14).

Seorang laki-laki datang menemui Nabi Saw. dan bertanya:

“Ya Rasulullah,
siapakah yang paling berhak mendapat perlakuan baikku?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Ia bertanya lagi:
“Lalu siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Ia bertanya lagi:
“Lalu siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Ia bertanya lagi:
“Lalu siapa?” Beliau menjawab: “Bapakmu” (HR Bukhârî).

“Ketulusan dan pengorbanan dalam keseluruhan bentuk dan maknanya.” Al-Qur`an memberikan perhatian khusus terhadap ibu dan menyuruh manusia untuk memerhatikannya. Perhatian khusus itu diberikan terutama karena ibu telah menanggung banyak beban demi kelangsungan dan kebahagiaan hidup anak-anaknya. Allah telah memerintahkan berbakti kepada ibu, melarang mendurhakainya, dan mengaitkan ridha-Nya dengan ridha ibu. Nabi Saw. pun mewanti-wantikan tentang hak ibu. Dibanding ayah, ibu lebih berhak untuk mendapatkan budi baik dari anak-anaknya. Dalam hal ini, keutamaan ibu atas ayah dikarenakan dua hal:  

Pertama, ibu menanggung beban mengandung anak, melahirkan, menyusui, mengurus, mengasuh, dan mendidiknya. QS Luqmân/31: 14 menegaskan hal ini.

Kedua, fithrah kasih sayang, kelembutan, cinta, dan perhatian ibu lebih besar dari ayah.

Di antara bukti betapa besarnya kasih sayang ibu adalah bahwa betapa pun durhakanya seorang anak kepada ibunya, ibu akan melupakan kedurhakaan anaknya itu ketika sang anak tertimpa musibah atau mendapat kesulitan hidup. Tidak ada seorang pun yang mampu menghitung atau menakar hak orang tua atas anak-anaknya. Di antara dua orang tua, ibulah yang lebih berhak atas segala pengabdian, budi baik, pemuliaan dan penghormatan anak.

1.    “Saat paling bahagia bagi seorang wanita; saat dimana ia merasakan kesejatian dan keabadian dirinya sebagai wanita serta sebagai ibu, adalah saat ia melahirkan” (‘Abbâs Mahmûd al-‘Aqqâd).

2.    Tidak ada di dunia ini bantal yang lebih lembut dari pangkuan ibu” (Shakespear).

3.     “Ibu adalah segalanya dalam hidup ini. Dia adalah pelipur lara dalam kesedihan, pembawa harapan dalam keputusasaan, dan kekuatan dalam kelemahan” (Kahlil Gibran).

4.    “Tanpa ibu, umat tidak akan ada. Karena ibulah umat ada” (Khalil Mathran).

5.    Jika dunia ada di tangan yang satu dan ibu di tangan satunya lagi, pastilah aku pilih tangan di mana ibu berada” (Jean Jaques Rouseou).

6.     “Di dunia, hanya satu yang lebih baik dari istri; ibu” (Syafir).

7.     “Satu-satunya tempat di mana aku dapat menyandarkan kepala padanya dan tidur di dalamnya dengan tenang dan nyaman, adalah pangkuan ibu” (Voltaire).

8.    “Ketika aku menunduk mencium tanganmu, mencucurkan airmata di dadamu, dan menangkap tanda rela dari sorot matamu; hanya ketika itu aku merasakan kesempurnaan diri sebagai seorang laki-laki” (Islam Syamsuddîn).

9.    “Tak ada sesuatu pun di dunia yang lebih manis dari hati ibu” (Martin Luther).

10. “Anda boleh melupakan segala hal tentangku, kecuali apa yang telah diajarkan ibu kepadaku” (Nixon).

11.  “Lantunan terlembut dan senandung terindah hanya dapat diberikan oleh hati ibu” (Bethoven).

 

abualitya

From: BDI
Sent: Friday, December 28, 2012 2:20 PM
Subject: FW: Berkah Memuliakan Ibu

 

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, December 28, 2012 6:47 AM
To: BDI
Subject: Berkah Memuliakan Ibu

 

Berkah Memuliakan Ibu

Rabu, 26 Desember 2012, 19:17 WIB

 

Ilustrasi

 

REPUBLIKA.CO.ID, Durhaka kepada ibu adalah dosa besar yang harus dihindari.

Di sudut Ka’bah, tampak seorang laki-laki tengah menggendong ibunya dan bertawaf bersama.

Sang anak lalu bersandung puisi, “Saya akan menggendongnya tiada henti, ketika penumpang beranjak, saya tidak akan pergi. Ibuku mengandung dan menyusuiku lebih dari itu, Allah Tuhanku yang Mulia dan Mahabesar.”

Ia melihat Abdullah bin Umar dan bertanya, apakah segala yang telah ia lakukan tersebut cukup membalas pengorbanan ibunya? “Tidak sedikit pun,” jawab Ibnu Umar.

Kasih sayang ibu tak terhingga. Kebaikan yang telah ia curahkan kepada anak-anaknya tak akan pernah terhitung. Cinta kasih ibu laksana mentari menyinari dunia. Terus berbagi cahaya untuk alam semesta, tanpa pamrih. Sekali pun ia dipenuhi dengan panas yang membara.

Seorang ibu mengandung anak dengan segala kelelahan dan risiko yang ada. Bersusah payah melahirkan, lalu membesarkannya. Karena itu, Allah SWT memerintahkan agar manusia mengingat pengorbanan tersebut. “Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (QS al-Ahqaaf [46]: 15).

Bagi generasi salaf, penghormatan atas jerih payah ibu mereka tekankan. Mereka menempuh bermacam cara untuk menunjukkan bakti terhadap ibundanya. Muhammad bin al-Munakkar, misalnya. Ia sengaja meletakkan kedua pipinya di tanah. Hal ini bertujuan agar dijadikan sebagai pijakan melangkah ibunya.

Selain itu, Ali bin al-Husain tak ingin makan satu meja dengan ibundanya. Alasannya? Ia takut bila merebut menu yang diinginkan ibunya. Ada lagi Usamah yang pernah memanjat pohon kurma, lalu mengupasnya dan menyuapi ibunya. Mengapa ia melakukan hal itu? Ia menjawab, “Ibuku memintanya. Apa pun yang ia minta dan saya mampu, pasti saya penuhi.”

Begitulah perhatian salaf terhadap ibu mereka. Aisyah bahkan pernah bertutur, ada dua nama yang ia nilai paling berbakti kepada sosok ibu, yaitu Usman bin Affan dan Haritsah bin an-Nu’man.

Nama yang pertama tak pernah menunda-nunda perintah ibundanya. Sedangkan yang kedua, rajin membasuh kepala sang ibu, menyuapinya, dan tidak banyak bertanya saat ibundanya memerintahkan suatu hal. 

Pengabdian yang penuh (ikhlas) kepada ibu bisa mengantarkan seorang anak ke surga.

Menurut Syekh Muhammad bin Ali Asa’awy dalam artikelnya yang berjudul “al-Ihsan ila al-Umm”, pengabdian dan bakti kepada kedua orang tua, terutama ibu, wajib hukumnya.

Ini merujuk pada Surah Al-Isra’ ayat 23-24. Tingkat kewajiban berbuat baik (ihsan) kepada ibu itu bertambah kuat saat anak-anaknya dewasa.

Ia menjelaskan, bentuk ihsan kepada ibu bervariasi. Di level pertama ialah menjauhkan segala perkara buruk darinya, memberikan hal positif, berinteraksi dengan pekerti yang luhur dan etika kesopanan, peka terhadap perkara yang ia suka dan tidak, berdoa untuknya, dan segala ihsan yang dilakukan bertujuan untuk menggapai ridanya.

Berbakti dan berihsan kepada ibu adalah kunci dikabulkannya doa. Pengabdian kepada sosok ibu juga dikategorikan sebagai sebab masuk surga. Ini seperti tertuang dalam kisah Uwais. Tabi’in tersebut adalah orang yang beruntung.

Rasulullah SAW menyebut bahwa siapa pun yang melihat Uwais maka hendaknya  meminta doa ampunan kepadanya. Ini lantaran dirinya terkenal taat dan berbakti pada sang ibunda. Itulah yang mendorong Umar bin Khattab mencari keberadaan Uwais. Kisah pencarian Umar itu seperti tertuang di riwayat Muslim.

Syekh Asa’awy menjelaskan, pengabdian yang penuh (ikhlas) kepada ibu bisa mengantarkan seorang anak ke surga. Hal ini sebagaimana terjadi kepada Haritsah bin an-Nu’man. Dalam riwayat Ahmad disebutkan, Haritsah masuk surga berkat ihsan yang ia tujukan kepada ibunda. Dan, Haritsah adalah sosok paling berbakti untuk ibu.

Sebaliknya, mereka yang durhaka kepada kedua orang tua, khususnya ibu, akan mendapatkan ganjaran setimpal. Sanksi yang akan ia terima bukan hanya di akhirat. Akan tetapi, ia akan menerima akibat ulahnya itu di dunia.

Seperti ditegaskan dalam riwayat Muslim, setiap perbuatan dosa, Allah akan menunda siksaannya kapan pun Ia berkehendak hingga kiamat. Kecuali, durhaka kepada kedua orang tua. Allah akan mempercepat siksa bagi pelakunya di kehidupan dunia, sebelum mati.

Ini mengingat durhaka—sebagaimana riwayat Bukhari—termasuk pelanggaran berat, dosa besar. Imam Syafi’i pernah bertutur dalam syairnya, “Tunduk dan carilah rida ibumu karena mendurhakainya termasuk dosa besar.

Redaktur: Chairul Akhmad

Reporter: Nashih Nashrullah

     

 

 

FW: Berkah Memuliakan Ibu


-------------------------------------------
From: BDI
Sent: Monday, December 31, 2012 7:39:47 AM
Subject: FW: Berkah Memuliakan Ibu
Auto forwarded by a Rule


Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Najamuddin
Sent: Friday, December 28, 2012 2:02 PM
To: BDI
Subject: RE: Berkah Memuliakan Ibu

 

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (QS Luqmân/31: 14).

Seorang laki-laki datang menemui Nabi Saw. dan bertanya:

“Ya Rasulullah,
siapakah yang paling berhak mendapat perlakuan baikku?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Ia bertanya lagi:
“Lalu siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Ia bertanya lagi:
“Lalu siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Ia bertanya lagi:
“Lalu siapa?” Beliau menjawab: “Bapakmu” (HR Bukhârî).

“Ketulusan dan pengorbanan dalam keseluruhan bentuk dan maknanya.” Al-Qur`an memberikan perhatian khusus terhadap ibu dan menyuruh manusia untuk memerhatikannya. Perhatian khusus itu diberikan terutama karena ibu telah menanggung banyak beban demi kelangsungan dan kebahagiaan hidup anak-anaknya. Allah telah memerintahkan berbakti kepada ibu, melarang mendurhakainya, dan mengaitkan ridha-Nya dengan ridha ibu. Nabi Saw. pun mewanti-wantikan tentang hak ibu. Dibanding ayah, ibu lebih berhak untuk mendapatkan budi baik dari anak-anaknya. Dalam hal ini, keutamaan ibu atas ayah dikarenakan dua hal:  

Pertama, ibu menanggung beban mengandung anak, melahirkan, menyusui, mengurus, mengasuh, dan mendidiknya. QS Luqmân/31: 14 menegaskan hal ini.

Kedua, fithrah kasih sayang, kelembutan, cinta, dan perhatian ibu lebih besar dari ayah.

Di antara bukti betapa besarnya kasih sayang ibu adalah bahwa betapa pun durhakanya seorang anak kepada ibunya, ibu akan melupakan kedurhakaan anaknya itu ketika sang anak tertimpa musibah atau mendapat kesulitan hidup. Tidak ada seorang pun yang mampu menghitung atau menakar hak orang tua atas anak-anaknya. Di antara dua orang tua, ibulah yang lebih berhak atas segala pengabdian, budi baik, pemuliaan dan penghormatan anak.

1.    “Saat paling bahagia bagi seorang wanita; saat dimana ia merasakan kesejatian dan keabadian dirinya sebagai wanita serta sebagai ibu, adalah saat ia melahirkan” (‘Abbâs Mahmûd al-‘Aqqâd).

2.    Tidak ada di dunia ini bantal yang lebih lembut dari pangkuan ibu” (Shakespear).

3.     “Ibu adalah segalanya dalam hidup ini. Dia adalah pelipur lara dalam kesedihan, pembawa harapan dalam keputusasaan, dan kekuatan dalam kelemahan” (Kahlil Gibran).

4.    “Tanpa ibu, umat tidak akan ada. Karena ibulah umat ada” (Khalil Mathran).

5.    Jika dunia ada di tangan yang satu dan ibu di tangan satunya lagi, pastilah aku pilih tangan di mana ibu berada” (Jean Jaques Rouseou).

6.     “Di dunia, hanya satu yang lebih baik dari istri; ibu” (Syafir).

7.     “Satu-satunya tempat di mana aku dapat menyandarkan kepala padanya dan tidur di dalamnya dengan tenang dan nyaman, adalah pangkuan ibu” (Voltaire).

8.    “Ketika aku menunduk mencium tanganmu, mencucurkan airmata di dadamu, dan menangkap tanda rela dari sorot matamu; hanya ketika itu aku merasakan kesempurnaan diri sebagai seorang laki-laki” (Islam Syamsuddîn).

9.    “Tak ada sesuatu pun di dunia yang lebih manis dari hati ibu” (Martin Luther).

10. “Anda boleh melupakan segala hal tentangku, kecuali apa yang telah diajarkan ibu kepadaku” (Nixon).

11.  “Lantunan terlembut dan senandung terindah hanya dapat diberikan oleh hati ibu” (Bethoven).

 

abualitya

From: BDI
Sent: Friday, December 28, 2012 2:20 PM
Subject: FW: Berkah Memuliakan Ibu

 

Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, December 28, 2012 6:47 AM
To: BDI
Subject: Berkah Memuliakan Ibu

 

Berkah Memuliakan Ibu

Rabu, 26 Desember 2012, 19:17 WIB

 

Ilustrasi

 

REPUBLIKA.CO.ID, Durhaka kepada ibu adalah dosa besar yang harus dihindari.

Di sudut Ka’bah, tampak seorang laki-laki tengah menggendong ibunya dan bertawaf bersama.

Sang anak lalu bersandung puisi, “Saya akan menggendongnya tiada henti, ketika penumpang beranjak, saya tidak akan pergi. Ibuku mengandung dan menyusuiku lebih dari itu, Allah Tuhanku yang Mulia dan Mahabesar.”

Ia melihat Abdullah bin Umar dan bertanya, apakah segala yang telah ia lakukan tersebut cukup membalas pengorbanan ibunya? “Tidak sedikit pun,” jawab Ibnu Umar.

Kasih sayang ibu tak terhingga. Kebaikan yang telah ia curahkan kepada anak-anaknya tak akan pernah terhitung. Cinta kasih ibu laksana mentari menyinari dunia. Terus berbagi cahaya untuk alam semesta, tanpa pamrih. Sekali pun ia dipenuhi dengan panas yang membara.

Seorang ibu mengandung anak dengan segala kelelahan dan risiko yang ada. Bersusah payah melahirkan, lalu membesarkannya. Karena itu, Allah SWT memerintahkan agar manusia mengingat pengorbanan tersebut. “Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (QS al-Ahqaaf [46]: 15).

Bagi generasi salaf, penghormatan atas jerih payah ibu mereka tekankan. Mereka menempuh bermacam cara untuk menunjukkan bakti terhadap ibundanya. Muhammad bin al-Munakkar, misalnya. Ia sengaja meletakkan kedua pipinya di tanah. Hal ini bertujuan agar dijadikan sebagai pijakan melangkah ibunya.

Selain itu, Ali bin al-Husain tak ingin makan satu meja dengan ibundanya. Alasannya? Ia takut bila merebut menu yang diinginkan ibunya. Ada lagi Usamah yang pernah memanjat pohon kurma, lalu mengupasnya dan menyuapi ibunya. Mengapa ia melakukan hal itu? Ia menjawab, “Ibuku memintanya. Apa pun yang ia minta dan saya mampu, pasti saya penuhi.”

Begitulah perhatian salaf terhadap ibu mereka. Aisyah bahkan pernah bertutur, ada dua nama yang ia nilai paling berbakti kepada sosok ibu, yaitu Usman bin Affan dan Haritsah bin an-Nu’man.

Nama yang pertama tak pernah menunda-nunda perintah ibundanya. Sedangkan yang kedua, rajin membasuh kepala sang ibu, menyuapinya, dan tidak banyak bertanya saat ibundanya memerintahkan suatu hal. 

Pengabdian yang penuh (ikhlas) kepada ibu bisa mengantarkan seorang anak ke surga.

Menurut Syekh Muhammad bin Ali Asa’awy dalam artikelnya yang berjudul “al-Ihsan ila al-Umm”, pengabdian dan bakti kepada kedua orang tua, terutama ibu, wajib hukumnya.

Ini merujuk pada Surah Al-Isra’ ayat 23-24. Tingkat kewajiban berbuat baik (ihsan) kepada ibu itu bertambah kuat saat anak-anaknya dewasa.

Ia menjelaskan, bentuk ihsan kepada ibu bervariasi. Di level pertama ialah menjauhkan segala perkara buruk darinya, memberikan hal positif, berinteraksi dengan pekerti yang luhur dan etika kesopanan, peka terhadap perkara yang ia suka dan tidak, berdoa untuknya, dan segala ihsan yang dilakukan bertujuan untuk menggapai ridanya.

Berbakti dan berihsan kepada ibu adalah kunci dikabulkannya doa. Pengabdian kepada sosok ibu juga dikategorikan sebagai sebab masuk surga. Ini seperti tertuang dalam kisah Uwais. Tabi’in tersebut adalah orang yang beruntung.

Rasulullah SAW menyebut bahwa siapa pun yang melihat Uwais maka hendaknya  meminta doa ampunan kepadanya. Ini lantaran dirinya terkenal taat dan berbakti pada sang ibunda. Itulah yang mendorong Umar bin Khattab mencari keberadaan Uwais. Kisah pencarian Umar itu seperti tertuang di riwayat Muslim.

Syekh Asa’awy menjelaskan, pengabdian yang penuh (ikhlas) kepada ibu bisa mengantarkan seorang anak ke surga. Hal ini sebagaimana terjadi kepada Haritsah bin an-Nu’man. Dalam riwayat Ahmad disebutkan, Haritsah masuk surga berkat ihsan yang ia tujukan kepada ibunda. Dan, Haritsah adalah sosok paling berbakti untuk ibu.

Sebaliknya, mereka yang durhaka kepada kedua orang tua, khususnya ibu, akan mendapatkan ganjaran setimpal. Sanksi yang akan ia terima bukan hanya di akhirat. Akan tetapi, ia akan menerima akibat ulahnya itu di dunia.

Seperti ditegaskan dalam riwayat Muslim, setiap perbuatan dosa, Allah akan menunda siksaannya kapan pun Ia berkehendak hingga kiamat. Kecuali, durhaka kepada kedua orang tua. Allah akan mempercepat siksa bagi pelakunya di kehidupan dunia, sebelum mati.

Ini mengingat durhaka—sebagaimana riwayat Bukhari—termasuk pelanggaran berat, dosa besar. Imam Syafi’i pernah bertutur dalam syairnya, “Tunduk dan carilah rida ibumu karena mendurhakainya termasuk dosa besar.

Redaktur: Chairul Akhmad

Reporter: Nashih Nashrullah

     

 

 

Kamis, 27 Desember 2012

FW: HR Rasuna Said, Pejuang dari Agam


-------------------------------------------
From: BDI
Sent: Friday, December 28, 2012 1:20:44 PM
Subject: FW: HR Rasuna Said, Pejuang dari Agam
Auto forwarded by a Rule


Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Thursday, December 27, 2012 7:28 AM
To: BDI
Subject: HR Rasuna Said, Pejuang dari Agam

 

HR Rasuna Said, Pejuang dari Agam

Selasa, 13 November 2012, 16:15 WIB

 

HR Rasuna Said.

 

REPUBLIKA.CO.ID, Indonesia memiliki sederet tokoh Muslimah yang menyandang gelar pahlawan.

Selain RA Kartini dan Nyai Ahmad Dahlan, dari rahim bumi pertiwi pun sempat lahir seorang Muslimah yang mendedikasikan hidupnya untuk agama dan bangsa. Dia adalah Hajjah Rangkayo Rasuna Said atau HR Rasuna Said.

Sejarah Indonesia mencatat kiprah dan perjuangannya dengan tinta emas. Muslimah yang terlahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat, 15 September 1910 dan wafat di Jakarta, 2 November 1965 itu dikenal sebagai seorang ahli pidato atau orator yang andal.

Ia tak hanya memperjuangkan persamaan hak antara pria dan wanita, tapi juga kemerdekaan Tanah Air dari penjajah.

Rasuna Said dikenal sebagai pejuang yang berpandangan luas dan berkemauan keras.  Selepas menamatkan pendidikan dasarnya, Rasuna said memilih belajar agama. Ia pun menimba ilmu Pesantren Ar-Rasyidiyah, sebagai satu-satunya santri perempuan.

Rasuna Said kemudian melanjutkan pendidikan di Diniyah School Putri di Padang Panjang dan bertemu dengan Rahmah El-Yunusiah.

Jiwanya terpanggil untuk membangun dan memajukan pendidikan kaum wanita. Rasuna Said sempat mengajar di Diniyah School Putri. Pada 1930, ia memutuskan untuk berhenti mengajar. Namun, bukan berarti perhatiannya untuk memajukan kaum perempuan berakhir.

Sang mujahidah memiliki pandangan yang lebih maju. Ia meyakini bahwa kemajuan kaum wanita tidak hanya bisa didapat dengan mendirikan sekolah, tapi harus disertai perjuangan politik. Rasuna Said sebenarnya sempat berusaha memasukan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri, tapi ditolak.

Pengapnya jeruji besi tak mampu padamkan semangat juangnya.

Setelah usahanya memasukkan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri ditolak, Rasuna Said memutuskan untuk mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr H Abdul Karim Amrullah.

Saat itu, ayahanda Buya Hamka ini mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berpikir. Dan hal ini banyak memengaruhi padangan Rasuna Said.

Kiprah perjuangan politiknya dimulai dengan terjun dan aktif di organisasi Sarekat Rakyat. Ia mengawali kiprah politiknya sebagai sekretaris cabang.

Rasuna Said kemudian juga bergabung dengan Soematra Thawalib dan mendirikan Persatoean Moeslimin Indonesia (PERMI) di Bukit Tinggi pada  1930.

Ilmu dan pengalaman yang dimilikinya ia sebarkan di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI. Rasuna Said pun mendirikan Sekolah Thawalib di Padang, dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukit Tinggi. Ia berjuang dan berupaya agar kaum perempuan di tanah kelahirannya bisa bangkit dan maju.

Sebagai seorang orator andal, Rasuna Said sangat mahir  mengecam pemerintahan Belanda dalam setiap pidatonya. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.

Rasuna Said sempat ditangkap bersama teman seperjuangannya Rasimah Ismail, dan dipenjara pada 1932 di Semarang.

Meski sempat mengalami pengapnya udara penjara, Rasuna said tak pernah berhenti berjuang. Setelah keluar dari penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.

Pada 1935, Rasuna Said berjuang melalui media massa. Ia menjadi pemimpin redaksi majalah Raya.

Berbagai hambatan dan teror serta intimidasi dari penjajah Belanda tak membuat semangat juangnya meredup. 

Lantaran ruang geraknya dibatasi Belanda, Rasuna Said pindah ke Medan dan mendirikan sekolah pendidikan khusus wanita Perguruan Putri dan juga menerbitkan majalah Menara Putri, yang khusus membahas seputar pentingnya peran wanita, kesetaraan antara pria wanita dan keislaman.

Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri organisasi pemuda Nippon Raya di Padang yang kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia.

Ia juga sempat duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatera mewakili daerah Sumatera Barat setelah Proklamasi Kemerdekaan, diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS), kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai akhir hayatnya.

HR Rasuna Said dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 084/TK/Tahun 1974 tanggal 13 Desember 1974.

Ia meninggalkan seorang putri (Auda Zaschkya Duski) dan enam cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh Ibrahim, Moh Yusuf, Rommel Abdillah dan Natasha Quratul'Ain).

Jasa dan dedikasinya bagi umat, agama dan negara yang pernah ditorehkannya selalu diingat sepanjang masa. Namanya diabadikan sebagai salah satu nama jalan protokol di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Rasuna Said adalah teladan bagi kaum Muslimah di Tanah Air.

Redaktur: Chairul Akhmad

Reporter: Heri Ruslan

 

 

 

FW: Berkah Memuliakan Ibu


-------------------------------------------
From: BDI
Sent: Friday, December 28, 2012 1:20:24 PM
Subject: FW: Berkah Memuliakan Ibu
Auto forwarded by a Rule


Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, December 28, 2012 6:47 AM
To: BDI
Subject: Berkah Memuliakan Ibu

 

Berkah Memuliakan Ibu

Rabu, 26 Desember 2012, 19:17 WIB

 

Ilustrasi

 

REPUBLIKA.CO.ID, Durhaka kepada ibu adalah dosa besar yang harus dihindari.

Di sudut Ka’bah, tampak seorang laki-laki tengah menggendong ibunya dan bertawaf bersama.

Sang anak lalu bersandung puisi, “Saya akan menggendongnya tiada henti, ketika penumpang beranjak, saya tidak akan pergi. Ibuku mengandung dan menyusuiku lebih dari itu, Allah Tuhanku yang Mulia dan Mahabesar.”

Ia melihat Abdullah bin Umar dan bertanya, apakah segala yang telah ia lakukan tersebut cukup membalas pengorbanan ibunya? “Tidak sedikit pun,” jawab Ibnu Umar.

Kasih sayang ibu tak terhingga. Kebaikan yang telah ia curahkan kepada anak-anaknya tak akan pernah terhitung. Cinta kasih ibu laksana mentari menyinari dunia. Terus berbagi cahaya untuk alam semesta, tanpa pamrih. Sekali pun ia dipenuhi dengan panas yang membara.

Seorang ibu mengandung anak dengan segala kelelahan dan risiko yang ada. Bersusah payah melahirkan, lalu membesarkannya. Karena itu, Allah SWT memerintahkan agar manusia mengingat pengorbanan tersebut. “Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (QS al-Ahqaaf [46]: 15).

Bagi generasi salaf, penghormatan atas jerih payah ibu mereka tekankan. Mereka menempuh bermacam cara untuk menunjukkan bakti terhadap ibundanya. Muhammad bin al-Munakkar, misalnya. Ia sengaja meletakkan kedua pipinya di tanah. Hal ini bertujuan agar dijadikan sebagai pijakan melangkah ibunya.

Selain itu, Ali bin al-Husain tak ingin makan satu meja dengan ibundanya. Alasannya? Ia takut bila merebut menu yang diinginkan ibunya. Ada lagi Usamah yang pernah memanjat pohon kurma, lalu mengupasnya dan menyuapi ibunya. Mengapa ia melakukan hal itu? Ia menjawab, “Ibuku memintanya. Apa pun yang ia minta dan saya mampu, pasti saya penuhi.”

Begitulah perhatian salaf terhadap ibu mereka. Aisyah bahkan pernah bertutur, ada dua nama yang ia nilai paling berbakti kepada sosok ibu, yaitu Usman bin Affan dan Haritsah bin an-Nu’man.

Nama yang pertama tak pernah menunda-nunda perintah ibundanya. Sedangkan yang kedua, rajin membasuh kepala sang ibu, menyuapinya, dan tidak banyak bertanya saat ibundanya memerintahkan suatu hal. 

Pengabdian yang penuh (ikhlas) kepada ibu bisa mengantarkan seorang anak ke surga.

Menurut Syekh Muhammad bin Ali Asa’awy dalam artikelnya yang berjudul “al-Ihsan ila al-Umm”, pengabdian dan bakti kepada kedua orang tua, terutama ibu, wajib hukumnya.

Ini merujuk pada Surah Al-Isra’ ayat 23-24. Tingkat kewajiban berbuat baik (ihsan) kepada ibu itu bertambah kuat saat anak-anaknya dewasa.

Ia menjelaskan, bentuk ihsan kepada ibu bervariasi. Di level pertama ialah menjauhkan segala perkara buruk darinya, memberikan hal positif, berinteraksi dengan pekerti yang luhur dan etika kesopanan, peka terhadap perkara yang ia suka dan tidak, berdoa untuknya, dan segala ihsan yang dilakukan bertujuan untuk menggapai ridanya.

Berbakti dan berihsan kepada ibu adalah kunci dikabulkannya doa. Pengabdian kepada sosok ibu juga dikategorikan sebagai sebab masuk surga. Ini seperti tertuang dalam kisah Uwais. Tabi’in tersebut adalah orang yang beruntung.

Rasulullah SAW menyebut bahwa siapa pun yang melihat Uwais maka hendaknya  meminta doa ampunan kepadanya. Ini lantaran dirinya terkenal taat dan berbakti pada sang ibunda. Itulah yang mendorong Umar bin Khattab mencari keberadaan Uwais. Kisah pencarian Umar itu seperti tertuang di riwayat Muslim.

Syekh Asa’awy menjelaskan, pengabdian yang penuh (ikhlas) kepada ibu bisa mengantarkan seorang anak ke surga. Hal ini sebagaimana terjadi kepada Haritsah bin an-Nu’man. Dalam riwayat Ahmad disebutkan, Haritsah masuk surga berkat ihsan yang ia tujukan kepada ibunda. Dan, Haritsah adalah sosok paling berbakti untuk ibu.

Sebaliknya, mereka yang durhaka kepada kedua orang tua, khususnya ibu, akan mendapatkan ganjaran setimpal. Sanksi yang akan ia terima bukan hanya di akhirat. Akan tetapi, ia akan menerima akibat ulahnya itu di dunia.

Seperti ditegaskan dalam riwayat Muslim, setiap perbuatan dosa, Allah akan menunda siksaannya kapan pun Ia berkehendak hingga kiamat. Kecuali, durhaka kepada kedua orang tua. Allah akan mempercepat siksa bagi pelakunya di kehidupan dunia, sebelum mati.

Ini mengingat durhaka—sebagaimana riwayat Bukhari—termasuk pelanggaran berat, dosa besar. Imam Syafi’i pernah bertutur dalam syairnya, “Tunduk dan carilah rida ibumu karena mendurhakainya termasuk dosa besar.

Redaktur: Chairul Akhmad

Reporter: Nashih Nashrullah

     

 

 

FW: HR Rasuna Said, Pejuang dari Agam


-------------------------------------------
From: BDI
Sent: Friday, December 28, 2012 1:20:44 PM
Subject: FW: HR Rasuna Said, Pejuang dari Agam
Auto forwarded by a Rule


Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Thursday, December 27, 2012 7:28 AM
To: BDI
Subject: HR Rasuna Said, Pejuang dari Agam

 

HR Rasuna Said, Pejuang dari Agam

Selasa, 13 November 2012, 16:15 WIB

 

HR Rasuna Said.

 

REPUBLIKA.CO.ID, Indonesia memiliki sederet tokoh Muslimah yang menyandang gelar pahlawan.

Selain RA Kartini dan Nyai Ahmad Dahlan, dari rahim bumi pertiwi pun sempat lahir seorang Muslimah yang mendedikasikan hidupnya untuk agama dan bangsa. Dia adalah Hajjah Rangkayo Rasuna Said atau HR Rasuna Said.

Sejarah Indonesia mencatat kiprah dan perjuangannya dengan tinta emas. Muslimah yang terlahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat, 15 September 1910 dan wafat di Jakarta, 2 November 1965 itu dikenal sebagai seorang ahli pidato atau orator yang andal.

Ia tak hanya memperjuangkan persamaan hak antara pria dan wanita, tapi juga kemerdekaan Tanah Air dari penjajah.

Rasuna Said dikenal sebagai pejuang yang berpandangan luas dan berkemauan keras.  Selepas menamatkan pendidikan dasarnya, Rasuna said memilih belajar agama. Ia pun menimba ilmu Pesantren Ar-Rasyidiyah, sebagai satu-satunya santri perempuan.

Rasuna Said kemudian melanjutkan pendidikan di Diniyah School Putri di Padang Panjang dan bertemu dengan Rahmah El-Yunusiah.

Jiwanya terpanggil untuk membangun dan memajukan pendidikan kaum wanita. Rasuna Said sempat mengajar di Diniyah School Putri. Pada 1930, ia memutuskan untuk berhenti mengajar. Namun, bukan berarti perhatiannya untuk memajukan kaum perempuan berakhir.

Sang mujahidah memiliki pandangan yang lebih maju. Ia meyakini bahwa kemajuan kaum wanita tidak hanya bisa didapat dengan mendirikan sekolah, tapi harus disertai perjuangan politik. Rasuna Said sebenarnya sempat berusaha memasukan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri, tapi ditolak.

Pengapnya jeruji besi tak mampu padamkan semangat juangnya.

Setelah usahanya memasukkan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri ditolak, Rasuna Said memutuskan untuk mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr H Abdul Karim Amrullah.

Saat itu, ayahanda Buya Hamka ini mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berpikir. Dan hal ini banyak memengaruhi padangan Rasuna Said.

Kiprah perjuangan politiknya dimulai dengan terjun dan aktif di organisasi Sarekat Rakyat. Ia mengawali kiprah politiknya sebagai sekretaris cabang.

Rasuna Said kemudian juga bergabung dengan Soematra Thawalib dan mendirikan Persatoean Moeslimin Indonesia (PERMI) di Bukit Tinggi pada  1930.

Ilmu dan pengalaman yang dimilikinya ia sebarkan di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI. Rasuna Said pun mendirikan Sekolah Thawalib di Padang, dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukit Tinggi. Ia berjuang dan berupaya agar kaum perempuan di tanah kelahirannya bisa bangkit dan maju.

Sebagai seorang orator andal, Rasuna Said sangat mahir  mengecam pemerintahan Belanda dalam setiap pidatonya. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.

Rasuna Said sempat ditangkap bersama teman seperjuangannya Rasimah Ismail, dan dipenjara pada 1932 di Semarang.

Meski sempat mengalami pengapnya udara penjara, Rasuna said tak pernah berhenti berjuang. Setelah keluar dari penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.

Pada 1935, Rasuna Said berjuang melalui media massa. Ia menjadi pemimpin redaksi majalah Raya.

Berbagai hambatan dan teror serta intimidasi dari penjajah Belanda tak membuat semangat juangnya meredup. 

Lantaran ruang geraknya dibatasi Belanda, Rasuna Said pindah ke Medan dan mendirikan sekolah pendidikan khusus wanita Perguruan Putri dan juga menerbitkan majalah Menara Putri, yang khusus membahas seputar pentingnya peran wanita, kesetaraan antara pria wanita dan keislaman.

Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri organisasi pemuda Nippon Raya di Padang yang kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia.

Ia juga sempat duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatera mewakili daerah Sumatera Barat setelah Proklamasi Kemerdekaan, diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS), kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai akhir hayatnya.

HR Rasuna Said dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 084/TK/Tahun 1974 tanggal 13 Desember 1974.

Ia meninggalkan seorang putri (Auda Zaschkya Duski) dan enam cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh Ibrahim, Moh Yusuf, Rommel Abdillah dan Natasha Quratul'Ain).

Jasa dan dedikasinya bagi umat, agama dan negara yang pernah ditorehkannya selalu diingat sepanjang masa. Namanya diabadikan sebagai salah satu nama jalan protokol di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Rasuna Said adalah teladan bagi kaum Muslimah di Tanah Air.

Redaktur: Chairul Akhmad

Reporter: Heri Ruslan

 

 

 

FW: Berkah Memuliakan Ibu


-------------------------------------------
From: BDI
Sent: Friday, December 28, 2012 1:20:24 PM
Subject: FW: Berkah Memuliakan Ibu
Auto forwarded by a Rule


Please visit BDI Website http://vico-bdi.vico.co.id/

Pengurus BDI berupaya menghindari peredaran email-email yang dianggap dapat menimbulkan polemik antara anggota BDI

 

 

 

From: Suparman
Sent: Friday, December 28, 2012 6:47 AM
To: BDI
Subject: Berkah Memuliakan Ibu

 

Berkah Memuliakan Ibu

Rabu, 26 Desember 2012, 19:17 WIB

 

Ilustrasi

 

REPUBLIKA.CO.ID, Durhaka kepada ibu adalah dosa besar yang harus dihindari.

Di sudut Ka’bah, tampak seorang laki-laki tengah menggendong ibunya dan bertawaf bersama.

Sang anak lalu bersandung puisi, “Saya akan menggendongnya tiada henti, ketika penumpang beranjak, saya tidak akan pergi. Ibuku mengandung dan menyusuiku lebih dari itu, Allah Tuhanku yang Mulia dan Mahabesar.”

Ia melihat Abdullah bin Umar dan bertanya, apakah segala yang telah ia lakukan tersebut cukup membalas pengorbanan ibunya? “Tidak sedikit pun,” jawab Ibnu Umar.

Kasih sayang ibu tak terhingga. Kebaikan yang telah ia curahkan kepada anak-anaknya tak akan pernah terhitung. Cinta kasih ibu laksana mentari menyinari dunia. Terus berbagi cahaya untuk alam semesta, tanpa pamrih. Sekali pun ia dipenuhi dengan panas yang membara.

Seorang ibu mengandung anak dengan segala kelelahan dan risiko yang ada. Bersusah payah melahirkan, lalu membesarkannya. Karena itu, Allah SWT memerintahkan agar manusia mengingat pengorbanan tersebut. “Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (QS al-Ahqaaf [46]: 15).

Bagi generasi salaf, penghormatan atas jerih payah ibu mereka tekankan. Mereka menempuh bermacam cara untuk menunjukkan bakti terhadap ibundanya. Muhammad bin al-Munakkar, misalnya. Ia sengaja meletakkan kedua pipinya di tanah. Hal ini bertujuan agar dijadikan sebagai pijakan melangkah ibunya.

Selain itu, Ali bin al-Husain tak ingin makan satu meja dengan ibundanya. Alasannya? Ia takut bila merebut menu yang diinginkan ibunya. Ada lagi Usamah yang pernah memanjat pohon kurma, lalu mengupasnya dan menyuapi ibunya. Mengapa ia melakukan hal itu? Ia menjawab, “Ibuku memintanya. Apa pun yang ia minta dan saya mampu, pasti saya penuhi.”

Begitulah perhatian salaf terhadap ibu mereka. Aisyah bahkan pernah bertutur, ada dua nama yang ia nilai paling berbakti kepada sosok ibu, yaitu Usman bin Affan dan Haritsah bin an-Nu’man.

Nama yang pertama tak pernah menunda-nunda perintah ibundanya. Sedangkan yang kedua, rajin membasuh kepala sang ibu, menyuapinya, dan tidak banyak bertanya saat ibundanya memerintahkan suatu hal. 

Pengabdian yang penuh (ikhlas) kepada ibu bisa mengantarkan seorang anak ke surga.

Menurut Syekh Muhammad bin Ali Asa’awy dalam artikelnya yang berjudul “al-Ihsan ila al-Umm”, pengabdian dan bakti kepada kedua orang tua, terutama ibu, wajib hukumnya.

Ini merujuk pada Surah Al-Isra’ ayat 23-24. Tingkat kewajiban berbuat baik (ihsan) kepada ibu itu bertambah kuat saat anak-anaknya dewasa.

Ia menjelaskan, bentuk ihsan kepada ibu bervariasi. Di level pertama ialah menjauhkan segala perkara buruk darinya, memberikan hal positif, berinteraksi dengan pekerti yang luhur dan etika kesopanan, peka terhadap perkara yang ia suka dan tidak, berdoa untuknya, dan segala ihsan yang dilakukan bertujuan untuk menggapai ridanya.

Berbakti dan berihsan kepada ibu adalah kunci dikabulkannya doa. Pengabdian kepada sosok ibu juga dikategorikan sebagai sebab masuk surga. Ini seperti tertuang dalam kisah Uwais. Tabi’in tersebut adalah orang yang beruntung.

Rasulullah SAW menyebut bahwa siapa pun yang melihat Uwais maka hendaknya  meminta doa ampunan kepadanya. Ini lantaran dirinya terkenal taat dan berbakti pada sang ibunda. Itulah yang mendorong Umar bin Khattab mencari keberadaan Uwais. Kisah pencarian Umar itu seperti tertuang di riwayat Muslim.

Syekh Asa’awy menjelaskan, pengabdian yang penuh (ikhlas) kepada ibu bisa mengantarkan seorang anak ke surga. Hal ini sebagaimana terjadi kepada Haritsah bin an-Nu’man. Dalam riwayat Ahmad disebutkan, Haritsah masuk surga berkat ihsan yang ia tujukan kepada ibunda. Dan, Haritsah adalah sosok paling berbakti untuk ibu.

Sebaliknya, mereka yang durhaka kepada kedua orang tua, khususnya ibu, akan mendapatkan ganjaran setimpal. Sanksi yang akan ia terima bukan hanya di akhirat. Akan tetapi, ia akan menerima akibat ulahnya itu di dunia.

Seperti ditegaskan dalam riwayat Muslim, setiap perbuatan dosa, Allah akan menunda siksaannya kapan pun Ia berkehendak hingga kiamat. Kecuali, durhaka kepada kedua orang tua. Allah akan mempercepat siksa bagi pelakunya di kehidupan dunia, sebelum mati.

Ini mengingat durhaka—sebagaimana riwayat Bukhari—termasuk pelanggaran berat, dosa besar. Imam Syafi’i pernah bertutur dalam syairnya, “Tunduk dan carilah rida ibumu karena mendurhakainya termasuk dosa besar.

Redaktur: Chairul Akhmad

Reporter: Nashih Nashrullah